Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Rute Biker ke Situs Megalithikum Gunung Padang

8 Agustus 2014   13:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:04 2614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_351743" align="aligncenter" width="648" caption="situs megalithikum Gunung Padang, Cianjiur, Jawa Barat"][/caption]

Situs Megalithikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, semakin menarik untuk dikunjungi. Bukan hanya karena Presiden SBY telah meninjau tempat prasejarah ini tahun lalu. Situs yang menurut para arkeolog ini setara dengan Piramid di Mesir ini telah menimbulkan rasa  penasaran. Boleh dikatakan letaknya tidak begitu jauh dari Jakarta. Kalau situs ini sudah dipublikasikan sampai ke luar negeri, masa kita yang dekat tidak mau ke sana.

Sudah banyak para wisatawan dalam dan luar negeri yang berkunjung ke situs Gunung Padang, terutama orang-orang yang tertarik pada arkeologi dan sejarah. Bahkan beberapa travel biro telah menjadikan situs ini sebagai salah satu paket wisata. Tentu saja biayanya juga cukup lumayan.  Namun bagi yang senang berpetualang dan jalan-jalan sendiri, tentu lebih menyenangkan datang tanpa rombongan. Apalagi nyaris tidak ada angkutan umum yang menuju situs Gunung Padang. Nah, bagi yang mempunyai kendaraan motor, justru lebih praktis dan hemat sebagai biker ke situs tersebut. Kita butuh 3-4 jam untuk mencapai Gunung Padang, tergantung dari wilayah Jakarta sebelah mana kita berangkat.

Sebelum berangkat, jangan lupa isi bensin sampai full (sekitar Rp 20 000 saja). Selain itu, bawa perbekalan makanan dan minuman yang dimasukkan ke dalam tas ransel. Sebaiknya berangkat pada pagi hari selagi cuaca belum panas. Kita berpatokan dari Jakarta. Jalur yang harus diambil memang jalur Puncak. Karena itu jika menggunakan mobil akan memakan waktu yang lebih lama karena biasanya jalur tersebut macet di beberapa tempat. Sedangkan dengan menggunakan motor, bebas berkelit dan bisa melaju tanpa hambatan. Rute kita mulai dari Jakarta Timur, paling aman lewat jalan raya Bogor. Bisa saja melalui jalan setelah TMII dan lurus terus, tetapi ada kalanya harus berputar dan melewati banyak jalan rusak. sedangkan kondisi jalan raya Bogor lebih bagus dan mulus.

Menyusuri Jalan raya Bogor hanya agak padat dari Cililitan sampai PAL (pertigaan yang ke UI Depok). Kita terus saja melaju lurus tanpa henti sampai Cibinong. Dari perempatan Cibinong (ada jembatan layang) masih lurus lagi, melewati lampu merah PEMDA Bogor, sampai perempatan jalan baru. Nah di perempatan ini kita belok kiri ke arah sirkuit Sentul (tolong dibaca rambu penunjuk arah agar tidak salah). Setelah melewati kolong jalan tol Jagorawi, kita bertemu perempatan sirkuit Sentul, kita ambil belokan ke kanan. Kita memasuki jalan raya Babakan Madang.

Jalan Raya Babakan Madang ini agak menyulitkan karena hampir sepenuhnya berlubang. Kondisi jalan raya yang sangat rusak, lubang sebesar kubangan kerbau harus diterabas dengan hati-hati. Apalagi kalau sedang hujan, membuat banyak mobil dan motor terjebak. Mungkin karena danan perbaikan jalan telah dikorupsi (Bupati Bogor Ahmad Yasin telah ditangkap KPK). Kondisi agak lumayan setelah pertigaan dimana ada jalan ke Majelis Arifin Ilham. Kita belok kiri sampai bertemu dengan pasar dan kemudian ke kanan.

Perjalanan kita lanjutkan, jalan menembus sebuah perumahan dan lapangan golf (sekali lagi baca rambu penunjuk arah). Kalau ragu-ragu jangan malu untuk bertanya pada seseorang. Sampai kita tembus ke jalan raya Gadog. Jadi kita tidak perlu melewati Ciawi. Setelah itu kita melewati jalur biasa ke Puncak. Jika lelah bisa beristirahat di sekitar puncak untuk meluruskan punggung dan pinggang yang pegal. Kalau sudah segar kembali, kita lanjutkan perjalanan.

Bila Cipanas sudah terlewati, jalanan semakin enak karena semakin lengang. Kita terus melaju sampai memasuki wilayah Cianjur. Jika sudah bertemu dengan perempatan Tugu Cianjur, perhatikan arah baik-baik. Kalau ke kiri, kita akan menuju ke kota Cianjur. Namun kita ambil belokan ke kanan ke arah warung Kondang. Kita melewati pasar Warung Kondang yang cukup ramai, dan terus melaju sekitar 500 meter lagi. Setelah itu perhatikan rambu penunjuk arah, jangan sampai terlewat karena jalan masuk ke Gunung Padang tidak besar. Namun kita bisa melihat plang penunjuk arah yang agak tinggi terpampang bacaan situs Megalithikum Gunung Padang, yaitu belok ke kiri.

Di ujung jalan banyak tukang ojek, kalau tidak membawa motor sendiri, kita terpaksa naik ojek dengan biaya Rp 30 000 - Rp 50 000,-. Sebetulnya ada angkot juga sih, tapi jumlahnya sangat sedikit dan harus menunggu lama sekali. Kita terus saja ikuti jalan masuk itu, yang kira-kira sekitar 3 km. Nantinya kita juga bertemu dengan beberapa perempatan kecil, jika takut tersesat, jangan ragu bertanya pada penduduk setempat. Jalan masuk ini kondisinya  sebagian besar juga rusak parah. Siap-siap saja pantat jadi tepos. Semakin lama semakin menanjak, karena situs ini memang berada di atas bukit.

Setelah melewati kebun teh, maka tidak lama lagi kita sampai ke area situs Gunung Padang. Kalau mobil, harus berhenti di area parkir bawah, sedangkan motor masih bisa naik dan parkir di kaki bukit situs megalithikum ini. Maka itu lebih enak naik motor, soalnya jarak dari parkir mobil ke kaki bukit cukup lumayan, bisa capek duluan, terutama bagi kaum perempuan.  Nah sampailah kita pada tujuan, parkir motor dan istirahat sejenak. Di loket, kita membeli karcis masuk yang cuma seharga Rp 2000,- saja.

Menaiki tangga bukit menuju situs adalah persoalan tersendiri (catatan bagi perempuan). Ada dua tangga, satu adalah tangga asli dari batu alam yang terjal dan satu lagi adalah tangga buatan yang agak landai tetapi lebih jauh dan panjang. Saya memilih tangga batu yang asli dan bersusah payah naik (akibat kurang berolahraga). Untung sudah ada pegangan besi sehingga jika terlalu capek memanjat naik dengan berpegangan. Kaki ini cukup gemetar, apalagi bagi perempuan yang berbobot agak lebih he he. Nafas sudah putus-putus dan tulang-tulang mau rontok ketika mencapai atas bukit. Tapi itu terbayar dengan kesegaran udara dan pemandangan batu-batu menhir yang terserak memenuhi bukit.

Saya menikmati aliran udara ssegar dengan duduk besandar di bawah pohon besar yang sangat tua. akarnya saja sampai menyelimuti sebagian batu-batu menhir. Kita bisa menikmati bekal di sini, makan dan minum sepuasnya. Bagi yang ingin jajan, ternyata banyak pedagang asongan di sini. Ada yang jual kopi  dengan menenteng termos, ada yang jual makanan kecil seperti buah-buahan dan kacang yang dikemas dalam plastik. Jangan lupa buang sampah di tempatnya. Ada banyak tong atau keranjang sampah yang ditempatkan di area situs. Kebersihan harus selalu dijaga karena benda-benda arkeologi bisa rusak oleh sampah, terutama jika mengandung senyawa kimia. Namun ada saja orang-orang yang tidak berdisiplin dalam hal ini. Saya melihat ada satu keluarga yang membawa tikar dan makanan rantang lengkap. Mereka kena tegur para penjaga situs. Di situs ini tidak boleh makan bekal nasi sembarangan. ada satu tempat berbentuk panggung yang diperbolehkan untuk itu. Rupanya banyak orang yang menganggap bahwa situs ini adalah tempat piknik biasa dan tidak mengerti bahwa benda-benda arkelogi harus dijaga dengan cermat.

Beberapa jam menikmati situs Gunung Padang, termasuk mendengar penjelasan dari guide yang berseragam hitam-hitam. Kita bisa membayangkan bagaimana suasana orang-orang di jaman prasejarah yang menggelar pemujaan dengan batu-batu menhir. Ada yang tampak tertata seperti altar dalam tiga tahap. Diperkirakan bukit ini penuh dengan batu-batu menhir sehingga agak rentan jika dilakukan penggalian.

Puas mengelilingi situs megalithikum ini, maka waktunya kembali ke rumah.  Enaknya angin semilir disini membuat saya mengantuk dan tertidur ssejenak. Setelah matahari bergeser condong ke barat, maka saya turun dari bukit. Di belakang kantor pengelola ada sebuah mushola, kita bisa sholat di sana. Kemudian bersiap-siap untuk melakukan perjalanan kembali pulang. Di pom bensin Warung Kondang kita bisa isi bahan bakar.

Para bikers, dengan menggunakan motor biaya yang diperlukan hanya Rp 40 000,- untuk bensin bolak balik. Selebihnya adalah untuk membeli bekal makanan, atau bisa juga jajan di sekitar area situs. Banyak warung dengan harga murah. Jadi kalau kita pergi berdua dengan satu motor, uang yang kita keluarkan tidak lebih dari Rp 100 000,- saja. Bandingkan jika kita harus menggunakan mobil, angkutan umum, atau travel.  Paling enak, jalan ke sana di luar week end agar tidak kena macet dan situs itu juga tidak terlalu dipadati pengunjung.Siapa yang mau mencoba?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun