Ngabuburit di La Piazza Kelapa Gading memang tak pernah membosankan. Setiap tahun pihak manajemen La Piazza  selalu menyajikan sesuatu yang baru. Setidaknya, mereka berusaha memberikan suasana yang berbeda. Tahun ini, Festival Ngabuburt di La Piazza bernuansa Kampung Sunda yang menarik, dengan gubuk-gubuk / saung makanan berbagai jenis. Ya, walaupun nuansa Sunda, tetapi makanannya tidak hanya selera Sunda, banyak variasi makanan dari berbagai daerah. Festival ini berlangsung sejak tanggal 25 Mei sampai dengan 18 Juni 2017.
Totalnya ada 52 tenant yang berpartisipasi. Di antaranya adalah Asinan Sari, Bakso Beranak Plekenut Cirebon, Cwie Mie Malang 'Regia', Indomie Abang Adek Pedes mampus, Kopi es Tak Kie, Sate Ayam Madura bintang 5, Seblak Jeletet Murni, Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih, Mie Kocok Bandung Marika, es Cendol Bandung Elizabeth, dll.
Atraksi hiburan itu diisi oleh Punakawan Show, Tarian Sunda Kontemporer, Acoustic Performance by Indie Kota Tua Jakarta, Rampak beduk, dan Live Cooking with Sore Bara Harsya on Makarena Bukber Delta FM. Kita akan terhibur selama berada di area festival, karena atraksi tersebut tetap berlangsung hingga malam.
Menu Buka Puasa Madyangers
Mendekati waktu berbuka, kami mulai memesan makanan sesuai selera masing-masing. Tadi saya sudah mengincar salah satu booth makanan di sebelah kiri, maka saya segera ke sana sebelum banyak antrian. Saya memesan nasi kuning mini komplit, yang lauknya terdiri dari ayam goreng keremes, dua potong tempe goreng, beberapa potong timun, sambal terasi dan sayur asem. Harganya cukup murah, Rp. 28.000 Â Sedangkan minuman, saya pilih es campur Garut dengan harga 21 000,-
Namun perut yang lapar juga harus diperhatikan. Karena itu saya mulai menyantap nasi kuning yang sudah sejak tadi menggoda mata saya dengan sajian yang indah. Dalam hati, kapan lagi menikmati nasi kuning yang murah dan enak. Kita toh tidak setiap hari menemukan nasi kuning atau nasi tumpeng kecuali dalam momen-momen istimewa. Nasi kuning itu terasa gurih dan pulen, dengan bumbu yang tidak terlalu medok, terasa sangat pas di lidah saya.Â
Selesai tahap pertama berbuka puasa, sebagian dari kami menunaikan ibadah shalat Maghrib di mushola La Piazza. Setelah itu kembali berkumpul ke tempat semula. Sebenarnya perut ini sudah terasa agak kenyang. Namun masih berselera untuk mencicipi jajanan lain yang banyak berjejeran. Saya pun kembali menyusuri gubuk demi gubuk untuk memutuskan penganan berikutnya. Akhirnya saya membeli kolak campur yang satu paket dengan minuman teh botol.
Kolak campur ini tidak hanya berisi kolak pisang dan ubi, tetapi juga ditambahkan bubur ketan, biji salak, kolang-kaling dll. Maklum saya menyukai semuanya, jadi supaya adil, saya pilih kolak campur. Tetapi bagi yang hanya menyukai salah satu jenis kolak, bisa memesan jua sesuai keinginannya. seperti Dewi Puspa yang lebih suka bubur sumsum atau Siti Nurjanah yang hanya menyukai kolak biji salak.
Teman-teman lain juga telah memilih menu kedua untuk santapan berikutnya. Bos Madyang, Rahab Ganendra mencicipi garang asem dan juga membeli kolak. Yogi Setiawan justru memilih minum es kopi Tak-Kie yang cukup legendaris di kawasan Glodok. Sedangkan yang lain, membeli makanan untuk dibawa pulang ke rumah, membawa bekal untuk sahur. Â Saya sendiri, membeli satu paket minuman teh untuk menjadi oleh-oleh, sesuai dengan sisa 'kuota' kartu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H