Apa masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini? Salah satunya adalah memiliki generasi muda yang lemah. Hal ini disebabkan peran dan fungsi keluarga sebagi pondasi awal pendidikan dan perlindungan anak telah meluntur. Demikian dipaparkan oleh Deputi I BKKBN (badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional), Abidisyah Siregar, dalam acara Kompasiana Nangkring bersama BKKBN, yang bertempat di Hotel Santika Tangsel, Rabu 8 Juli 2015 yang lalu. Dalam kesempatan itu hadir pula Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany dan Suyono, Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN. Acara ini dipandu oleh mbak Wardah Fazri dari Kompasiana.
Melemahnya fungsi keluarga tidak terlepas dari buruknya perencanaan dalam membentuk keluarga. Pada umumnya pasangan yang menikah, tidak memiliki rencana yang matang bagaimana kelak mereka akan membentuk sebuah keluarga, termasuk masa depan anak-anaknya. Mereka hanya mengikuti kemajuan zaman tanpa diimbangi dengan kesiapan fisik dan mental terhadap perubahan zaman itu sendiri. Contohnya, anak-anak sekarang tidak terbiasa lagi bermain di lapangan, tetapi hanya menggenggam gadget sepanjang waktu. Ini menyebabkan anak-anak tidak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan cenderung menjadi tertutup. Mengapa fungsi keluarga tidak berjalan?
Salah satu syarat menjadi negara yang maju adalah mampu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Sebagi contoh, Singapura, Malaysia, Jepang, bahkan Cina.  Pengendalian jjumlah penduduk dimaksudkan agar mendapatkan generasi muda yang lebih berkualitas karena mendapatkan kesempatan lebih untuk pendidikan tinggi dan memakan mamakan bergizi. Anggapan kuno yang meyakini bahwa banyak anak, banyak rejeki, telah menghambat kemajuan bangsa dan negara. Karena banyaknya penduduk akan membuat lemahnya ketahanan pangan, yang tidak mencukupi kebutuhan. Begitu pula dengan kesehatan dan pendidikan. Karena itulah Indonesia harus mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Sejak adanya program Keluarga berencana yang dilakukan dengan gencar pada zaman Orde Baru, Indonesia berhasil mengendalikan pertambahan jumlah penduduk. Pada saat itu, juru penerang atau penyuluh dari BKKBN menyebar ke seluruh penjuru Indonesia untuk megajak penduduk mengikuti program keluarga berencana, dengan slogan 'dua anak cukup'. kalau orang tua zaman dahulu memiliki anak bisa 5-10 orang, maka sekarang hanya dua. Agar orang tua memiliki biaya untuk memberi makan yang bergizi dan menyekolahkan anak-anaknya.
"Waktu itu juru penerang disebut pasukan biru, karena menggunakan seragam warna biru-biru dan logoBKKBN didominasi oleh warna biru," cerita Pak Abidin.
Lantas program itu sangat berhasil. Kesadaran penduduk untuk memiliki keluarga yang berkualitas semakin meningkat. Indonesia berhasil mengendalikan pertumbuhan penduduk selama beberapa waktu, hingga sekarang. Sayangnya semenjak masa reformasi, penerapan keluarga berencana mulai meluntur. Keluarga-keluarga muda tak lagi mengenal keluarga berencana. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi.
"Pemekaran wilayah dan otonomi daerah telah menyebabkan kekurangan SDM pada pemerintahan daerah. Karena itu banyak petugas penyuluh diambil menjadi kepala daerah karena dianggap lebih mengetahui dan mengenal masyarakatnya," jelas Abidin. Akibatnya, BKKBN kehilangan ribuan personel juru penerang atau penyuluh. Masyarakat kehilangan informasi penting mengenai program keluarga berencana.
Demikian pula program Posyandu, yang masih paralel dengan program keluarga berencana. Memang posyandu masih ada hingga sekarang, tapi keberadaannya tidak lagi seintensif dahulu. Padahal dengan posyandu inilah kaum perempuan, dalam hal ini adalah ibu-ibu, mendapatkan banyak penjelasan mengenai kesejahteraan keluarga melalui program keluarga berencana.
Hambatan lain adalah dari sisi fanatisme ajaran agama tertentu. Salah satu contoh adalah kasus di NTT sebagaimana yang dikemukakan oleh Suyono. Beberapa pastur melarang jemaatnya untuk mengikuti program keluarga berencana. Akibatnya, banyak anak-anak yang lahir dan tumbuh dengan gizi buruk. Akhirnya Pak Suyono dan jajarannya terpaksa bergerilya, dengan mengajak penduduk dari rumah ke rumh. Jemaat yang sadar bahkan berani menghadapi tentangan dari pasturnya. "Kalau anak saya tidak bisa makan, apa dia mau menanggung?"
Tangsel tuan rumah Harganas