Festival keimigrasian yang diselenggarakan kemarin, Minggu 21 Januari 2018 benar-benar di luar dugaan. Minat warga yang ingin membuat electronic passport ternyata membludak. Meski telah diumumkan bahwa permintaan e-passport yang akan diakomodasi hanya 1600, tetapi warga yang datang berjumlah dua kali lipat.
Saya mengetahui tentang pembuatan e-passport dalam festival imigrasi ini dari media sosial facebook. Dua buah foto beredar yang menjelaskan tata cara pembuatan e-passport dalam festival tersebut. Kebetulan, pikir saya. Passport saya sudah habis masa berlakunya, saya harus memperpanjang lagi karena tahun ini ada rencana kembali ke Turki.
Sebenarnya memang sekarang ada layanan pembuatan passport/e-passport melalui online. Kita daftar melalui aplikasi online, dan akan diberi nomor antrean. Masalahnya, setiap wilayah hanya tersedia jatah 150 orang per hari. Dan entah kenapa, setiap mendaftar selalu dikatakan bahwa kuota habis. Belakangan disinyalir bahwa ada pendaftar fiktif yang diduga dilakukan calo. Kini masalah itu dalam penyelidikan yang berwajib.
Maka festival imigrasi yang berlokasi di Monas ini membuat saya exiting. Duh, kapan lagi membuat e-passport tanpa berbelit-belit. Saya screen-shot pengumuman yang ada di facebook sebagai panduan. Menurut rencana, saya mau berangkat setelah shubuh. Setidaknya ada alasan sekaligus berolahraga di hari Minggu dengan berjalan kaki ke Monas.
Untunglah hujan berhenti tepat pada saat adzan Shubuh, saya pun berangkat.Di stasiun, saya membeli beberapa kue kecil untuk sarapan ala kadarnya. Commuter Line dalam keadaan kosong, saya duduk sambil tidur leyep-leyep. Tepat di stasiun Juanda, saya turun. Kemudian menuju Monas dengan berjalan kaki.
Ternyata saya melakukan kesalahan, semula mengira pintu barat daya di mana festival imigrasi dilangsungkan adalah yang dekat dengan istana. Nggak tahunya itu adalah pintu yang berada di dekat patung kuda. Jadi saya pun kembali berjalan kaki ke arah sana. Betapa kagetnya saya ketika tiba di lokasi, sudah ada antrean orang yang mengular.
Antrean itu mengular sepanjang tenda imigrasi ke arah Monas, balik lagi ke arah patung kuda, lalu mengular lagi ke arah Monas. Saya perkirakan sudah lebih dari 1000 orang yang mengantre. Padahal itu belum juga jam tujuh pagi. Lho, orang-orang ini datang dari mana? Apa mereka tidak berolahraga di hari Minggu dan memilih antri e-passport?
Antrean nyaris tak bergerak, maklum ternyata tenda tempat pembuatan e-passport belum dibuka. Sebagian orang mulai duduk kelelahan di pinggiran, atau juga menggelar koran dalam antrean. Para petugas sudah bersiap-siap, tetapi para peminat e-passport masih saja berdatangan seperti air bah. Ketika jarum jam menunjukkan pukul 07.30, antrean sudah dua kali lipat dari waktu saya datang. Mungkin jumlahnya kini lebih dari 2000 orang.
Untuk membunuh rasa lelah, kami saling mengobrol dengan orang-orang yang berada di antrean terdekat. Tak disangka bukan hanya orang yang berada di wilayah DKI atau Jabodetabek. Ada yang berasal dari Majalengka dan kota-kota lain. Mereka bercerita telah datang sejak Sabtu sore dan menginap di Masjid Istiqlal.Â
Pintu Monas telah dibuka sejak jam lima pagi, dan orang-orang yang memang sengaja datang untuk membuat e-passport langsung menyerbu masuk. Jadi antrean ini telah dimulai sejak jam lima tersebut. Pantas saja ketika saya datang sudah ada lebih dari seribu orang dan mengular dua kali lipat.