Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gurita Politik Curiga

18 Februari 2018   13:05 Diperbarui: 28 Maret 2018   08:11 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sbr gbr: https://nalarpolitik.com/

Semua itu dilakukan dengan langgam yang sama, dirasionalisasi sedemikian rupa hanya karena ingin melakukan pembusukan terhadap rejim yang sedang berkuasa saat ini. Bahkan saking bersemangat dan sangat niat, sehingga orang terdidik pun nyaris menjadi tidak waras. Stigma yang hendak dibentuk melalui penggiringan opini itu adalah bahwa Jokowi memang tidak kredibel, tidak ramah terhadap umat beragama, terutama Islam. Pemerintahan Jokowi dinilai sebagai sangat tidak bersahabat dan membenci umat Islam. Bahwa dalam keyakinan mereka, rejim Jokowi sedang melakukan upaya secara TSM untuk meminggirkan peran umat Islam sebagai warga Negara mayoritas di negeri ini. Apalagi jauh sebelumnya, Jokowi sudah diasosiasikan dan dipersonifikasi sebagai orang yang agamanya tidak jelas, keturunan PKI, antek asing, aseng, dan asong.

Tentang asing, aseng, dan asong, jika kita mencoba menelusuri ke belakang, maka sebenarnya jauh sebelum kontestasi resmi kompetisi memperebutkan tahta RI-1, seseorang yang karena hak dan tanggung jawab (baca kewajiban) sebagai warga Negara sehingga terpanggil ingin mengabdikan diri demi membangun kebesaran nusa dan bangsanya, malah dengan sinis dicibir.

Saya pun memutuskan untuk memilih calon pemimpin yang dapat memberikan rasa bangga melalui karya nyata dan dedikasi tak berbilang pamrih. Bukan hanya menjual slogan murahan, sinisme berbalut retorika semu, apalagi calon pemimpin  nir-visi.  

Dinamika politik itu kemudian terus bergulir sampai hari ini. Intrik politik yang dibalut dengan rumor, gossip, hoaks, dan fitnah diproduksi hingga menggema dan menghiasi  permukaan angkasa di negeri besar nan permai dengan latar keberagaman yang indah ini, bahkan menjelang, hingga pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Presiden 2019.

Di tengah kondisi bathin yang gagal move on ternyata permainan kata terus menerus diproduksi tanpa henti. Semua itu dilatari kecurigaan tanpa fakta otentik yang dapat diverifikasi dan dibuktikan. Pada batas tertentu, hal itu hanya memberi kenyamanan dan kebahagiaan semu dalam alam bawah sadar semata.

Wallahu a'lam bish-shawabi

Makassar, 18022018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun