Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Komoditas Politik Baru Itu Bernama Rohingya

10 September 2017   09:31 Diperbarui: 10 September 2017   10:54 3948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: kompas.com

Lebih jauh malah akan memperburuk citra Indonesia di mata rejim militer Myanmar. Padahal sejauh ini, hanya Pemerintah Indonesia yang diberi akses oleh Pemerintah Myanmar untuk turut terlibat menyelesaiakan krisis kemanusiaan yang sedang dialami etnis Rohingya.

Dengan begitu diharapkan semua elemen bangsa untuk berpikir jernih sebelum mengambil tindakan gegabah. Apalagi berusaha mengsimplifikasi krisis kemanusiaan itu semata-mata atas sentimen agama dengan memelintir tragedi yang terjadi sebagai konflik agama. Sehingga ada sebagian 'politisi ndeso' dengan begitu genit dan binal menyebutnya sebagai pembantaian etnis atas nama agama. Meski sikap genit nan binal itu hanya menunjukkan ketidakwarasan logika. Ketidakwarasan itu dengan memprovokasi umat dengan diksi kalimat yang menyulut amarah. Seperti cuitan yang mempertanyakan kepedulian Pemerintah terhadap nasib warga Rohingya, kalimat provokatif dan menghasut, "Apakah karena kebetulan mereka muslim?" 

Cuitan itu mengandung nafsu jualan isu agama untuk kepentingan politik jangka pendek, meski harus menggadaikan kewarasan nalar. Maka tanpa malu meredukdi krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine State Myanmar sebagai sebuah bangunan narasi kebencian kepada rejim yang berkuasa saat ini.

Tujuannya jelas berusaha secara sistematis, terstruktur, dan massif mendelegitimasi peran Pemerintah yang telah dengan konkrit terlibat langsung dalam penyelesaian konflik yang tengah terjadi Myanmar. Meski mereka secara jelas melihat peran yang telah dimainkan Pemerintah, toh hal itu tidak membuat kelompok oposisi ini sedikit melek.

Alih-alih membuat mata mereka terbelalak, malah kontribusi nyata Pemerintah dinafikkan begitu saja, karena mata hati mereka juga telah buta. Maka tragedi kemanusiaan yang sedang dialami etnis Rohingya di Rakhine State Myanmar, dikonstruksi sebagai narasi kebencian baru. Setelah berkali-kali mereka gagal menggerus kepercayaan rakyat terhadap Presiden Jokowi melalui berbagai 'saluran', termasuk juga mengeruk keuntungan berita hoaks berkonten kebencian SARA, semisal melalui kelompok Saracen.  

Di mata kaum  oposisi ini isu Rohingya terlalu seksi kalau dilewatkan begitu saja. Maka momentum tersebut tidak boleh dilewatkan untuk mengkapitalisasi sentimen umat untuk membenci sekaligus pada saat bersamaan mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah. Karena itu, para pembenci itu tak segan memperlihatkan mental pecundang, sehingga tega menjadikan penderitaan sebuah kaum sebagai komoditas untuk meraih ambisi politik dengan menyerang dan mendiskreditkan calon pesaing.  

Wallahu a'lam bish-shawabi

Makassar, 10/9/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun