Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pesona Eksotisme Destinasi Wisata Tana Toraja

21 Juni 2017   21:48 Diperbarui: 23 Juni 2017   07:52 1305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Kemenganan Isabela (Dokumentasi Pribadi)

Sejak Sabtu hingga Kamis esok (17/6-22/6/2017) saya berkesempatan melakukan perjalanan dinas untuk sebuah tugas pendampingan Bimbingan Teknis Guru Sasaran (Bimtek GS) Kurikulum 2013 di Makale, ibukota Tana Toraja. Kesempatan tersebut tidak begitu saja saya lewatkan untuk mengunjungi pula beberapa destinasi wisata (budaya maupun religi) yang membuat Toraja sebagaimana biasa disebut, begitu mempesona yang memancarkan eksotisme hingga menjalar ke berbagai pelosok bumi.

Setelah mengunjungi beberapa destinasi wisata tersebut saya kemudian menyadari, mengapa Toraja menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Ternyata Toraja tidak hanya menawarkan gadis-gadis desa yang masih lugu nan menawan, tapi sekaligus memberikan daya hipnotisme yang menghanyutkan lewat destinasi wisata nan eksotis.

Ada 'perkampungan' adat yang begitu kuat memancarkan energi tradisi yang dipegang teguh hingga kini meski perkembangan zaman demikian deras dan dinamis fluktuatif merasuk masuk ke Toraja. Perkampungan adat yang begitu asri memancarkan kepercayaan yang mencerminkan nilai-nilai leluhur sebagai kearifan lokal yang tak pernah lekang oleh panas dan lapuk diterpa hujan. Kearifan budaya yang mengajarkan kepada masyarakat setempat tentang pentingnya menghargai sebuah artefak budaya (jika boleh menyebutkan demikian).

Penulis di depan jejeran Tongkonan (Dokumentasi Pribadi)
Penulis di depan jejeran Tongkonan (Dokumentasi Pribadi)
Memaknai kehadiran para leluhur dengan tetap 'menyimpan mayat' di tempat-tempat yang dianggap kokoh untuk melindungi mereka dari 'kepunahan' zaman. Maka tempat-tempat seperti goa-goa batu nan cadas mampu mereka 'sulap' menjadi tempat peristirahatan yang nyaman bagi leluhur mereka yang telah meninggal dunia.

Goa tempat menyimpan mayat keluarga Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Goa tempat menyimpan mayat keluarga Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Dalam perkembangannya, masyarakat Toraja sudah mulai sedikit bergeser mengikuti perkembangan zaman, dengan membuat semacam bunker yang disebut Patane sebagai ganti lubang goa untuk tempat menyimpan mayat-mayat keluarga mereka yang telah meninggal dunia. Patane itu dapat berupa rumah atau pun bunker yang terbuat dari besi dan semen cor, yang berbentuk seperti tangki minyak.

Perkampungan adat itu bernama Kete Ke'su'. Ketika pertama kali masuk ke perkampungan Kete Ke'su, pengunjung disuguhi oleh jejeran rumah adat khas Toraja yang disebut tongkonan yang indah dipandang mata. Tongkonan juga menunjukkan pula 'variasi' yang mencerminkan strata sosial keluarga yang meninggal, yang ditandai dengan banyaknya atau jumlah kepala dan atau tanduk kerbau yang disematkan. Semakin banyak kepala dan tanduk kerbau menunjukkan bahwa semakin tinggi pula status sosial keluarga tersebut.

Setelah itu, pengunjung diajak untuk menjelajahi hutan goa batu yang sangat cadas di mana di dalam lubang-lubang goa itu tersimpan mayat-mayat dan tulang-tulang yang berserakan. Dari segi usia sudah mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Tidak hanya di dalam goa, mayat-mayat keluarga maupun leluhur warga Toraja juga disimpan di dinding-dinding goa. Terlihat di sana peti-peti mati yang di dalamnya tersimpan mayat, dan bahkan sudah menjadi tulang belulang yang berserakan karena di makan usia.

Tulang2 leluhur warga Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Tulang2 leluhur warga Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Keindahan itu tidak hanya mempesona tapi sekaligus menawarkan suasana yang menimbulkan rasa cekam yang membuat bulu kuduk bergidik. Dari berbagai 'variasi' mayat yang disimpan ternyata sekaligus menggambarkan pula tingkat atau strata sosial mereka. Bahkan bila ada keluarga yang secara strata sosial dan ekonomi yang tergolong menengah ke atas (mampu), maka akan membuat atau membangun Patane berupa bunker berbentuk tangki minyak dan atau rumah yang dipersiapkan untuk menyimpan mayat-mayat keluarga mereka bila kelak meninggal dunia.

Penulis di depan sebuah Patane berbentuk seperti tangki minyak (Dokumentasi Pribadi)
Penulis di depan sebuah Patane berbentuk seperti tangki minyak (Dokumentasi Pribadi)
Sebuah keluarga baru dapat membuat Patane bila telah sanggup memotong kerbau sebanyak 24 ekor. Sementara harga seekor kerbau dengan jenis tertentu, seperti kerbau bule dengan kulit belang berwarna putih bercampur hitam, yang dalam istilah Toraja disebut Bonga atau Salekong. Harga satu ekor kerbau bule atau Bonga nyaris mendekati angka satu milyar (1 M). Sebuah harga seekor hewan ternak yang tidak sembarang warga Toraja sanggup membelinya untuk upcara kematian, yang disebut Rambu Solo. Sebab jenis, jumlah dan harga kerbau yang dapat disiapkan suatu keluarga untuk upacara Rambu Solo menunjukkan status dan strata sosial dari keluarga itu.

Kepala dan tanduk kerbau sebagai simbol status sosial warga Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Kepala dan tanduk kerbau sebagai simbol status sosial warga Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Hanya keluarga yang berstatus ningrat atau bangsawan dengan status sosial yang terhormat yang sanggup menyiapkan sejumlah kerbau dengan jenis kerbau bule itu. Keluarga dengan status sosial seperti itu di kalangan warga Toraja disebut sebagai Puang atau Madika. Begitu pula dengan posisi mayat yang akan diletakkan di dalam atau dinding goa. Semakin tinggi posisi peti mayat diletakkan maka hal itu pula menunjukkan tingkat dan status sosial suatu keluarga Toraja.  

Destinasi wisata budaya lain yang juga menawarkan suasana yang nyaris serupa, eksotisme nan  menyeramkan, adalah Londa. Pada destinasi wisata Londa ini juga menawarkan obyek wisata berupa mayat-mayat warga Toraja yang berumur puluhan bahkan ratusan tahun yang disimpan di goa-goa dan dinding-dinding  batu.

Istri penulis di depan destinasi wisata tempat penyimpan mayat leluhur warga Toraja di Goa Batu Londa (dokumentasi pribadi)
Istri penulis di depan destinasi wisata tempat penyimpan mayat leluhur warga Toraja di Goa Batu Londa (dokumentasi pribadi)
Destinasi wisata yang tak kalah eksotis di Toraja adalah obyek wisata religi. Ada tempat-tempat ibadah yang 'sengaja' dibangun dengan memilih tempat dengan pemandangan (view) yang mempesona yang memunculkan rasa takjub. Tidak hanya tempat atau rumah ibadah agama mayoritas warga Toraja, seperti gereja, tapi juga rumah ibadah kaum muslim (masjid) . Rupanya warga Toraja begitu menjunjung tinggi dan menghargai keberagaman. Pluralitas begitu mengakar pada budaya Toraja yang membuat masyarakatnya sangat terbuka menerima perbedaan.

Gereja Bukit Sion Makale (Dokumentasi Pribadi)
Gereja Bukit Sion Makale (Dokumentasi Pribadi)
 Toleransi antarumat beragama terasa sangat menjadi landasan warga Toraja berinteraksi satu dengan yang lain. Hal itu ditunjukkan dengan saling membantu dan bergotong royong ketika penganut agama, baik Kristen maupun Islam melaksanakan suatau hajatan atau membangun rumah ibadah. Informasi ini diperoleh dari salah seorang instruktur K-13 yang berkenan menjadi guide sukarela mengantar kami mengunjungi destinasi wisata itu. Kebetulan yang bersangkutan merupakan warga pendatang muslim yang telah bermukim lama di Toraja sebagai seorang guru, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Makale. Beliau juga terlibat aktif dalam perhimpunan dialog antarpenganut agama di Toraja.

Gereja Baptis Pertama Katolik Makale (Dokumentasi Pribadi)
Gereja Baptis Pertama Katolik Makale (Dokumentasi Pribadi)
'Guide' sukarela itu, bernama Herman Tahir, putra asli Gowa. Beliau begitu supel bergaul dengan semua kalangan, baik muslim maupun warga Toraja yang mayoritas penganut Kristiani. Menurut penjelasan Pak Herman, beliau juga terlibat aktif sebagai pengurus Muhammadiyah Tana Toraja. Selain itu, dalam kedudukannya sebagai seorang 'Tokoh' agama Islam, beliau juga terlibat aktif dalam perhimpunan atarumat bergama di Kabupaten Tana Toraja. Bahkan beliau merupakan satu-satunya warga pendatang muslim yang dipercaya untuk memimpin salah satu sekolah negeri favorit di kota Makale, yakni SMP Negeri 1 Makale.

Tak kalah 'mengesankan' ketika masyarakat atau warga Toraja yang merupakan mayoritas penganut agama Katolik dan Kristen mengekspresikan keyakinan dan kepercayaan mereka yang menunjukkan  identitas kepercayaan dan keyakinan mereka dengan membangun patung Kristus Raja raksasa di atas puncak bukit batu kapur. Kelak kemudian destinasi ini menjadi wisata religi yang ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Di atas puncak bukit kapur nan menjulang tinggi, Pemerintah Kab. Tana Toraja membangun sebuah patung raksasa yang menyimbolkan identitas dan kepercayaan mayaoritas warganya. Patung Kristus Raja raksasa ini kemudian menjadi destinasi wisata religi yang tidak sepi pengunjung.

Gambar sengaja penulis kaburkan (Dokumentasi Pribadi)
Gambar sengaja penulis kaburkan (Dokumentasi Pribadi)
Konstruksi patung Kristus Raja ini terbuat dari bahan material besi, semen, pasir, dan material lainnya ini dibangun dengan ukuran keseluruhan, mulai dari landasan berdiri sampai dengan tinggi postur tubuh patung setinggi 40 meter. Rinciannya, tinggi landasan 17 meter dan tinggi patung 23 meter. Patung raksasa yang berdiri di puncak bukit kapur di Kota Makale ini merupakan patung terbesar dan tertinggi di dunia, mengalahkan patung yang sama yang berada di Brasil.

Eksotisme lain di puncak bukit Patung Raksasa (Dokumentasi Pribadi)
Eksotisme lain di puncak bukit Patung Raksasa (Dokumentasi Pribadi)
Pengunjung atau wisatawan yang datang tidak hanya warga lokal dan penganut kepercayaan Kristiani semata, tapi juga wisatawan umum lainnya yang berasal dari etnis, budaya, dan agama yang beragam. Hal itu disebabkan karena dari puncak bukit kapur itu menawarkan pemandangan kota Makale yang sungguh menawan ketika diapit oleh awan dan kabut di pagi hari.

Dari puncak bukit Patung Kristus itu pengunjung dapat menikmati kota Makale di pagi hari nan sejuk yang diselimuti awan dan kabut pagi. Pemandangan yang mendatangkan rasa takjub akan kebesaran Ilahi menghadirkan bumi nan elok mempesona.  

Penulis di atas puncak bukti Patung Raksasa (Dokumentasi Pribadi)
Penulis di atas puncak bukti Patung Raksasa (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan sudut-sudut kota Makale juga dapat dinikmati dari gereja Bukit Sion yang terletak persis berada di sebelah utara kota. Persis di dataran tinggi berbukit, terletak gereja Bukit Sion yang mencerminkan kesadaran religius warga Toraja.

Berdiri di pelataran gereja Bukit Sion pengunjung dapat melepaskan pandangan ke suluruh sudut kota Makale. Di bawah sana terlihat sembulan kubah Masjid Raya Makale menjulang ke angkasa, yang tak kalah memancarkan kesyahduan nan apik.

Masjid Raya Makale Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Masjid Raya Makale Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Masjid yang cukup megah yang terletak di jalan Poros Makale-Rantepao ini sungguh menghadirkan kesejukan beribadah bagi pemeluk muslim. Apalagi pada suasana Ramadhan 1438 H seperti kali ini. Masjid kebanggaan umat Islam Makale dan sekitarnya itu senantiasa menjadi pusat kegiatan dakwah dan selalu ramai dikunjungi jamaah.

Terutama pada saat-saat waktu sholat, ketika menjelang berbuka puasa pada bulan Ramadhan kali ini. Masjid Raya Makale juga menyediakan takjil berbuka untuk para jamaah. Tidak hanya menyiapkan takjil berupa kue-kue dan minuman, tapi juga sekaligus memberikan makanan berupa nasi bungkus.

Monumen Perjuangan Lakipada dengan latar belakang Gereja dan Gedung DPRD (dokumentasi pribadi)
Monumen Perjuangan Lakipada dengan latar belakang Gereja dan Gedung DPRD (dokumentasi pribadi)
Selain itu ada juga pemandangan menarik dari pengurus atau takmir  masjid dalam menyiasasti memakmurkan masjid.  Seperti Ramadhan kali ini.  Tidak hanya menyediakan penganan berbuka, tapi juga memberikan kesempatan kepada anak-anak usia baru akil balig, seusia kelas 4 -- 6 SD untuk tampil unjuk kebolehan sebelum prosesi ceramah atau dakwah agama ketika sholat tarwih.  Kepada anak-anak tersebut dibiasakan untuk tampil membacakan ayat-ayat al-Qur'an dengan tilawah, dan sekaligus membawakan saritilawahnya.  Anak-anak sejak usia masih belia dibimbing untuk memiliki semangat dan girah keagamaan, serta mental mandiri dan berani tampil di muka publik.  Sebuah pemandangan perilaku yang sungguh mengesankan yang diperlihatkan pengurus dan atau takmir Masjid di tengah mayoritas penduduk penganut Kristiani.

Masjid Raya Makale memiliki arsitektur yang tak kalah 'mengagumkan' dibandingkan arsitektur masjid-masjid raya di kota-kota besar. Malah menurut saya, Masjid raya Makale merupakan salah satu yang memiliki desain arsitektur yang indah dan mengesankan. Lagi pula bila memasuki ruang sholat yang sejuk tanpa pendingin udara, yang terdiri dari dua (lantai lantai 2 untuk jamaah pria dan lantai 3 untuk jamaah wanita, sedangkan basement untuk aula kegiatan dan acara) semakin menambah syahdu dan kyusu' menjalankan ibadah sholat. Hanya ada kekurangan dari masjid ini, karena diapit berdempetan dengan rumah-rumah warga yang cukup padat sehingga nyaris tidak memiliki pekarangan yang cukup luas.  

Masjid Raya Makale Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Masjid Raya Makale Toraja (Dokumentasi Pribadi)
Tepat di seberang Masjid Raya Makale, tidak lebih dari 50 meter berdiri kokoh Gereja Katolik. Di depan gereja Katolik itu terdapat  Monumen Perjuangan Toraja yang berdiri kokoh di tengah kolam nan luas sebagai simbol kepahlawanan warga Toraja, Lakipadada. Kolam yang terbentang di tengah-tengah kota semakin menambah elok kota Makale dengan dikelilingi beberapa gedung, seperti Rumah Jabatan Bupati Tana Toraja, gedung DPRD, Gereja Bukit Sion, Universitas Kristen Toraja, Gereja Baptis Pertama Katolik, dan beberapa monumen atau gedung lainnya. Salah satu monumen sebagai simbol kebanggaan warga Toraja adalah Monumen Perjuangan Lakipadada yang berdiri kokoh di tengah kolam buatan

Monumen Perjuangan Lakipadada (Dokumentasi Pribadi)
Monumen Perjuangan Lakipadada (Dokumentasi Pribadi)
Monumen lain tidak jauh dari kolam itu adalah Monumen Kemenangan Isabela Coleman Trophy ketika mengikuti parade budaya Tournament of Roses, Pasadena USA tahun 1981 dengan latar Masjid Raya Makale.

Monumen Kemenganan Isabela (Dokumentasi Pribadi)
Monumen Kemenganan Isabela (Dokumentasi Pribadi)
Enam hari berada di Makale telah menggoreskan kenangan yang sungguh sangat mengesankan. Dapat tuntas melaksanakan tugas kedinasan sekaligus memperoleh 'bonus' dengan mengunjungi beberapa destinasi wisata di Toraja. Destinasi wisata yang tidak hanya memberikan kenyamanan pada mata, tapi juga memberikan pengalaman yang mengesankan, kesejukan rohani yang menenteramkan, dan menambah wawasan pengetahuan pula.

Wallahu a'lam bisshawabi

Makale, 21/06/2017

Catatan :

Mungkin ada beberapa hal yang terkait dengan tradisi, adat, dan upacara kematian warga Toraja, serta destinasi wisata yang kurang pas penggambarannya. Hal itu disebabkan, karena keterbatasan dalam memahami keterangan yang diberikan oleh beberapa narasumber yang penulis mintai penjelasan atau klarifikasi. Atas kekeliruan dalam penggambaran tersebut, penulis menyampaikan permohonan maaf. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada beberapa 'narasumber' yang sempat penulis mintai keterangan sehubungan dengan artikel ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun