Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Mulai Menggertak

18 Mei 2017   16:13 Diperbarui: 18 Mei 2017   16:28 3107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.tempo.co

Atas dasar penafsiran sepihak, mereka mengusung ideologi yang menonjolkan politik identitas (khilafah). Karena dalam pandangan dan tafsir tunggal mereka, sistem kenegaraan yang ada saat ini bertentangan dengan aturan ilahi. Lebih jauh mereka menyebutnya sebagai aturan thogut (syetan), hal mana sangat jauh dari nilai-nilai transedental.

Terlalu mengutamakan nilai-nilai kedunaiaan yang bersifat profan, sehingga mengabaikan ketentuan syariah. Bagi mereka, betapapun bernilai utopis gagasan itu (meminjam istilah Buya Syafi’i Ma’arif), sistem khilafah adalah konsekuensi logis kehadiran kita sebagai manusia sebagai khalifah di bumi ini.

Menolak khilafah maka itu merupakan perbuatan yang ingkar. Mengingkari ketentuan ilahi berarti menolak kehadiran nilai-nilai trasendental dalam mengatur relasi manusia dengan penciptanya.

Hanya dua pilihan, menerima atau menolak. Menerima berkorelasi akan mendapatkan reward berupa surga, sedangkan yang menolak berarti harus siap lahir bathin untuk menerima konsekuensi berupa siksaan di nereka jahannam.

Namun pertanyaan kemudian muncul adalah benarkah sebuah sistem nilai yang mengatur hal ihwal muamalat yang berkaitan dengan urusan kemasyarakatan (dunia), harus tertolak hanya karena memiliki label lain (nonagama misalnya)? Meski sistem sosial itu, termasuk sistem dan ideologi (ke)negara(an) secara prinsip tidak bertentangan dengan aturan ilahi.

Maka menjadi sangat relevan sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini, Presiden merasa berkewajiban mengingatkan kita untuk tidak saling menegasikan hanya karena perbedaan pandangan politik. Tapi seharusnya secara bahu membahu bergotong royong memberikan kontribusi positif bagi kebesaran negeri. Satu hal yang terpenting dari itu adalah merawat kebhinekaan dalam keberagaman sehingga terwujud persatuan dan kesatuan dalam wadah NKRI.

***

Nah, sekarang kita beralih ke topik awal, Jokowi mulai menggertak. Kemarin, Rabu (17/5/2017) saat menerima beberapa Pemred media massa di Istana Negara, Jokowi merasa perlu memberi warning. Presiden melihat bahwa kondisi saat ini telah memasuki fase darurat. Sudah masuk pada kondisi lampu kuning, yang berarti tidak lama lagi akan berganti menjadi lampu merah. Jika kondisi ini terus dibiarkan berlarut, maka NKRI akan berada di ambang kehancuran. 

Presiden dan semua elemen bangsa yang masih waras merasa bahwa saat ini telah terjadi semacam eforia yang tak terkendali sehingga mendorong ada sebagian elemen bangsa merasa berhak mengusung ideologi lain ingin menggantikan ideologi Pancasila. Ideologi mana berbasis identitas agama, yang keluar dari pakem kesepakatan para founding father. Ideologi berbasis politik identitas yang berpotensi akan membuat NKRI akan menuju pada tubir disintegrasi bangsa.

Rupanya menurut Presiden, trend atau gejala disintegrasi bangsa itu sudah cukup mengkhawatirkan, telah menimbulkan keresahan dan kegundahan pada banyak kalangan. Di mana ada organisasi masyarakat (ormas) yang berlindung di balik kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin UUD mengusung ideologi berdasarkan politik identitas untuk merongrong dan lebih jauh, malah ingin mengganti Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

Padahal atas nama ideologi berbasis identitas, mereka juga menolak demokrasi yang dalam pandangan mereka sangat beraroma kapitalis. Sebuah sikap yang saling kontradiksi. Di satu sisi menolaknya, smentara di sisi lain menjadikan sebagai tameng untuk membela diri dan berlindung dari sikap tegas Pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun