Aku tidak ingin melihat semua ini
Aku tidak ingin menyakiti sejauh ini
Aku tidak ingin menggetarkan Hati
Aku tidak ingin Memutus Nafas sejati
Manusia ingatlah jati diri
Sejatinya tentang asal muasal diri
Bukan hanya tanah yang didalam diri
Melainkan Hawa , api , air dan angin melengkapi
Ibarat Tubuh yang kalian diami
Aku pun sama halnya menyerupai
Tanah adalah Kulit dalam diri
Dan Rerumputan adalah pelindung pori pori
Sejuta Pepohonan adalah Paru paru sejati
Merapi dan lainnya adalah Nafsu Emosi
Angin Sejuk menandakan Nafasku ini
Samudera Luas adalah darah Ku ini
Mata manusia begitulah sempurna
Sayang seribu sayang hanya di gunakan sebelah saja
Tangan tangan nan Rakus kian menentang Semesta
Hingga sang Alam kembali Murka
Mataku Mentari yang menghangatkan Tubuhmu
Dan Rembulan yang menerangi Malam Malammu
Tangisku rintik Hujan yang Menghidupi Hari harimu
Hawaku semilir Angin yang menyambung Nafasmu
Tapi kenapa Kalian semua Melukaiku
Menodai tubuh menyayat Kulitku
Merusak organ pernafasanku
Hingga darahku menenggelamkan Seluruh jiwamu
Emosiku kini kian memuncak
Hingga Goncanglah seluruh jagatraya dibalik awak
Memanaslah darah dalam tubuh ini
Sehingga bergoyanglah dan terhempas kemurkaan diri
Temuilah wahai anak manusia kini
Mahkotanya di tepi penantian sejati
Perjalanan Dirinya yang kian dekat terlengkapi
Sang pembangun nafas di akhir tragedi ini
Sy 7/6/21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H