Sampai di sini, pernyataan Kapuspen TNI itu masih wajar dan datar saja. Akan tetapi, seakan ingin memperkuat kembali, sehingga terkesan "memprovokasi", Mayjen Wuryanto menegaskan bahwa senjata dan amunisi yang dibeli Polri itu mempunyai kemampuan setingkat di atas senjata milik TNI. Di hadapan para wartawan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Selasa (10/10/2017) Wuryanto, berujar, "Ini luar biasa. TNI tidak punya senjata dengan kemampuan jenis itu,"(konpres).
Padahal publik tahu bahwa Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto sudah "menyelesaikan" masalah pengadaan senjata dan amunisi ini melalui rapat koordinasi dengan semua pihak terkait. Dari pertemuan tersebut menghasilkan tiga kesepakatan penting. Pertama, bahwa Panglima TNI akan segera keluarkan rekomendasi agar senjata Polri tidak ditahan. Kedua, amunisi tajam yang masuk dalam rangkaian impor senjata dititipkan ke Mabes TNI, dan ketiga penataan regulasi terkait pengadaan senjata.Â
Setelah keluar kesepakatan itu, sejatinya tidak ada lagi uneg-uneg yang diumbar ke publik terkait isu pengadaan senjata dan amunisi itu. Akan tetapi, rupanya, masalah senjata dan amunisi oleh pihak TNI masih dianggap sesuatu yang belum selesai. Sehingga ibarat api dalam sekam, tiba-tiba keluar lagi pernyataan yang menghentak dari Kapuspen TNI, yang menyebutkan bahwa senjata yang dibeli Polri itu memiliki spesifikasi dan kemampuan di atas senjata yang dipunyai TNI.
Dengan demikian, gelagat itu dapat dibaca sebagai penerimaan yang setengah hati terhadap kesepatan yang telah dibuat sebelumnya. Karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) yang diwakili Ketuanya, Neta S. Pane menyebutkan bahwa "pernyataan Kapuspen TNI mengenai impor senjata adalah pernyataan yang salah".
Bahkan sangat mungkin dengan pernyataan Kapuspen TNI itu akan membuka kembali "pertarungan" baru untuk berdebat, berpolemik ria, dan kemudian mencoba mengukur riak permukaan air yang sudah mulai tenang. Pada batas tertentu, dapatlah kita sebut upaya mengungkit kembali masalah pengadaan senjata ke ranah publik itu sebagai bentuk tidak mengindahkan instruksi Presiden. Â Malah lebih jauh dapat ditafsirkan sebagai percobaan untuk membangkang instruksi Presiden yang sudah sangat jelas agar menghentikkan polemik tentang pengadaan senjata tersebut? Atau ada yang ingin "bermain" di air keruh'?
Wallahu a'lam bish-shawabi
Makassar, 12102017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H