Teguran ini tidak hanya bisa dijawab dengan sebatas surat edaran atau himbauan dari kementerian atau lembaga pemerintah lainnya, atau menyerahkan kepada masing masing kementerian atau lembaga negara lainnya untuk menyelesaikannya.
Karena itu, bagi semua aparatur birokrasi baik yang berada di eksekutif, legislatif dan yudikatif secepatnyalah sadar, berbenah dan menyingkirkan jauh-jauh pola usang yang tidak lagi sesuai dengan zaman sekarang, buanglah zona kemapanan dan kenyamanan yang selama ini menjadi budaya yang tak tergantikan.
Reformasi Birokrasi
Selama ini memang sudah menggema reformasi birokrasi yang dituangkan adalam 8 area perubahan yang terdiri dari: (1) Manajemen Perubahan; (2) Penataan Peraturan Perundang-undangan; (3) Penataan dan Penguatan Organisasi; (4) Penataan Tata Laksana; (5) Penataan Sistem Manajemen SDM; (6) Penguatan Akuntabilitas Kinerja; (7) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik; (8) Penguatan Pengawasan.
Namun yang saya lihat, yang saya alami, roadmap reformasi birokrasi ini hanya menjadi agenda program kegiatan dalam setiap lembaga birokrasi yang ada di Indonesia, filosofi dan esensi utamanyanya berubah menjadi tugas rutin untuk pengungkit indek kuantitatif.
Agenda reformasi birokrasi belum dimaknai mengangkat total penyakit besar birokrasi. Belum mereformasi struktur, culture, regulasi, manajemen yang banyak saling selang sengkarut baik di internal masing-masing lembaga birokrasi itu sendiri maupun antar unit/lembaga. Walaupun unsur itu ada namun hanya sebatas normatif dan tekhnis administratif, belum mereformasi secara fundamental.
Sebagai contoh alur dari sebuah perencanaan program kegiatan, penganggaran, implementasi program, pertanggungjawaban, pengawasan, evaluasi, sampai sekarang hanya indah didengarkan dalam acara sosialisasi, namun dalam tataran praktek pelaksanaannya jauh panggang dari api dan didalam birokrasi itu sendiri jauh dari azas efektifitas dan efisien yang selalu didengungkan.
Begitupun dalam harmonisasi antara kegiatan dengan penganggaran, sistem penganggaran dan pertanggungjawaban kita aturan sangat rumit sekali, termasuk sistem pengadaan barang dan jasa yang begitu ribetnya, sehingga hari-hari aparat birokrasi habis untuk menyelesaikan hal administratif ini.
Kita memahami ini adalah wujud dari ketidakpercayaan terhadap birokasi yang dianggap koruptif, namun masalahnya aturan yang dibuat bukan mengefektifkan tetapi memperumit. Karena itulah banyak aparatur birokrasi yang menghindar dan mundur dari tugas yang dipercayakan kepadanya, kita akui banyak aparatur yang koruptif, tetapi banyak juga aparatur yang terjerat karena aturannya yang tumpang tindih dan berbelit belit.
Saya sangat setuju sekali dengan harapan dan pola pikir Presiden, beliau memahami akar penyakit birokrasi yakni birokrasi Indonesia yang suka membuat aturan. Dan aturan itu sendiri yang terjadi kadangkala saling mempersulit antar kebijakan dan antar institusi, semua instusi membuat aturan sendiri, dan aturan itu mengikat ke instutusi lainnya. Setiap unit organisasi terjebak pada ego birokrasinya sendiri.
Saat ini, pola pikir ini tidaklah zamannya lagi, saat ini pola jejaring dan maju bersama mencari solusi dan untuk kebaikan bersama adalah eranya.