Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kompasiana, Separuh Jiwa yang Hilang

24 Oktober 2017   19:09 Diperbarui: 24 Oktober 2017   20:38 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya termasuk penulis yang sudah karatan di Kompasiana, sejak Mei 2010.  Akibatnya, Kompasiana seperti belahan jiwa saya.  Meski Kompasiana bukan manusia, apalagi lelaki. Namun ibaratnya, Kompasiana adalah jodoh saya dalam membuat tulisan-tulisan. Di sini saya bebas menulis apa saja, dari hal sederhana tentang kehidupan sehari-hari hingga masalah politik.

Tahun-tahun pertama saya tidak begitu aktif karena berkelana di negeri orang. Saya baru mengetahui adanya Kompasianival pada tahun 2012. Itu pun saya ragu untuk mendaftarkan diri, karena merasa tidak mengenal kompasianer lainnya. Takut terasing di dunia sendiri. Begitu pula pada tahun 2013, lebih suka menyimak dari jauh.

Nah, pada tahun 2014 saya lebih aktif lagi dalam menulis di Kompasiana. Ada beberapa kegiatan off line yang mempertemukan saya dengan beberapa kompasianer senior sehingga kami menjadi akrab. Misalnya, Thamrin Sonata dan Thamrin Dahlan, dua dedengkot Kompasiana yang sangat rajin. Thamrin Sonata sudah banyak membantu teman-teman menghasilkan buku. Saya juga berkenalan dengan Kang Pepih sebagai COO Kompasiana.

Saya berpose pada booth yang mirip penjara untuk menyindir UU ITE (dok.pri)
Saya berpose pada booth yang mirip penjara untuk menyindir UU ITE (dok.pri)
Karena itulah saya kemudian berani mendaftarkan diri untuk hadir dalam Kompasianival 2014 di Taman Mini Indonesia Indah. Pada saat itu saya sangat takjub menyadari bahwa ternyata Kompasiana adalah media warga terbesar di Indonesia. Suasana sangat meriah, apalagi dengan hadirnya tokoh-tokoh yang sedang naik daun, yaitu Ignasius Jonan, Ahok dan Ridwan Kamil. Kehadiran mereka mengundang datangnya wartawan-wartawan asli (dari media cetak, TV dan online).

Selain itu, banyak hal yang mengesankan. Acara-acara diskusi di luar panggung utama sangat menarik. Belum lagi booth dari beberapa komunitas yang bernaung di bawah Kompasiana. Saya senang sekali meminta makanan dari booth KPK. Di situlah saya mengenal Mas Rahab Ganendra dan mbak Avy.  Banyaknya sponsor yang memberikan hadiah, membuat saya bisa menenteng 'oleh-oleh' yang cukup banyak.

Tahun 2015 merupakan masa produktif bagi saya. Pada tahun ini saya menulis banyak artikel, lebih dari satu artikel setiap hari. Saya tidak mau kalah dengan Pak Tjipta yang bersemboyan satu artikel satu hari. Karena saya lebih muda, maka saya harus bisa lebih dari beliau. Begitu tekad saya waktu itu.

Pada tahun itu pula Kompasiana meluncurkan program Kompasiana TV, yang menjadi bagian dari Kompas TV. Saya diundang beberapa kali untuk ikut serta dalam program tersebut. Di antara narasumber di studi0 Kompas TV, ada wawancara online melalui google plus dengan tiga kompasianer. Kami ikut mendiskusikan masalah-masalah terkini, memberikan pandangan kami sebagai warga biasa.  Saya termasuk kompasianer yang paling banyak tampil, sebanyak tujuh kali dalam setahun.

Kompasiana TV ini membawa berkah tersendiri buat saya. Kompasiana TV menjadi pelepas kangen para sahabat dan kerabat yang sudah lama tidak bertemu. Saya tidak pernah memberitahu mereka tentang kemuncuan di Kompasiana TV, rasanya malu. Muncul di layar kaca bukan sesuatu yang pantas dipamerkan, karena selain saya masih ada kompasianer dan narasumber. Namun memang sudah nasib atau takdir, ada saja yang tahu wajah saya nongol di TV. Mereka sangat gembira karena bisa melihat saya. Hal ini baru saya ketahui beberapa lama melalui medsos.

Pembentukan komunitas sedang angot-angotnya. Saya pun tergerak untuk membentuk komunitas pengguna Commuter Line. Maklum sebagai pengguna kereta, Commuter Line adalah salah satu hal yang biasa dibahas sehari-hari. Usulan saya disambut oleh admin yang mengurus komunitas saat itu, yaitu mbak Wardah Fajri ,mas Alvidiansyah dan juga mas Kevin. Maka terbentuklah komunitas tersebut yang bernama Click (Commuter Line Community of Kompasiana). Pembuatan logo dibantu oleh Mas Harry Rhamdany.

Sementara itu, kegiatan off line KOmpasiana terus berjalan. Sehari sebelum Kompasianival 2015, saya dihubungi admin untuk turut hadir makan siang bersama Presiden Jokowi di Istana Negara. Itu adalah hari pertama Kompasianival. Saya langsung menyetujui. Kapan lagi ada kesempatan penulis makan siang dengan Presiden? Hanya ada 100 orang penulis yang diundang ke sana.

Jamuan makan siang bersama Jokowi tidak disia-siakan oleh teman-teman kompasianers untuk mengeluarkan uneg-unegnya, mewakili masyarakat umum. Di sana kami berdialog bebas dan juga berfoto dengan Presiden Jokowi. Ini adalah momen tak terlupakan bagi kami. Sayangnya banyak teman2 kompasianers yang tak diundang merasa iri sehingga menimbulkan polemik yang cukup panjang. Padahal, bagi saya ini adalah soal rejeki yang diatur oleh Tuhan.

Saya dan Uci Junaedi (dok.Uci)
Saya dan Uci Junaedi (dok.Uci)
Kompasianival 2015 berlangsung di Gandaria City.  Ada space untuk komunitas di pelataran parkir. Kami masing-masing mendapatkan satu booth untuk memperkenalkan komunitas. Click memasang miniatur Commuter Line yang dipinjamkan oleh PT KCJ sebagai pengelola Commter Line. Dengan miniatur tersebut, banyak pengunjung yang tertarik untuk berfoto di booth kami.

booth Click (dok.Fitri)
booth Click (dok.Fitri)
Direktur PT KCJ juga hadir dalam talk show di panggung komunitas. Kesempatan ini digunakan para pengunjung dan pengguna Commuter Line untuk mengetahui program PT KCJ dalam meningkatkan pelayanannya. Selain Click, komunitas lain juga menghadirkan acara-acara diskusi   yang menarik. Mereka yang hadir dalam diskusi tak kalah serunya dari panggung utama.

Namun tahun 2016 adalah masa yang menyedihkan. Kompasiana terlalu sering eror. Media yang saya sayangi ini terkena penyakit parah, seringkali tidak bisa diakses. Bahkan puluhan artikel saya hilang, termasuk yang sudah menjadi headline. Hal ini memukul semangat saya sehingga betul-betul down. Saya pun malas menulis di Kompasiana. Saya mulai menulis di media tetangga sebelah.

Saya merasakan ada sesuatu yang hilang ketika tidak menulis di Kompasiana. Jadi memang seperti belahan jiwa yang hilang, akhirnya rindu untuk kembali bertemu.  Sesekali saya masih mengintip Kompasiana untuk melihat adanya perkembangan. Dan untuk melepas kangen,  sesekali juga saya menulis sesuatu, tetapi tidak secara rutin seperti tahun sebelumnya.

Kompasianival 2016 (dok.Isjet)
Kompasianival 2016 (dok.Isjet)
Walau begitu, saya tetap hadir dalam Kompasianival 2016 di gedung Smesco. Masih cukup meriah, meski tidak bisa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Terutama dengan ketiadaan booth komunitas. Selain mengikuti acara yang sudah diprogramkan, kami 'ngeriung sendiri di sudut-sudut ruangan. Mbak Indah Noing membawa pasukan krucilnya, dengan menenteng bahan-bahan rujak. Kami juga makan empek-empek yang dibawa teman-teman Kompal, dan digoreng oleh Tamita Wibisono di kantin atas.

Harapan baru tentang Kompasiana mulai tumbuh ketika diluncurkan sebagai Beyond Blogging. Mas Iskandar Zulkarnain (Isjet) menjadi COO, Kompasiana menggantikan Kang Pepih yang mengajukan pensiun dini untuk berkarya di luar. Banyak perbaikan yang direncanakan untuk meningkatkan KOmpasiana sebagai media warga nomor satu di Indonesia.

Kini, meski masih terkendala eror pada saat-saat tertentu, kami merasakan pembaharuan yang signifikan di Kompasiana. Beberapa program baru seperti Content Afilliation, sangat menarik dan memacuk kompasianers untuk terus menulis.  Acara-acara selalu berusaha dikemas lebih apik dan bergengsi, tetap dengan standar Kompas Gramedia Grup.

Gelar tahunan untuk komunitas ternyata diselenggarakan tersendiri. ICD (Indonesia Community Day) yang pertama berlangsung di kota gudeg, Jogjakarta. Sayangnya, tidak semua komunitas bisa berpartisipasi karena lokasinya jauh dari ibukota. Padahal, sebagian besar komunitas, base campnya ada di Jakarta. Clik pun  tidak bisa mengisi booth. Di sini ada penghargaan yang diberikan untuk komunitas terbaik.

Perbaikan dan eror seperti bersaing memenuhi kompasiana. Tanpa terasa waktu bergulir hingga tahu-tahu sudah tiba waktunya pada Kompasianival 2017. Rencananya, Kompasianival ini akan berlangsung di Epicentrum. Namun pembatalan sepihak terjadi, sehingga panitia menggantikannya di Lippo Mal, Kemang.

Alhamdulillah, meski sempat kalang kabut, paniitia berhasil mempersiapkan gelar kopdar terbesar ini. Minat kompasianer untuk hadir juga luar biasa. Lebih dari 2500 telah mendaftarkan diri, meski akhirnya ada yang berhalangan karena alasan tertentu. Kompasianival 2017 menghembuskan nafas baru dengan memberi kesempatan pada yang muda untuk berjaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun