Mohon tunggu...
Empi Muslion
Empi Muslion Mohon Tunggu... Administrasi - pengembara berhenti dimana tiba

Alang Babega... sahaya yang selalu belajar dan mencoba merangkai kata... bisa dihubungi : empimuslion_jb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Surat untuk Pak Presiden Terkait Peta Jalan Reformasi Birokrasi

20 November 2019   08:03 Diperbarui: 21 November 2019   12:00 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Rapat Aplikasi SIKAD, dokpri

Bagian 2 : Teguran Keras Presiden

Kembali Presiden Jokowi menjewer aparat penyelenggaraan pemerintahan yang bernaung dalam mesin birokrasi Indonesia.

Presiden Jokowi mempersoalkan mental koruptif dan budaya kerja lamban aparatur Negara baik di pusat maupun di daerah, Mental tersebut telah merugikan rakyat sekaligus menggembosi potensi maju bangsa.

Presiden mengingatkan semua aparatur Negara agar memahami sekaligus mendukung agenda strategis bangsa lima tahun ke depan. Selama ini, menurut Presiden, hambatan utama untuk melaksanakan agenda strategis bangsa justru berada di kalangan aparatur negara sendiri, termasuk aparatur di daerah.

Saat ini, menurut Presiden, banyak aturan dan ruwetnya perizinan. Ini kontraproduktif dengan kebutuhan masa kini yang mensyaratkan fleksibilitas dan kecepatan kerja aparatur negara. Indonesia dinilai memiliki terlalu banyak aturan, padahal sebenarnya yang harus dijaga adalah kepastian hukum.

Hal ini disampaikan Presiden Jokowi saat memberikan arahan kepada 2.693 pejabat daerah pada Rapat koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah di Bogor, Jawa Barat, rabu (13/11/2019). Yakni para gubernur, bupati, walikota, sekretaris daerah, pimpinan DPRD, serta pimpinan lembaga vertikal ditingkat propinsi, kabupaten dan kota dari kejaksaan, TNI, kepolisian, dan pengadilan.

Presiden sangat berharap reformasi birokrasi dan perubahan paradigma secara besar-besaran menjadi keniscayaan dan segera dilaksanakan.

Setelah menonton berita ini di televisi, saya langsung berdiri dan memberikan standing ovation buat Pak Presiden, mata saya berkaca kaca senang bukan kepalang, ini yang saya tunggu tunggu keluar dari mulut seorang Presiden sejak saya menjadi PNS. Saya sangat senang dengan kalimat beliau yang tidak tendeng aling-aling, langsung, tegas dan mengena.

Saya seolah merasakan apa yang berkecamuk dalam dada Presiden, saya memahami apa yang beliau alami selama ini dari pelayanan yang diberikan oleh birokrasi, kualitas birokrasi Indonesia, karena beliaulah yang sehari hari mengawal, melihat dan merasakan semua penyelenggaraan pemerintahan ini baik di pusat maupun di daerah.

Apa yang dikeluhkan dan digregetkan oleh Presiden secara tidak langsung menyiratkan kepada kita bersama bangsa ini, bahwa apa yang beliau ingin raih, percepatan pencapaian visi dan misinya, impian besarnya akan negara ini justru banyak terganggu dan terhalang jalannya oleh birokrasi yang beliau pimpin sendiri.

Ini adalah teguran keras dari seorang Presiden, para aparatur negara Indonesia tidak seharusnya lagi melihat kontek dan pesan yang disampaikan oleh Presiden hanya sebagai sebuah kata-kata sambutan atau basa-basi dalam sebuah seremonial rakornas, ini adalah serius dan urgent.

Teguran ini tidak hanya bisa dijawab dengan sebatas surat edaran atau himbauan dari kementerian atau lembaga pemerintah lainnya, atau menyerahkan kepada masing masing kementerian atau lembaga negara lainnya untuk menyelesaikannya.

Karena itu, bagi semua aparatur birokrasi baik yang berada di eksekutif, legislatif dan yudikatif secepatnyalah sadar, berbenah dan menyingkirkan jauh-jauh pola usang yang tidak lagi sesuai dengan zaman sekarang, buanglah zona kemapanan dan kenyamanan yang selama ini menjadi budaya yang tak tergantikan.

Reformasi Birokrasi

Selama ini memang sudah menggema reformasi birokrasi yang dituangkan adalam 8 area perubahan yang terdiri dari: (1) Manajemen Perubahan; (2) Penataan Peraturan Perundang-undangan; (3) Penataan dan Penguatan Organisasi; (4) Penataan Tata Laksana; (5) Penataan Sistem Manajemen SDM; (6) Penguatan Akuntabilitas Kinerja; (7) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik; (8) Penguatan Pengawasan.

Namun yang saya lihat, yang saya alami, roadmap reformasi birokrasi ini hanya menjadi agenda program kegiatan dalam setiap lembaga birokrasi yang ada di Indonesia, filosofi dan esensi utamanyanya berubah menjadi tugas rutin untuk pengungkit indek kuantitatif.

Agenda reformasi birokrasi belum dimaknai mengangkat total penyakit besar birokrasi. Belum mereformasi struktur, culture, regulasi, manajemen yang banyak saling selang sengkarut baik di internal masing-masing lembaga birokrasi itu sendiri maupun antar unit/lembaga. Walaupun unsur itu ada namun hanya sebatas normatif dan tekhnis administratif, belum mereformasi secara fundamental.

Sebagai contoh alur dari sebuah perencanaan program kegiatan, penganggaran, implementasi program, pertanggungjawaban, pengawasan, evaluasi, sampai sekarang hanya indah didengarkan dalam acara sosialisasi, namun dalam tataran praktek pelaksanaannya jauh panggang dari api dan didalam birokrasi itu sendiri jauh dari azas efektifitas dan efisien yang selalu didengungkan.

Begitupun dalam harmonisasi antara kegiatan dengan penganggaran, sistem penganggaran dan pertanggungjawaban kita aturan sangat rumit sekali, termasuk sistem pengadaan barang dan jasa yang begitu ribetnya, sehingga hari-hari aparat birokrasi habis untuk menyelesaikan hal administratif ini.

Kita memahami ini adalah wujud dari ketidakpercayaan terhadap birokasi yang dianggap koruptif, namun masalahnya aturan yang dibuat bukan mengefektifkan tetapi memperumit. Karena itulah banyak aparatur birokrasi yang menghindar dan mundur dari tugas yang dipercayakan kepadanya, kita akui banyak aparatur yang koruptif, tetapi banyak juga aparatur yang terjerat karena aturannya yang tumpang tindih dan berbelit belit.

Saya sangat setuju sekali dengan harapan dan pola pikir Presiden, beliau memahami akar penyakit birokrasi yakni birokrasi Indonesia yang suka membuat aturan. Dan aturan itu sendiri yang terjadi kadangkala saling mempersulit antar kebijakan dan antar institusi, semua instusi membuat aturan sendiri, dan aturan itu mengikat ke instutusi lainnya. Setiap unit organisasi terjebak pada ego birokrasinya sendiri.

Saat ini, pola pikir ini tidaklah zamannya lagi, saat ini pola jejaring dan maju bersama mencari solusi dan untuk kebaikan bersama adalah eranya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun