Wawancara Mata Najwa dengan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini  di sebuah televisi swasta semalam adalah wawancara yang mengharu biru. Bukan hanya Risma sendiri yang menangis atau Najwa yang nyaris terlarut dalam keharuan. Saya yakin wawancara ini menguras air mata pemirsa, baik laki-laki maupun perempuan.
Wawancara itu memang berlangsung penuh emosional. Mungkin karena yang menjadi narasumber adalah perempuan dan yang mewawancarainya juga perempuan. Yang jelas, dalam tayangan tersebut, Risma tampak sebagai perempuan tulen yang menduduki sebuah jabatan publik sebagai Walikota Surabaya.
Risma memang menunjukkan sifat-sifatnya sebagai seorang perempuan. Pertama, ia mudah menangis. Â Namun ia menangis bukan karena tidak punya gaun atau permata. Ia menangis menyaksikan kemaksiatan yang berlangsung di sekitarnya. Ia menagis melihat kesengsaraan rakyat jelata. Ia menangis karena takut tak bisa mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Tuhan jika ia melakukan kesalahan.
Kedua, Risma sangat cerewet dan judes. Ia tak segan-segan menegur anak buah yang lalai dalam menjalankan tugas, atau mendamprat oknum yang merugikan masyarakat. Â Bahkan ia berani mencabut izin suatu usaha yang tidak sesuai di depan orang banyak. Risma cerewet untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan benar.
Ketiga, Risma seorang yang teliti. Pada umumnya ketelitian adalah salah satu kelebihan perempuan. Ia memeriksa segala sesuatu dengan mendetail. Baik itu masih dalam bentuk proposal, perencanaan, hingga operasional selalu diawasi dan diperiksa dengan seksama. Sehingga Risma dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi.
Keempat, Risma adalah sosok yang sangat ulet. Seorang perempuan memang dituntut ulet supaya mampu bertahan dalam menghadapi cobaan hidup. Risma sangat ulet memperjuangkan kepentingan masyarakat, meski hal itu mengalahkan kepentingan diri dan keluarganya. Ia juga ulet berusaha menaikkan citra Surabaya sebagai sebuah kota besar yang tertata apik.
Kelima, Risma menyayangi keluarganya. Ia sangat tertekan dengan berbagai teror yang menimpa keluarganya. Anak-anaknya tak luput dari fitnah, begitu pula teror-teror yang lain. Namun ia telah mendidik anak-anaknya dengan baik agar menyadari resiko yang ditanggung ibunya sebagai seorang walikota yang berusaha menjalankan tugas dengan baik.
Keenam, Risma bertindak berdasarkan bisikan hati nurani. Perempuan yang sholeh memiliki naluri yang tajam yang dapat membantunya dalam menyelesaikan masalah. Kita mengenalnya sebagai instink, atau yang lebih tajam lagi adalah indra keenam. Risma memiliki indra keenam, dimana Tuhan menggerakkannya untuk membantu Risma menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemimpin.
Dalam wawancara Risma memang tampak rapuh. Berbagai tekanan dari pihak-pihak yang tidak menyukainya telah mengguncang pertahanan mentalnya. Karena itulah Rasulullah menganjurkan agar pemimpin lebih baik adalah laki-laki yang umumnya bermental lebih kuat. Namun di negeri ini terjadi krisis kepemimpinan. Selama pemimpin laki-laki yang baik belum ditemukan, maka perempuan seperti Risma adalah alternatif terbaik. Bravo  Risma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H