Sebungkus Indomie Tak Sanggup Kubawa Pulang (Part 1)
Februari 2004, detik-detik menunggu hari kelahiran anakku yang ketiga, terjadi gempa bumi beruntun di Sumatera Barat.
Pertama tanggal 16 Februari 2004, gempa bumi kuat dengan magnitudo 5,6 skala Richter, pusat gempa di Desa Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
Getaran gempabumi ini dirasakan di sebagian besar daerah Sumatera Barat, kekuatannya hingga pada VI MMI (Modified Mercalli Intensity) yang menimbulkan korban meninggal dunia dan meluluhlantakkan ratusan bangunan rumah di Kabupaten Tanah Datar.
Enam hari kemudian, tepatnya pada 22 Februari 2004, gempa bumi yang lebih besar kembali mengguncang Sumatera Barat dengan magnitudo 6 skala Richter.
Gempa bumi ini mengakibatkan beberapa orang kembali meninggal dunia dan beberapa orang luka parah serta ratusan rumah rusak berat, termasuk di wilayah kecamatanku tempat bertugas.
Aku bertugas di Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat, tetangga dari Kecamatan Batipuh yang menjadi daerah pusat gempa. Saat itu aku diamanahi sebagai Sekretaris Kecamatan.
Kecamatan Pariangan menjadi tempat tersendiri dalam perjalanan tugas dan hidupku, lulus dari STPDN tahun 1998, tiga bulan setelah masa orientasi dan pembekalan di instansi Kabupaten aku langsung diberi amanah memegang jabatan Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Pariangan. Aku tinggal dirumah Bapak Syafran Tamsa orang kampungku, orangnya baik sekali, sekarang menjadi Wali Nagari IV Koto Mudiak di Batang Kapas.
Tidak beberapa bulan aku disini, kembali aku ditarik ke Kantor Bupati menjadi Ajudan Bupati yang saat itu dijabat oleh Alm. Bapak Masdar Saisa, kemudian diangkat sebagai Kasubag pada Bagian Tata Pemerintahan.
Tahun 2002 setelah kembali dari pendidikan di STIA LAN Jakarta, aku juga kembali ditempatkan di Kecamatan Pariangan, Camatnya Pak Novrianto CH kemudian digantikan oleh Pak Faisal A, aku kembali sebagai Kepala Seksi Pemerintahan kemudian Sekretaris Kecamatan sampai akhir tahun 2004. Saat itu Bupatinya Bapak Masriadi Martunus.
Seteleh itu aku kembali berpetualangan menuntut ilmu, joint research di Bappenas, ikut pelatihan bahasa Inggris dan bahasa Perancis di Jakarta, aku satu kelas dengan Mbak Siti Atikoh istrinya Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo, kami banyak ditraktir dan difasilitasi jalan jalan waktu itu. Aku bolak balik Jakarta-Batusangkar, semua ini tidak lepas dari semangat dan support Pak Masriadi.