Mohon tunggu...
Mas Bejo
Mas Bejo Mohon Tunggu... -

Orang yang senang dengan perihal yang dapat menggugah jiwa | Aktif di - http://www.kulionline.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Berorganisasi Jadilah Mahasiswa BK - Kuliah Bebas 2

10 September 2013   18:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:05 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini aku berharap bertemu seseorang yang sangat sepesial, seseorang yang kemarin berhasil membuatku kagum. Aku kagum bukan karena nasehat-nasehat yang dia berikan, tapi… entahlah apa yang jelas aku very-very like dekat dengannya.

“Hai, Mila mau kemana?” terdengar suara cukup dekat yang sedikit mengejutkanku. Oh, ternyata sapaan itu berasal dari kak Muhtar, yang tidak aku perhatikan, ternyata dia berjalan dekat denganku. “Ada deh kak” jawabku, “bagaimana kuliahnya?” tanya kak Muhtar lagi, seolah ingin tahu bagaimana kesan diawal perkuliahanku, “ya, biasa aja kak” sahutku sekenanya, maklum aku sedang tidak mau bicara panjang lebar, sebab hari ini semangatku hanyalah ingin bertemu dan ngobrol sama seseorang yang aku kagumi.

Aku pun terus berjalan pergi meninggalkan kak Muhtar, menuju tempat-tempat yang biasa dijadikan tongkrongan mahasiswa-mahasiswa yang aktif berorganisasi. Sambil berjalan aku ingat kembali siasat yang semalam aku buat agar misiku tidak diketahui oleh orang lain, termasuk dia yang aku kagumi.

Oh…ternyata, apa yang menjadi inginku hari ini tidak dapat terpenuhi, sudah aku cari di tempat-tempat yang mungkin dia berada, namun ternyata ianya tidak ada. Huh…sudah aku kerahkan semua muslihatku, ternyata target tidak ditemukan, jadi sia-sia dech, aku pun mengerutu. Ah tidak apalah hari ini aku tidak menemukannya tapikan masih ada hari esok untuk menaklukkannya, harapku tetap semangat.

Setelah aku pastikan bahwa yang aku cari memang tidak ada, aku pun memutuskan untuk pulang, karena memang agendaku ke kampus hanya untuk bertemu dan ngobrol yang manfaat untuk masa depan, dari pada gak ada kerjaan di rumah, begitu niatku tadi.

Dalam perjalananku ketempat aku parkir motor, tepatnya ketika aku berada di depan perpus aku bertemu dengan Sri dan Nadia yang baru saja selesai pinjam buku, aku perhatikan buku-buku yang dibawanya tentang bahasa arab, hehe… pasti ini untuk tugas makalah bahasa arab kemarin, pikirku. Kebetulan Sri juga mahasiswa baru dan ambil jurusan yang sama seperti aku. Kemudian aku, Sri, dan Nadia bersama-sama menuju tempat parkir motor, dia pun sudah gak ada urusan lain di kampus, jadi mau langsung pulang katanya.

Dari kejauhan aku melihat sosok yang tidak asing lagi bagiku, sosok dengan gaya rambut berdiri lurus dan badan gemuk berisi, pasti kak Ali tuh, rasaku dengan penuh keyakinan. Eh, ternyata kak Ali gak sendirian, ada kak Muhtar yang tadi tidak terlihat olehku karena terhalang besarnya badan kak Ali.

“Gimana sudah ketemu yang dicari?” tanya kak Muhtar. “Engak ketemu kak?” jawabku. “Kamu cari bukukah, buku apa?” kak Muhtar mencoba cari tahu, sepertinya dia ingin sekali memberikan pertolongan padaku. “Bukan kak, aku lagi pengen ketemu sama seseorang aja, ada yang mau aku tanyakan” jawabku. “Apa sih yang mau ditanyakan, siapa tahu kita bisa jawab,” kak Ali memancingku. Emang sih aku yakin kalau kak Ali sama kak Muhtar pasti punya jawaban untuk pertanyaanku. Tapi kalau aku sampaikan sekarang sama mereka, aku bakal cari lagi dong alasan untuk si dia.

“Gak penting kok kak, gak usah aja dibahas,” kataku mengelak. “Ya sudah kalau gitu, siplah” ujar kak Muhtar.

“Li, anak-anak baru ini diajak ke sekretariat biar tahu organisasi,” printah kak Muhtar. “Jelaslah, kemarin Mila juga sudah ke sekret, Sri sama Nahdia juga sering kesana. Kemarin kita lama di sana ngobrol panjang lebar tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi, ya kan Mil?” tanya kak Ali padaku. Belum sempat aku menjawab pertanyaan kak Ali, kak Muhtar langsung berucap, “oh iyakah, ya gitu, kalau kesana ajak-ajak teman yang lain juga ya. Biar kita sama-sama belajar, sharing pengetahuan, dan banyak hal lainnya, jadi jangan hannya kumpul-kumpul pacaran aja yang dibesar-besarkan tetapi juga pencerdasan, gitu,” kata kak Muhtar, sepertinya dia tahu apa yang ada di hatiku, dan mencoba mengingatkanku agar tidak terlarut di dalamnya. “Ia kak,” jawabku sambil aku angkat bibir manisku dan melamparkan senyum sipuku.

“Kemarin itu kak, kata kak Nashir kalau mau jadi mahasiswa sukses itu harus mengetahui performa style kemahasiswaan kita? Sedangkan untuk mengetahui performa itu perangkat atau alat yang tepat adalah organisasi, katanya?” tanyaku pada kak Muhtar.

“Sebentar-sebentar, kalau boleh tau apa sih itu style mahasiswa?” tanya kak Muchtar. “Itu lho Tar, kemarin Nashir memberikan istilah bahwa Tri Dharma Perguruan Tinggi itu bisa juga diistilahkan dengan style mahasiswa.” Jawab kak Ali.
“Wah-wah, cerdas sekali Nashir memberikan istilah, istilah yang elegan” ucap kak Muhtar memuji.

“Ya ya, saya paham dengan apa yang dikatakan Nashir. Memang benar bahwa organisasi itu memang alat yang tepat untuk mengetahui performa style kemahasiswaan kita, kenapa? Tapi sebelumnya saya akan memberikan analogi seperti ini, misalnya ada anak usia 1 sampai 1 ½ tahun sudah bisa berjalan, maka kita akan mengatakan bahwa anak tersebut tumbuh normal. Kemudian ada anak yang usianya 5 tahun tapi belum bisa berjalan maka kita akan mengatakan anak tersebut BK –berkebutuhan khusus-, begitu pula dengan pertumbuhan mentalnya, benar tidak?” tanya kak Muhtar setelah memberikan penjelasan panjang lebar. Kepala kami pun hanya mengangguk-angguk saja, memberikan tanda bahwa analogi yang disampaikan dapat kami terima.

“Itu tafsirku terhadap apa yang dikatakan oleh Doktor Iskandar dalam bukunya Psikologi Pendidikan, dia mengatakan bahwa konsep perkembangan itu saling ketergantungan antara fisik dan psikis secara harmonis, begitu katanya. Nah kalau antara fisik dan psikis tidak berjalan dengan harmonis, maka jelas dia berkebutuhan khusus atau tidak normal,” jelas kak Muhtar. Kali ini kami pun hanya menganggukkan kepala saja.

“Oh itu istilahnya kurang se-ONS Tar, hahaha…” celetuk kak Ali, diiringan tawanya dan tawa kak Muhtar. “Maksudnya apa kak?” tanyaku penasaran. “Ah biar kami saja yang tahu,” kata kak Ali.

Kak Muhtar sepertinya akan bicara, dia lemparkan pandangan serius pada kami, “sekarang kita tarik kembali pada kondisi mahasiswa, dikatakan sebagai mahasiswa berarti dia sudah harus siap mengemban 3 kompetensi. Memang terkadang ada diantara mahasiswa yang telah memiliki kompetensi tersebut tanpa harus berorganisasi.”

“Kata pak kiyai itu ilmu laduni, tanpa harus susah payah belajar langsung bisa,” kak Ali menggambarkan mahasiswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata tersebut.
“Tetapi tidak sedikit mahasiswa yang harus melalui prosess trial and error terlebih dahulu untuk bisa mencapai kompetensi tersebut,” lanjut kak Muhtar. “Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah cukup trial and error itu dilaksanakan pada prosess perkuliahan? Berdasarkan yang saya ketahui perihal itu sangat jauh sekali dari cukup.”

Dari raut wajah Sri aku melihat ada kebingungan yang sangat mendalam, sepertinya dia kurang memahami alur pembicaraan, ah ternyata benar ada pertanyaan yang ia ajukan “terus kompetensi itu gunanya untuk apa kak?” katanya.

“Apakah kita mau disebut sebagai mahasiswa kurang se-ONS? Katanya itelektual, eh ternyata gak mampu menyampaikan ide dan gagasan dalam bentuk verbal maupun tulisan, disuruh mimpin team katanya gak berpengalaman, dan lain-lain deh.” Kata kak Ali ikut menjelaskan.

“Oleh itu, tidak sembarang para professor, praktisi, dan para ahli dalam merumuskan style mahasiswa, kalau boleh saya pakai istilahnya Nashir.” Ujar kak Muhtar sambil menatap mataku seolah meyakinkan, bahwa kalau bukan termasuk mahasiswa yang diberi kelebihan maka organisasi adalah tempat yang tepat untuk menguji dan meningkatkan 3 kompetensi yang dia maksud. “Mereka sudah mengkajinya secara mendalam mengenai hal itu, agar kita tidak diberi predikat kurang se-ONS oleh masyarakat, makanya mahasiswa harus menggunakan stylenya” lanjutnya.

Truth tut… truth tut… truth tut… truth tut… “walah hp black senter-mu bunyi Tar!,” seru kak Ali. Kami semua tersenyum, dalam hatiku mengaku salut, masih ada ya di era modern seperti ini yang menerapkan gaya hidup sederhana. “Halo pak, ia hari ini sampean ada jadwal di kelas A3,” jawab kak Muhtar sambil melambaikan tangan pada kami, tanda izin meninggalkan kami. Sementara kami pun dengan sendirinya menyudahi obrolan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun