Selasa, 1 Agustus yang lalu, acara KOMIK Ngoplah menghadirkan Nobar dan diskusi tentang film pendek (dokumentasi) yang digarap oleh Freeaktivitas Production. Diawali dengan makan siang bersama yang menyajikan menu Nasi bakar ayam lezat dari Rolas Lunch Box Catering, kami menjadi bersemangat untuk memulai acara. Rolas memang unik, wadahnya saja bercorak batik yang cantik, makanannya juga endeees.
Kemudian diputarlah film pendek berjudul "tangan-tangan kecil 2" dari Freeaktivitas Production. Tahu nggak, Freeaktivitas Production adalah sebuah komunitas penggemar dan produsen film yang berbasis di Bogor. Namun tentu saja keanggotaannya terbuka, siapa saja boleh ikutan kok. Kalau kamu berjiwa kreatif dan punya atensi terhadap film dokumenter, gabung saja di sini.
Film 'tangan-tangan kecil 2' ini berdurasi sekitar 20 menit. Yah begitulah film pendek, memang ketentuannya tak boleh lebih dari 20 menit. Jadi, pesan apapun yang dibawa film ini harus bisa dikemas secara singkat tetapi tetap menarik. Butuh keahlian tersendiri untuk membuat film pendek ini. Nah, ternyata film 'tangan-tangan kecil' ini telah berhasil menjadi jawara dalam sebuah festival.
Siapa sih yang menjadi motor Freeaktivitas Production? dia adalah Mas Agung Jarkasih, pemuda dengan rambut ikal gondrong yang bertangan dingin menyutradai film 'tangan-tangan kecil 2' sehingga mampu menjadi film pendek bermutu. Mas Agung juga yang menulis skenario dari film tersebut sehingga terasa natural dan hidup.
Permainan tradisional
Film 'tangan-tangan kecil 2' mengisahkan tentang dua kelompok anak dalam sebuah desa. Â Kelompok yang satu adalah kelompok yang merasa jagoan dan modern. Gayanya menggambarkan kehidupan anak-anak masa kini, yang tak lepas dari gadget dan kacamata hitam. Sedangkan kelompok satunya lagi masih polos dan sederhana. Peran utama dimainkan oleh Angga, dibantu dengan teman-temannya.
Celakanya, si kelompok pertama yang belagu seringkali membuat ulah.  Kelompok kedua tengah melakukan permainan tradisional, seperti bermain gundu/kelereng, galasin dsb. Tiba-tiba  kelompok pertama datang menantang mereka untuk melakukan sesuatu. Mereka beradu melempar gundu. Tanpa disangka, gundu itu 'nyemplung' ke dalam kopi yang akan diminum jawara kampung yang sedang berada di warung, bernama Mang Udin.
Menyadari bahwa gundu itu salah sasaran, serentak anak-anak melarikan diri karena takut kepada Mang Udin. Mereka berpencar untuk menyembunyikan diri. Ada yang naik ke atas pohon, dan ada yang ngumpet di balik semak-semak. Mang Udin yang kesal dengan ulah anak-anak, justru berhasil menemukan mereka dengan mudah. Anak-anak iseng itu dihukum dan diikat mengelilingi sebuah batang pohon yang cukup besar.
Adegan-adegan lucu mewarnai ketakutan anak-anak yang kenakalannya dipergoki oleh orang dewasa. Di sini kedua kelompok itu sama saja kedudukannya, salah di mata Mang Udin. Mereka baru jera jika telah mendapat hukuman dari orang yang disegani. Namun bukan berarti berhenti melakukan keisengan. Yah, namanya juga anak-anak.
Adegan selingan yang juga lucu adalah mitos tentang pengobatan anak yang masih ngompol dengan menggunakan gigitan capung. Si anak yang sok jagoan itu, ternyata masih ngompol dan sering dimarahi ibunya. Karena itu, teman-temannya berusaha mengobatinya dnegan memberikan gigitan capung pada pusarnya. Adegan lainnya adalah ketika ada 'cewek' manis yang ditaksir di sekolah. Tentus aja hal ini menjadi bahan ledekan teman-temannya. Semua itu adalah kehidupan anak-anak yang biasa terjadi di sekitar kita.
Agung Jarkasih memang mengambil setting di sekitar tempat tinggalnya di Bogor. Kehidupan mereka sesuai dengan perkembangan zaman. Agung merangkul mereka untuk bermain dalam film yang digarapnya. Dana dalam pembuatan film ditanggung secara swadaya, hasil patungan bersama teman-teman di komunitas ini.
Menurut Agung, ia sempat merasakan nikmatnya melakukan permainan tradisional. Ia dan teman-temannya prihatin karena beberapa permainan tradisional mulai menghilang, tergusur adanya gadget dengan aplikasi game. Dengan film ini ia berharap komunitas Freeaktivitas bisa menghidupkan dan melestarikan permainan-permainan tradisional itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H