Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemerintah Menzalimi Rakyat Melalui KTP-el

11 Desember 2018   15:00 Diperbarui: 11 Desember 2018   18:38 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan E-KTP (KTP elektronik) seperti lingkaran setan. Tidak pernah selesai malah semakin ruwet. Sulit untuk melihat itikad baik pemerintah dalam menuntaskan masalah ini. Jutaan penduduk menjadi korban. Maka tidak salah jika saya katakan bahwa pemerintah menzalimi rakyat melalui e-KTP.

Pembuatan e-KTP bersifat pemaksaan. Masyarakat diharuskan mengganti jenis KTP lama dengan e-KTP. Sepintas kelihatannya benar, menuju masyarakat modern, KTP juga harus dimordenisasi. E-KTP ini merupakan persyaratan mutlak dalam mengurus beberapa hal.

Sejak awal, prosesnya tidak mudah, antrian orang yang membuat e-KTP membludak dari pagi hingga malam. Setelah itu masa selesainya cukup lama, harus bolak balik ke kelurahan untuk menanyakannya. Padahal tidak semua orang punya waktu hanya untuk mengurus e-KTP.

Ada beberapa yang sudah terasa ganjil, pembuatan e-KTP tidak serentak sepenuhnya. Banyak daerah yang mengalami kesulitan. Setelah itu, biayanya juga masih dipermainkan oleh oknum kelurahan. Sampai sekarang masih ada yang tidak bisa membuat e-KTP.

Di sisi lain, resiko kehilangan e-KTP memunculkan masalah dua kali lipat. Sebab, tetap saja ada hal yang membuat seorang penduduk kehilangan e-KTP, misalnya karena dicopet, bencana alam (banjir, kebakaran, gempa dsb). Hal ini tidak pernah diantisipasi oleh negara.

Karena itu orang yang kehilangan e-KTP menjadi sangat susah, tidak bisa mengurus surat-surat yang mengharuskan adanya e-KTP asli. Bahkan beberapa institusi menolak keterangan hilang dari polisi dengan alasan  kebijakan institusi atau lembaga tersebut, harus memperlihatkan e-KTP asli.

Saya mengalami sendiri hal itu. Boleh dikatakan kehilangan e-KTP membuat warga jauh lebih stress. Masalahnya untuk mengurus penggantian e-KTP di kelurahan juga semakin sulit. Blanko dikatakan habis, belum ada pengiriman. Alhasil, warga hanya berpegang pada resi yang diberikan kelurahan.

Berbulan-bulan menunggu e-KTP baru selesai, tetapi ketika ditanyakan ke kelurahan, jawabannya sama; belum selesai. Ketika ada warga yang tidak memiliki kartu identitas tersebut, warga yang disalahkan, padahal ini adalah kesalahan negara.

Ironinya, terungkapnya kasus e-KTP tidak menjadikan pemerintah sensitif terhadap hak dan kewajiban rakyat. Tidak ada peningkatan dalam pelayanan pembuatan e-KTP. Bahkan beberapa pejabat yang terlibat kasus korupsi tersebut masih berkeliaran bebas. 

Dua fakta besar yang menyelimuti masalah e-KTP adalah:

1. Korupsi melalui pembuatan e-KTP masih dilakukan para oknum, dari tingkat kelurahan hingga Kementrian Dalam Negeri. Terbukti bahwa blanko selalu dikatakan kosong, tidak ada stok. Tetapi ternyata diperjualbelikan secara gelap. 

Beberapa kasus penemuan blanko e-KTP di media massa adalah bukti nyata. Dalam blanko e-KTP terdapat hologram yang  ternyata mirip dengan yang ada di e-KTP. Berarti blanko tersebut memang asli dan sengaja disalahgunakan. Kalaupun palsu, sengaja dibuat untuk tujuan penipuan.

2. E-KTP sengaja dijadikan celah untuk memanipulasi jumlah pemilih untuk Pilpres mendatang. Oknum-oknum yang berwenang dalam pembuatan e-KTP  menahan dan mendistribusikan e-KTP kepada oknum partai dan lembaga terkait dan dimasukkan ke dalam data pemilih.

Bayangkan, penantian penduduk berbulan-bulan untuk mendapatkan e-KTP yang ternyata raib entah kemana. Penemuan e-KTP yang tercecer sebagai salah satu buktinya. Mereka memanfaatkan e-KTP yang belum diserahkan kepada warga.

Lalu dimana hak rakyat mendapatkan kartu identitas?  Apakah tidak menjadi penduduk gelap di negeri sendiri? mereka adalah penduduk resmi negara ini.  Ingat, mereka adalah rakyat Indonesia.

Rakyat adalah unsur terpenting dari sebuah negara. Secara defacto, tiga syarat terbentuknya negara adalah adanya wilayah, ada rakyatnya, dan ada pemerintah yang berdaulat. Sedangkan secara dejure, harus ada pengakuan dari negara lain tentang terbentuknya negara tersebut.

Maka seharusnya rakyat menjadi prioritas pemerintah. Kartu Identitas Penduduk adalah hak dan kewajiban yang dimiliki rakyat sebagai warga negara. Kalau pemerintah abai terhadap masalah ini, berarti pemerintah memang berniat menzalimi rakyat melalui e-KTP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun