Seminggu yang lalu saya dan teman-teman jalan-jalan ke Istana Bogor. Istana ini memang dibuka untuk umum setahun sekali dalam rangka ulang tahun kota Bogor. Tentu saja kesempatan ini dimanfaatkan masyarakat dnegan sebaik-baiknya. Memang tidak seperti mengunjungi tempat lain, karena kita harus mendaftarkan satu rombongan jauh-jauh hari.
Justru karena tempat ini istimewa maka animo kami datang ke sana sangat tinggi. Sejak pagi hari masyarakat yang akan berkunjung ke Istana Bogor sudah memadati halaman Balai Kota Bogor. Setelah mendapatkan tiket, kami harus menunggu panggilan dari petugas. Kemudian, kalau sudah dipanggil, kami harus berdiri mengantri dalam tiga baris untuk diberangkatkan (berjalan menyeberang) ke Istana Bogor.
Sebagai warga negara yang taat, maka kami harus menuruti peraturan itu suka atau tidak suka. Maklum, sebagai blogger yang biasanya mengabadikan segala sesuatu dengan hape, meninggalkan hape sama saja terasa 'telanjang', ada sesuatu yang hilang. Saya pun memilih tidak membawa apapun, dompet juga saya tinggalkan di Balai Kota.Â
Berhubung tidak ada penitipan tas yang disediakan petugas, terpaksa ada anggota rombongan yang mengalah dengan menjaga tas-tas tersebut. Dia baru bisa masuk ke Istana pada shift berikutnya. Jadilah kami menumpukkan tas pada satu tempat di bawah tenda, dengan pengawasan dari blogger yang berkorban.
Penjagaan memang ketat. Di pintu gerbang aparat keamanan kembali memeriksa dengan teliti. Bahkan kami dihitung satu persatu. Melewati detektor dengan lancar karena kami tidak membawa sesuatu yang dilarang. Setelah itu kami berjalan kaki menuju Istana. Masalahnya, begitu memasuki halaman Istana yang luas, ada keinginan kuat untuk mengambil foto, sayang hape harus ditinggal.
Walau begitu, ada kesempatan untuk memiliki bukti foto berkunjung ke Istana dengan tukang foto yang telah ditunjuk. Kami harus membayar sejumlah uang untuk dua kali pengambilan foto. yah, daripada tidak ada kenang-kenangan, maka kami bersedia membayar agar bisa mengabadikan kunjungan ke Istana ini.
Sayangnya, ketika berkeliling area Istana, termasuk musium dan taman-taman yang indah, harus dilalui tanpa bisa mengambil gambar. padahal, banyak spot-spot yang menarik untuk difoto, termasuk binatang-binatang peliharaan Presiden Jokowi. Akhirnya kami hanya berakting/ berpura-pura mengambil foto.
Demi Keamanan Presiden
Mengetahui bahwa kami berkunjung ke Istana Bogor tanpa boleh membawa hape, banyak teman yang berkomentar. Mereka mengatakan bahwa dahulu ketika mereka pernah datang ke Istana tersebut, tak ada larangan membawa hape. Mereka bebas mengambil foto dengan hape yang dibawa, termasuk keadaan di dalam Istana.
Ya, itu dulu. Beberapa tahun yang lalu memang boleh membawa hape kalau datang ke Istana bogor. Persoalannya adalah, dahulu Presiden Jokowi belum tinggal di sana. Aha, inilah yang orang-orang lupa. Sekarang ini, orang nomor satu di Indonesia itu menjadikan Istana Bogor sebagai tempat tinggalnya sekaligus juga kantornya.
Sebagai tempat 'bersemayam' seorang Presiden, jelas keamanan menjadi sangat ketat. Tidak boleh ada bahaya sekecil apapun yang bisa mengancam sang pimpinan pemerintahan. Tidak boleh ada satu celah pun yang bisa dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk berniat buruk kepada Presiden. Perlu diketahui, pengamanan Presiden ada tiga lapis, Ring 1, Ring 2 dan Ring 3. Dan ini berlaku terhadap setiap Presiden di seluruh dunia.
Dalam keadaan negara 'aman' pun, keamanan tidak boleh kendur sama sekali. Kita tidak pernah tahu apakah ada penjahat yang berkeliaran mengincar jiwa sang Presiden. Apalagi di negara-negara yang terindikasi adanya jaringan teroris, serta oposisi yang berusaha menjatuhkan sang Presiden.
Apa sih bahayanya membawa hape? Sekali lagi mengingatkan bahwa tidak boleh ada satu celah sedikitpun untuk mendatangkan bahaya kepada Presiden. Hape, yang semakin canggih, mampu merekam setiap sudut Istana. Hal ini bisa digunakan oleh orang jahat untuk mengetahui kelemahan Istana. Belum lagi adanya GPRS yang bisa merekam detil sebuah lokasi. Lebih jauh lagi, hape bisa menjadi pemicu sebuah peledak, meski ini tampaknya agak mustahil di mata masyarakat awam.
Saya tidak heran atau merasa keberatan dengan larangan membawa hape. Saya paham betul bagaimana keamanan untuk seorang Presiden. Selain itu, saya juga pernah mengalami hal yang sama ketika ikut serta dalam rombongan 100 kompasianers yang diundang makan siang oleh Presiden Jokowi. Di sana, kami juga tidak boleh membawa benda apapun. Tas, dititipkan kepada petugas keamanan.
---
Muthiah Alhasany
Twitter/Instagram: @muthiahalhasany
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H