Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Bermain di Tolikara?

18 Juli 2015   14:38 Diperbarui: 18 Juli 2015   14:38 9266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Insiden di Tolikara bukan tanpa sebab, perlu dicari akar permasalahannya. Apa yang kita ketahui selama ini adalah selalu terjadi konflik di bumi Papua. Biasanya, pergesekan yang menimbulkan konflik terjadi secara sporadis dan bisa muncul di sudut mana saja. Ada indikasi bahwa konflik-konflik itu diciptakan dengan sengaja. Siapa yang melakukannya? Ingat, conflict interest di Papua sangat tinggi. Bukan hanya menyangkut kepentingan daerah atau nasional, tetapi juga kepentingan ienternasional.

Begitu pula yang terjadi di Tolikara. Ini tidak sekedar gesekan dengan mengatasnamakan  agama tertentu. Kita perlu mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang menyertai peristiwa tersebut. Hal itu penting untuk mengetahui langkah-langkah yang tepat agar insiden itu tidak terulang. Lebih jauh lagi, agar tidak muncul peristiwa serupa di tempat lain. Tidak ada istilah kecolongan atau kelengahan aparat. Hal seperti ini seharusnya sudah dapat diprediksi jauh-jauh hari.

Ada dua faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam menilai insiden Tolikara. Pertama, adalah karakter masyarakat di Tolikara. Di daerah itu masih terdapat suku-suku yang senang berperang. Mereka bisa berbenturan dalam masalah apa saja seperti soal ternak, batas wilayah, sampai dengan soal Pilkada. Kedua, Tolikara termasuk salah satu basis OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang sampai sekarang masih eksis dan menggerogoti kedaulatan NKRI di Papua. OPM disinyalir mendapat bantuan dari negara adidaya Amerika Serikat.

Dengan memerhatikan kedua faktor tersebut, maka beberapa kemungkinan yang mendasari timbulnya konflik Tolikara sbb:

1. Karakter masyarakat bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan untuk menciptakan instabilitas. Suku-suku yang senang berperang akan mudah diprovokasi untuk melakukan kekerasan dan kerusuhan. Perlu diselidiki siapa yang mendirikan GIDI di Tolikara. GIDI tidak hanya melarang kegiatan agama lain, tetapi juga jemaat dari aliran yang berbeda.  Apa dan mengapa motif GIDI berada di sana harus bisa diketahui dengan jelas.

2. Jika sejak dulu diketahui bahwa GIDI melarang kegiatan agama dan aliran kristiani yang lain, mengapa dibiarkan tumbuh dan berkembang. Ulah GIDI jelas-jelas melanggar Pasal 29 UUD 1945 dan HAM. GIDI bersikap seakan berada di luar bingkai NKRI dengan tidak mematuhi hukum tertinggi di negara ini. Kita patut mempertanyakan keterlibatan oknum Pemda dan aparat di Tolikara.

3. Sikap GIDI dan OPM seiring dan sejalan, sama-sama menentang hukum NKRI. Ini adalah benang merah yang menghubungkan kedua organisasi tersebut. Bisa jadi, GIDI adalah kedok OPM dalam menjalankan operasinya dengan mengatasnamakan agama Kristen dan memanfaatkan keluguan masyarakat setempat.

4. Beberepa kebijakan baru pemerintah mengenai Minerba telah merisaukan Freeport. Apalagi setelah adanya kepastian hengkangnya TOTAL dari blok Mahakam pada awal 2017 nanti. Hal ini menandai dimulainya  pengalihan kepemilikan tambang-tambang potensial kembali pada Ibu Pertiwi. Perpanjangan kontrak Freeport menjadi terkatung-katung, belum ada kejelasan meski Boss Freeport telah sowan ke istana. Padahal perusahaan ini telah memberikan keuntungan yang luar biasa pada AS.

5. Semenjak Jokowi membolehkan wartawan asing masuk ke Papua, ini membuka celah datangnya agen-agen rahasia asing yang berkedok sebagai wartawan. Mereka bisa lebih mudah mengadakan kontak dengan OPM dan merencanakan aksi-aksi baru untuk menciptakan instabilitas di bumi Cendawasih tersebut.

Agama, atau hal yang berbau SARA, sangat mudah memicu keresahan di Indonesia. Aliran-aliran yang bersifat fundamentalis dan fanatik, sangat mudah terprovokasi untuk melakukan pembalasan.  Karena itulah perlunya tokoh-tokoh agama mengajak umat Islam agar menahan diri. Ini memang bukan konflik antar agama, di balik itu ada kepentingan bisnis yang kuat.

Tentu saja dalam hal ini penuntasan kasus menjadi prioritas. TNI dan Polri harus bekerja keras, cepat dan sigap dalam menyelesaikan kasus ini.  Kedamaian di bumi Papua adalah bagian dari kedamaian Indonesia. gerakan separatis sekecil apapun harus ditumpas sebelum menjadi duri dalam daging. NKRI adalah harga mati.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun