Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

In Memoriam, Perginya Sang Begawan Teknologi dan Demokrasi Indonesia

12 September 2019   10:50 Diperbarui: 12 September 2019   16:48 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.sulselsatu.com

Innalillahi wainnaillaihi rajiun

Indonesia kembali berduka dan berkabung Nasional. Negeri ini kembali kehilangan salah seorang putra terbaik bangsa yang wafat pada Rabu, 11 September 2019 tepat pukul 18.05 WIB di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

Seseorang yang selama hidupnya telah mendharmabaktikan seluruh kemampuan dan karya terbaiknya bagi perjalanan bangsa ini. Tidak hanya di bidang teknologi pada umumnya, dan teknologi kedirgantaraan khususnya, tapi juga memberikan sumbangsih yang tak terkira bagi perkembangan iklim politik dan demokrasi Indonesia. 

Beliau tidak hanya dikenal sebagai Bapak Teknologi Indonesia, tapi juga sekaligus mendapat predikat sebagai Bapak Demokrasi Indonesia dan ilmuwan dunia. 

Seperti testimoni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Prof. Muhadjir Effendy, bahwa "di samping sebagai negarawan, reputasi beliau sebagai teknologiwan dan ilmuwan diakui dunia dan telah menginspirasi jutaan orang," (sumber). Beliau adalah Prof. Dr. Ing. Bachruddin Jusuf Habibie. Mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Mantan Wakil Presiden, dan juga Mantan Presiden ke-3 RI.

Tidak banyak di dunia ini, di negara manapun ada tokoh yang mempunyai karier sesempurna beliau. Berbagai kelebihan tersebut hingga beliau menghembuskan nafar terakhir, dan entah berapa tahun dan dekade lagi, seakan tidak dapat tergantikan.  

Harus diakui bahwa tidak banyak anak bangsa dari negeri khatulistiwa ini memiliki kemampuan dan keahlian separipurna beliau. Meski beliau pernah berpesan dan berharap, agar setelah beliau ada generasi yang dapat menghasilkan karya yang melebihi dirinya (sumber).

Bacharuddin Jusuf Habibie, yang lebih dikenal sebagai B. J. Habibie meninggal dunia di usia 83 tahun. Lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936, pria keturunan Gorontalo itu meninggal dunia dalam usia 83 tahun 3 bulan, tepatnya hari Rabu, 11 Sepetmber 2019 pukul 18.05 WIB. Kegagalan kerja jantung sebagai akibat dari degeneratif karena usia, membuat beliau harus menyerah dan kembali ke pangkuan Sang Pemberi Hidup, Allah SWT.

Seperti disampaikan oleh anak bungsu (anak ke-2) beliau, Thareq Kemal Habibie, ayahnya Prof. B. J. Habibie wafat karena gagal jantung. Dan memang secara historis menurut Thareq, ayahnya memiliki riwayat penyakit jantung.

Sejak diberitakan sakit hingga wafat, banyak tokoh dari berbagai latar belakang menyambangi RSPAD untuk menjenguk dan melayat dan mendoakan almarhum. Tidak kurang dari Presiden RI ke-7, Joko Widodo, menyambangi dan bahkan sudah berada di RSPAD sesaat menjelang almarhum menghembuskan nafas terakhir.

Sebenarnya tujuan Presiden Jokowi datang untuk menjenguk dan sekaligus ingin melihat dan mengetahui kesehatan dan perkembangan penanganan kesehatan oleh tim dokter. Tapi sayang, sesaat setelah Jokowi tiba di RSPAD, sebelum Presiden sampai di ruang perawatan, almarhum sudah menghembuskan nafas terakhir di hadapan kedua putranya dan keluarga besar lainnya.

Jokowi mengenang Prof. B. J. Habibie sebagai seorang sosok negarawan yang layak menjadi suri tauladan. Menurut Jokowi, "Jadi, saya kira beliau adalah seorang negarawan yang patut kita jadikan contoh dan suri tauladan di kehidupan," (sumber).

B. J. Habibie untuk pertama kali ditunjuk dan diangkat menjadi Menristek pada tahun 1978 oleh Mantan Presiden Soeharto setelah sebelumnya kembali ke tanah air atas permintaan Presiden Soeharto. Sebelum ditunjuk dan diangkat menjadi Menristek, B. J. Habibie mengembangkan kariernya di Jerman tepatnya di perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, yakni Messerschmitt Bolkow Blohm (sumber).

Mendengar salah seorang anak bangsa yang memiliki potensi luar biasa di luar negeri, Presiden Soeharto, kemudian berinisiatif memanggil pulang Habibie. Maka pada tahun 1973 Habibie pun kembali ke tanah air atas permintaan Presiden Soeharto dan langsung diberi kepercayaan menjadi Menristek.

Sejak ditunjuk dan menjabat sebagai Menristek, beliau langsung membuat gebrakan untuk mewujudkan mimpinya menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara maju. Bagi Habibie negara ini harus membuat lompatan-lompatan besar untuk membuktikan potensinya agar dapat diperhitungkan di kancah dunia Internasional. Dan semua itu harus berbasis riset dan teknologi.

Gagasan besar Habibie yang ingin menjadi Indonesia sebagai sebuah negeri yang dapat dibanggakan di bidang teknologi itu dirumuskan dalam sebuah tulisan ilmiah yang bertajuk "Sophisticated Technologies: Taking Toot in Developing Countries" yang terhimpun dalam International Journal of Technology Management (1990).

Menurut Habibie, bahwa bangsa ini harus melakukan lompatan-lompatan besar dalam "Visi Indonesia" yang bertumpu kepada riset dan teknologi. Bagi B. J. Habibie, Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara industri jika mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (sumber).

B. J. Habibie, mencapai puncak karier politik ketika pada 1998 terjadi "gejolak" politik yang membuat Soeharto harus lengser ke prabon. Dengan Lengsernya Soeharto membuka jalan bagi bagi B.J.Habibie untuk mencapai puncak karier di bidang politik, meraih tampuk kekuasaan sebagai Presiden RI. Karena secara otomatis dengan mundurnya Soeharto  maka kekuasaan sebagai Presiden beralih ke pundak B. J. Habibie, yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI.

Sejak menerima mandat sebagai Presiden ke-3 menggantikan Soeharto, beliau menerima warisan permasalahan bangsa yang sungguh luar biasa. Terutama masalah krisis ekonomi, yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Tapi dengan kepiwaiannya, beliau mampu menurunkan gap nilai tukar rupiah terhadap dollar, dari Rp. 16.800,- ke angka Rp. Rp. 7.000,- Rp.8.000,- di akhir pemerintahannya.

Sayangnya, kepiawaian beliau dalam menangani masalah moneter sungguh tidak berbanding lurus dengan apresiasi yang harus beliau terima dari bidang politik. Terutama menjelang pemilihan Presiden pascapemilu tahun 1999. Beleidnya untuk memberi kesempatan kepada rakyat Timor Timur (sekarang Timor Leste) untuk menentukan sikap melalui referendum, menjadi bumerang dan berakibat buruk terhadap karier politiknya lebih lanjut.

Terbukti kemudian, pada sidang umum MPR tahun 1999, pertanggungjawabannya sebagai mandataris ditolak MPR, sehingga membuat beliau harus menutup harapannya berlaga dalam pemilihan Presiden periode berikutnya, 1999-2004.

Beliau mundur dari pencalonan menjadi Presiden, meski masih banyak fraksi yang menginginkan agar beliau tetap maju bertarung. Karena beliau sangat menjunjung tinggi etika politik, maka dengan jiwa besar beliau menolak untuk tetap dicalonkan.

Di sinilah kita dapat melihat dan menarik pembelajaran yang sangat berharga agar tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur sebagai sebuah pertanggungjawaban moral. Tidak bersikap mentang-mentang, aji mumpung, mumpung ada kesempatan,  bahwa tidak seharusnya menutup mata atas kenyataan yang ada, tetap menerima tawaran yang sangat terbuka sepanjang masih ada kesempatan.

Beliau bukan tipikal orang yang oportunistik, selagi masih ada kesempatan harus digasak. Sebuah pembelajaran moral yang sangat jarang kita temukan pada kondisi politik kita kekinian.

Semoga karya dan amal bhakti beliau senantiasa menjadi suri tauladan bagi kita, agar dapat memberikan yang terbaik buat negeri besar nan permai ini. Nilai-nilai luhur yang telah ditorehkan dalam perjalanan bangsa ini tetap menjadi warisan yang sangat berharga bagi generasi-generasi selanjutnya.

Selamat jalan Bapak Teknologi dan Demokrasi Indonesia, Mantan Menristek, Mantan Wakil Presiden ke-7, dan Mantan Presiden ke-3 RI, Bapak Prof. Dr. B. J. Habibie. Karyamu akan tetap abadi!

Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihii wa'fu anhu  

Makassar, 12/9/2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun