Sebagai tindak lanjut dari hasil sidang pertemuan KTT OKI di Istanbul beberapa hari yang lalu yang menyatakan bahwa Al Quds adalah ibu kota Palestina, Â Turki akan menempatkan kedutaannya di sana. Â Yerusalem Timur yang diklaim Israel dan didukung Amerika Serikat sebagai ibu kota yang baru merupakan bagian dari Palestina sejak zaman dahulu kala.
Hal ini ditegaskan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari Minggu kemarin di depan publik. Pembukaan kedutaan tersebut tidak perlu menunggu sidang PBB atau pertemuan internasional yang akan digagas negara-negara lain. Ia pesimis bahwa sidang PBB tidak bisa membuahkan hasil seperti yang diharapkan kaum muslim, mengingat bahwa Amerika Serikat senang menggunakan hak veto.
PBB, sebagaimana yang diketahui masyarakat, dikuasai oleh negara-negara adidaya. Negara-negara itu memiliki  hak veto yang bisa membatalkan sebuah keputusan hasil sidang. Mereka mengendalikan PBB melalui hak veto sehingga organisasi internasional itu tidak dapat berfungsi maksimal untuk melindungi dan mengayomi negara-negara kecil.
Karena itulah kaum muslim harus berusaha sendiri untuk  mempertahankan Al Quds sebagai ibu kota Palestina. Ini  adalah suatu kewajiban yang mutlak dilakukan oleh Turki. Menurut Presiden Erdogan,  penguasaan Yerusalem Timur adalah awal dari sebuah rencana untuk menyerang kaum muslim.  Yerusalem digunakan untuk memulai serangan baru tersebut.
"Targetnya adalah seluruh Timur Tengah dan semua muslim," kata Erdogan.
Bagi Erdogan, jika kaum muslim tidak bisa melindungi Yerusalem Timur dan Masjidil Aqsa, maka kaum muslim juga tidak bisa menjaga tempat-tempat suci lainnya. Kalau AL Quds begitu mudah jatuh ke tangan zionis, maka kelak mereka akan segera dapat menguasai Mekah dan Madinah, dimana terdapat Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
"Jika kita kehilangan Mekah, maka kita akan kehilangan Ka'bah," tandas Erdogan.
Penempatan kedutaan di Yerusalem Timur selayaknya juga diikuti oleh negara-negara anggota OKI, sehingga Israel dan Amerika Serikat tidak bisa bertindak seenaknya di wilayah tersebut. Namun hal ini tentu menuntut keberanian anggota-anggota OKI yang lain. Gertak Amerika Serikat dan sekutunya memang menggetarkan nyali negara-negara Islam yang lemah.
Berbeda dengan Turki di bawah kepemimpinan Erdogan yang berani menentang negara-negara adidaya. Terutama dalam persoalan Palestina, Turki menyadari betul pentingnya Yerusalem Timur bagi kaum muslim di seluruh dunia. Oleh sebab itu, dengan segala cara, Turki akan berupaya agar Amerika Serikat membatalkan dukungannya kepada Israel yang menginginkan Al Quds sebagai ibu kota yang baru.
Secara terang-terangan Erdogan telah menyatakan bahwa Amerika Serikat dan Israel adalah negara teroris. Turki mendesak agar Amerika Serikat mundur dari perundingan-perundingan damai, khususnya tentang Palestina. Setiap kali terjadi perundingan yang melibatkan Amerika Serikat, selalu mengakibatkan kerugian bagi pihak Palestina.
Sementara itu Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu sama sekali tidak peduli terhadap deklarasi OKI maupun kemarahan Erdogan. Bagi Netanyahu, OKI tidak akan sanggup menekan mereka untuk keluar dari Yerusalem Timur. Bahkan dia yakin bahwa akan ada banyak negara yang mengikuti jejak Amerika Serikat mengakui Al Quds sebagai ibu kota Israel.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H