Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Highlight ILC antara First Travel Gate dan Saracen Gate

30 Agustus 2017   10:15 Diperbarui: 31 Agustus 2017   07:16 1918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Program ILC, Selasa, 29/8/17 (dokumen pribadi)

Kelompok bangsat (meminjam istilah Ade Armando yang menyebut kelompok Saracen pada acara ILC itu), tega mengorbankan kerukunan, kebhinnekaan, dan persatuan dan kesatuan bangsa hanya untuk memenuhi syahwat hedonis dengan berkamuflase ingin memperjuangkan marwah agama. Meski cara-cara yang ditempuh dan dicobalakukan itu dengan jalan menginjak-injak nilai-nilai dan bertabrakan dengan moral agama.

Rupanya apa yang dilakukan tidak hanya bermotifkan ekonomi, sebagaimana untuk sementara terungkap melalui penyelidikan polisi terhadap para tersangka yang telah ditangkap dan ditahan itu. Melainkan, menurut pengakuan pentolan 'kelompok bangsat' ini, Jasriadi, bahwa apa yang dilakukan itu, sesuai dengan nama Saracen yang dipilih, merujuk pada perang salib (perang suci) yang melibatkan dua agama besar, Islam dan Kristen pada waktu lalu.

Jadi, seolah-olah si Jasriadi ingin menggiring opini bahwa apa yang sedang mereka jalankan melalui Saracen adalah sebuah misi suci memperjuangkan marwah agama. Padahal secara sederhana dapat dilihat motif sesungguhnya dari 'kelompok bangsat' ini. Yakni ingin mendapatkan 'orgasme' ekonomi dan atau politik melalui halusinasi kebablasan dengan menempuh jalur terlarang nan riskan. Merongrong kewibawaan pemerintah dengan mengorbankan persatuan dan kesatuan bangsa.  

Skandal saracen juga dapat menjadi pembelajaran bagi semua pengguna media sosial agar dapat berhati-hati dan bersikap selektif dan bijak dalam mengkonsumsi berita. Publik dan masyarakat umum harus diajak membentengi diri dengan sikap 'resisten' terhadap setiap informasi dan berita yang tidak jelas sumbernya. Dengan begitu akan muncul sikap kritis untuk senantiasa melakukan check and recheck terhadap semua informasi dan berita yang berkembang, terutama di media sosial.

Senantiasa berusaha melakukan komparasi dengan media-media mainstream (arus utama) untuk mendapatkan gambaran seutuhnya dari informasi yang diterima. Jangan langsung ngelunjak hanya karena informasi atau berita itu sedikit banyak mewakili aspirasi dan keinginan kita hanya untuk mendapatkan 'orgasme' ekonomi dan atau politik sesaat.

Kepuasaan semu yang diperoleh sesaat dapat bersifat menipu, karena pada jangka panjang akan membuat negeri ini menjadi centang perenang akibat sifat kekanak-kanakkan. Ibarat buih di lautan, sangat mudah dipermainkan dan diombang-ambingkan angin dan gelombang, tanpa memilki arah dan pegangan yang jelas.

Maka sudah saatnya budaya literasi menjadi sebuah program aksi yang harus terus digalakkan. Good will dan political will Pemerintah dinantikan untuk mendorong budaya literasi sebagai sebuah kebutuhan mendesak untuk memberdayakan warga, terutama warganet agar bersikap kritis dan bijak menyikapi sebuah informasi atau berita. Tokoh-tokoh agama juga harus bergerak bersama ritme yang dialunkan pemerintah agar nilai moral agama tidak dikangkangi secara semau gue oleh para maniak syahwat duniawi itu, dengan mengabaikan kepentingan lebih besar. Literasi moral agama juga harus terus dikumandangkan biar umat lebih melek. Agama menganjurkan untuk selalu melakukan tabayyun bila mendapat (sebuah) informasi sebelum mengambil kesimpulan dan menentukan sikap agar tidak terjebak dalam pusaran kebingungan, dan malah berbalik menjadi bumerang.

First travel gate dan saracen gate dapat menjadi 'ujian' nyata dalam hal menegaskan sikap keberagamaan dan komitmen kebernegaraan kita. Jangan sampai kedua kasus tersebut menggerus keyakinan pada moralitas agama nan luhur yang harus menjadi pegangan dan panduan dan komitmen kebernegaraan kita bila tidak disikapi secara tegas melalui proses hukum yang transparan dan akuntabel berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biar Pemerintah dan masyarakat belajar dari kedua kasus ini kemudian berusaha menyikapi secara dewasa agar negeri besar nan permai ini tidak terperosok, atas ulah aktor-aktor petualang pemburu 'rente' untuk memuaskan syahwat duniawinya semata.

Wallahu a'lam bish-shawabi

Makassar, 30/8/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun