Â
Oleh : eN-Te
TV One, seperti biasa Selasa (29/8/2017) malam menayangkan program favoritnya, Indonesia Lawyer Club (ILC). Topik yang diangkat dan dibahas pada program ILC biasanya mengenai kasus yang lagi hangat dan menyita perhatian publik Indonesia. Secara umum program ILC yang digawangi Karni Ilyas itu senantiasa membedah dan mengulik kasus (sosial, politik, ekonomi, maupun hukum, serta agama) yang sedang menjadi trending topic.
Pada bulan kemerdekaan (Agustus) ini saja sudah ada dua kasus yang menjadi trending topic dan menyita perhatian publik Indonesia. Kedua kasus tersebut tidak hanya menjadi trending topic dan menyita perhatian publik, tapi juga membuat miris, karena sedikit banyak merambah jauh, sehingga  membuat atmosfir politik dan hukum negeri menjadi sangat gaduh dan pengap. Pemimpin Redaksi TV One sekaligus Presiden ILC kemudian mengangkat kedua kasus tersebut dalam program ILC yang digawangi sendiri dalam dua minggu berturut-turut (Minggu III dan IV) dalam bulan kemerdekaan ini.Â
Kasus yang pertama adalah First Travel Gate. Sebuah skandal yang melibatkan agen perjalanan yang menyelenggarakan jasa pemberangkatan ibadah haji dan umrah. Skandal mana, First Travel melakukan penipuan terhadap calon jamaah umrah dalam jumlah yang sangat fantastis. Tidak hanya mengenai jumlah peserta yang mendaftarkan ingin menjadi jamaah yang akan menunaikan ibadah umrah, tapi juga jumlah nominal rupiah yang ditilep pemilik travel.
Miris memang, di tengah animo dan ghirah umat yang ingin menjalankan kewajiban dan perintah agama, malah dimanfaatkan secara licik oleh para petualang dan maniak syahwat duniawi, yang ingin pula merasakan nikmatnya bergaya hidup hedon dengan berfoya-foya di atas penderitaan orang lain (jamaah).
Kasus First Travel Gate ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi semua pihak, terutama pemerintah. Pemerintah dapat menjadikan kasus penelantaran jamaah umrah ala First Tarvel sebagai strating point untuk segera melakukan pembenahan secara menyeluruh tata kelola penyelengaraan haji dan umrah mulai dari hilir sampai ke hulu. Termasuk di dalamnya membenahi dan memperkuat regulasi terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah itu. Agar tidak lagi terulang skandal-skandal yang memalukan ini.
Dengan demikian diharapkan ke depan dapat diminimalisir kemungkinan penyelenggara dan pengelola travel nakal dengan modus menipu, memanfaatkan 'keluguan' jamaah untuk mendapatkan keuntungan ekonomis (finansial). Celakanya hasil tipu-tipu tersebut digunakan untuk berfoya-foya tanpa merasa bersalah dan berdosa. Padahal secara lahiriah terlihat begitu menyolok para petualang dan maniak ini menonjolkan berbagai aksesoris busana dan pernak-pernik lainnya  yang mengesankan sikap religiusitas mereka.
Kasus kedua yang mendapat perhatian Karni Ilyas untuk dibedah melalui program ILC, Selasa (29/8/2017) adalah Saracen Gate. Skandal produksi dan penyebaran berita hoaks berkonten SARA untuk menebarkan kebencian agar masyarakat terprovokasi dan saling menyerang sehingga berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Kelompok bangsat (meminjam istilah Ade Armando yang menyebut kelompok Saracen pada acara ILC itu), tega mengorbankan kerukunan, kebhinnekaan, dan persatuan dan kesatuan bangsa hanya untuk memenuhi syahwat hedonis dengan berkamuflase ingin memperjuangkan marwah agama. Meski cara-cara yang ditempuh dan dicobalakukan itu dengan jalan menginjak-injak nilai-nilai dan bertabrakan dengan moral agama.
Rupanya apa yang dilakukan tidak hanya bermotifkan ekonomi, sebagaimana untuk sementara terungkap melalui penyelidikan polisi terhadap para tersangka yang telah ditangkap dan ditahan itu. Melainkan, menurut pengakuan pentolan 'kelompok bangsat' ini, Jasriadi, bahwa apa yang dilakukan itu, sesuai dengan nama Saracen yang dipilih, merujuk pada perang salib (perang suci) yang melibatkan dua agama besar, Islam dan Kristen pada waktu lalu.
Jadi, seolah-olah si Jasriadi ingin menggiring opini bahwa apa yang sedang mereka jalankan melalui Saracen adalah sebuah misi suci memperjuangkan marwah agama. Padahal secara sederhana dapat dilihat motif sesungguhnya dari 'kelompok bangsat' ini. Yakni ingin mendapatkan 'orgasme' ekonomi dan atau politik melalui halusinasi kebablasan dengan menempuh jalur terlarang nan riskan. Merongrong kewibawaan pemerintah dengan mengorbankan persatuan dan kesatuan bangsa. Â
Skandal saracen juga dapat menjadi pembelajaran bagi semua pengguna media sosial agar dapat berhati-hati dan bersikap selektif dan bijak dalam mengkonsumsi berita. Publik dan masyarakat umum harus diajak membentengi diri dengan sikap 'resisten' terhadap setiap informasi dan berita yang tidak jelas sumbernya. Dengan begitu akan muncul sikap kritis untuk senantiasa melakukan check and recheck terhadap semua informasi dan berita yang berkembang, terutama di media sosial.
Senantiasa berusaha melakukan komparasi dengan media-media mainstream (arus utama) untuk mendapatkan gambaran seutuhnya dari informasi yang diterima. Jangan langsung ngelunjak hanya karena informasi atau berita itu sedikit banyak mewakili aspirasi dan keinginan kita hanya untuk mendapatkan 'orgasme' ekonomi dan atau politik sesaat.
Kepuasaan semu yang diperoleh sesaat dapat bersifat menipu, karena pada jangka panjang akan membuat negeri ini menjadi centang perenang akibat sifat kekanak-kanakkan. Ibarat buih di lautan, sangat mudah dipermainkan dan diombang-ambingkan angin dan gelombang, tanpa memilki arah dan pegangan yang jelas.
Maka sudah saatnya budaya literasi menjadi sebuah program aksi yang harus terus digalakkan. Good will dan political will Pemerintah dinantikan untuk mendorong budaya literasi sebagai sebuah kebutuhan mendesak untuk memberdayakan warga, terutama warganet agar bersikap kritis dan bijak menyikapi sebuah informasi atau berita. Tokoh-tokoh agama juga harus bergerak bersama ritme yang dialunkan pemerintah agar nilai moral agama tidak dikangkangi secara semau gue oleh para maniak syahwat duniawi itu, dengan mengabaikan kepentingan lebih besar. Literasi moral agama juga harus terus dikumandangkan biar umat lebih melek. Agama menganjurkan untuk selalu melakukan tabayyun bila mendapat (sebuah) informasi sebelum mengambil kesimpulan dan menentukan sikap agar tidak terjebak dalam pusaran kebingungan, dan malah berbalik menjadi bumerang.
First travel gate dan saracen gate dapat menjadi 'ujian' nyata dalam hal menegaskan sikap keberagamaan dan komitmen kebernegaraan kita. Jangan sampai kedua kasus tersebut menggerus keyakinan pada moralitas agama nan luhur yang harus menjadi pegangan dan panduan dan komitmen kebernegaraan kita bila tidak disikapi secara tegas melalui proses hukum yang transparan dan akuntabel berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biar Pemerintah dan masyarakat belajar dari kedua kasus ini kemudian berusaha menyikapi secara dewasa agar negeri besar nan permai ini tidak terperosok, atas ulah aktor-aktor petualang pemburu 'rente' untuk memuaskan syahwat duniawinya semata.
Wallahu a'lam bish-shawabi
Makassar, 30/8/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H