Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Blusukan ke Palyja Jadi Melek Tata Kelola Air

27 Maret 2016   22:35 Diperbarui: 27 Maret 2016   23:46 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Air dialirkan ke IPA 1 (dok.pribadi)"][/caption]Acara Nangkring, bukan sekedar kopdar antara sesama kompasianer atau juga memburu hadiah. Lebih dari itu, kompasianers mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat, ilmu yang tidak akan didapatkan di bangku-bangku sekolah. Sebagaimana pada hari Senin (21/3) yang lalu, kami mengikuti acara Nangkring bersama Palyja dengan tema #Bersama Demi Air. Selain untuk memeringati hari Air Sedunia, juga untuk menyoalisakan betapa pentingnya kita menjaga kelestarian air.

Pada hari itu, kami 'dipaksa' untuk melek tata kelola air. Kalau selama ini kita hanya tahu ledeng di rumah harus mengalirkan air tanpa pernah berpikir bagaimana air itu bisa mengalir, maka kini kami mengerti apa yang harus dilakukan demi mendapatkan air bersih. Kantor Palyja di jalan Penjernihan 1 dan 2, Pejompongan, justru merupakan instalasi penting yang menghasilkan air bersih yang dikonsumsi oleh penduduk Jakarta.

Nangkring itu tidak hanya diisi diskusi semata, kami dibawa 'blusukan' ke seluruh area instalasi. Cuaca mendung dengan gerimis mengundang tidak menghalangi kami yang antusias mengetahui bagaimana proses penjernihan air. Apalagi kami telah dilengkapi dengan perangkat helm pekerja, layaknya petugas dari Palyja. Sebelum mulai berkeliling, Pak Kamid, petugas teknik yang menjadi instruktur kami memberikan keterangan pendahuluan dengan menggambarkan melalui maket instalasi.

Instalasi Pengolahan Air I (IPA I) yang berada di jalan Penjernihan ini sudah ada sejak zaman Bung Karno, kalau tidak salah dibangun tahun 1953. Luas instalasi ini sekitar 5 hektar.  Luar biasa, instalasi yang sudah cukup tua, untunglah selalu terawat dengan baik. Menurut Pak Kamid, bencana yang bisa membahayakan hanya kebakaran. Dan Alhamdulillah, belum pernah terjadi kebakaran hingga saat ini. Walau begitu, simulasi tanggap bencana selalu dilakukan untuk mengantisipasi segala bahaya. Kasus yang tterjadi hanya kebocoran d beberapa tempat, yang dengan mudah dapat diatasi.

[caption caption="spanduk yang mengingatkan keselamatan kerja (dok.pribadi)"]

[/caption]Kami menyusuri lorong menuju tempat penampungan pertama, yang lokasinya agak di atas, menaiki beberapa anak tangga. Di dinding ada spanduk berisi peringatan untuk menjaga keselamatan pekerjaan dan instalasi. Setelah naik, kami menyaksikan air mengalir deras dari luar (dari sungai) yang masih sangat keruh. Pak Kamid menjelaskan bahwa air itu berasal dari waduk Jatiluhur. Ya, pasokan utama air Jakarta adalah dari tempat yang jauhnya ratusan  km, sebab ketahan air di Jakarta hanya 3 % saja. Selain itu, 13 sungai yang melewati Jakarta sudah terkontaminasi polutan. 13 sungai itu tercemar limbah rumah tangga sehingga kandungan amoniaknya tinggi.

"Seperti inilah kondisi air yang dikelola Palyja untuk diproses menjadi air minum, disebut air baku. Ini bahan baku Palyja," jelas Pak Kamid.

[caption caption="air baku yang masih keruh di bak penampungan (dok.pribadi)"]

[/caption]Perjalanan air baku dari waduk Jatiluhur di Purwakarta itu begitu jauh, melewati Bekasi, kemudian dialirkan ke Kali Malang di Jakarta Timur. Di Cawang, air melalui pompa raksasa yang mengarah ke IPA I Pejompongan yang membutuhkan waktu 3 jam. Setelah masuk area Instalasi Pengolahan air, melewati beberapa tahap penyaringan di  bak penampungan. Antara lain proses pra-klorinasi, pra sedimentasi, flokulasi, filtrasi dan post kllorinasi atau disinfeksi di Resevoir. Semua tahapan memakan waktu sekitar empat jam. Kalau diurut dari waduk Jatiluhur hingga tahapan penjernihan, baru sadar ternyata prosesnya cukup lama.

Tantangan dan tugas berat Palyja

Ternyata bukan hal yang mudah menyediakan air bersih untuk penduduk ibukota. Berbaggai tantangan selalu datang menghadang. Pertama adalah ketersediaan air baku yang semakin berkurang dari tahun ke tahun. Masalahnya adalah di musim kemarau waduk Jatiluhur jugga tidak bisa menyuplai air secara maksimal, apalagi jika lingkungan alam semakin rusak. Kedua adalah masyarakat yang tidak sadar akan pelestarian air, boros dalam pemakaian. Ketiga, ada penduduk yang melakukan pencurian air sehingga aliran pasokan terganggu. Keempat, pencemaran sungai semakin tinggi karena tidak adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga sungai.

[caption caption="Budi Susilo, Direktur Customer Service Palyja (dok.pribadi)"]

[/caption]"Ada 13 sungai yangg melintasi Jakarta, yang juga sumber air baku Palyja. Sayangnya semua sungai itu sudah tercemar hinga kondisinya tidak layak untuk air baku," kata Budi Susilo, Direktur Customer ServicePalyja.

Pencemaran utama bukan dari limbah pabrik atau industri, malah dari limbah rumah tanga. Mengapa begitu? ternyata limbah itu berasal dari deterjen yang digunakan rumah tangga untuk mencuci. Akibatnya, kandungan amoniak pada air sungai begitu tinggi. Menurut Meyritha Maryanie, Corporate Communication & Social Responbilities Head Palyja, sampai dengan tahun 1997, air sungai masih layak menjadi air baku. Padahal, kebutuhan air di ibukota semakin meningkat.

Jika air sungai dengan kandungan amoniak tinggi itu harus diolah, maka membutuhkan waktu lebih lama dan biaya lebih banyak. Inilah yang menyebabkan harga air bersih terpaksa dinaikkan.  Sejak 15 Jjanuari 2007 harga jual air bersih Palyja terbagi dalam enam kategori. Harga terendah adalah Rp 1.050 per 0-10 m kubik air. Sedangkan yang tertinggi adalah RP 12.550 per m kubik air. Sejak tahun 2007 itu Palyja belum menaikkan tarif.

"Jadi selama sembilan tahun, tidak pernah naik harga," tandas Meyritha.

Apa saja yang telah dilakukan Palyja selama ini? cukup banyak. Pertama, adalah memperbaiki sarana dan prasarana pengolahan air. Misalnya dengan mengganti pipa-pipa yang mengalami kebocoran, baik di perjalanan dari waduk Jatiluhur hingga ke Jakarta, atau juga kebocoran di dalam area IPA 1. Salah satu  cara untuk mendeteksi kebocoran adalah  dengan mengunakan gas helium. Sebuah ide orisinil dari karyawan Palyja.

"Dengan teknollogi gas helium, kebocoran pada pipa yang tak nampak karena tertanam di dalam tanah, dapat dideteksi," papar Nancy Elvina. Cara lain adalah dengan metode JD7 yang mampu mendeteksi penyumbatan sambungan lateral dan sambungan ilegal.

Selanjutnya adalah melakukan perawatan rutin/berkala IPA I, Misalnya, akselerator dibersihkan setiap dua bulan sekali, Reservoir dibersihkan setahun sekali dan filter diperiksa setiap 72 jam. Perlu diketahui, ada 48 filter di IPA I Pejompongan ini.

Palyja juga harus menangani pencurian air oleh penduduk yang tidak bertanggung jawab. Pada tahun 2014, bekerjasama dengan Polda Metro Jaya berhasil membongkar pencurian air di Pejagalan, Jakarta Utara. Hebatnya, pencurian itu berkedok Instalasi Pengolahan Air. Pencurian air juga terjadi di wilayah-wilayah lain. Karena itu Palyja harus mengawasi dengan ketat pasokan air selama 24 jam. Untuk itu, ada ruang kontrol khusus yang bernama DMCC (Distribution Monitoring and Control Centre)  dimana ada petugas yang selalu memonitor secara terus menerus sepanjang hari. Ruang kontrol dengan teknologi cangih itu hanya dimiliki oleh Palyja.

Langkah lebih lanjut adalah mengupayakan agar air sungai dapat menjadi air baku. Palyja melakukan sebuah inovasi dengan menggunakan bakteri tertentu yang dapat memakan limbah yang masuk ke sungai. Bakteri itu bernama meteor. Untuk itu, bakteri tersebut harus dikembangbiakkan. Ada satu media khusus dimana bakteri itu bisa dikembangbiakkan, bentuknya mirip butiran berlubang berwarna hitam, terbuat dari plastik.

[caption caption="media untuk mengembangbiakkan bakteri pemakan limbah (dok.pribadi)"]

[/caption]Luar biasa, ternyata mendapatkan air bersih Palyja harus bersusah payah. Sunguh ironi dengan kenyataan yang harus dihadapi dimana persediaan air baku semakin menipis. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan air semakin memperparah kondisi air. Bukan hanya pencemaran, pemborosan, juga penyedotan air tanah yang tidak habis-habisnya. Maka sudah saatnya kita melek untuk menjaga kelestarian air. Kalau tidak, mungkin tidak lama lagi Jakarta akan mengalami krisis air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun