Olly juga beralibi bahwaselama bertugas di Badan Anggaran, menurut pengakuannya tidak pernah membahassecara detail proyek e-KTP. Jangan membahas masalah anggaran proyek e-KTP itusecara rinci, Olly juga mengaku bahwa tidak pernah bertemu secara khusus denganpihak-pihak terkait untuk membahas proyek e-KTP. Karena itu wajarbila Olly bertanya dengan bermain logika, "Bagaimana mau menerima uangproyek, tidak pernah ada pertemuan dengan orang-orang yang membahas proyek,bagaimana saya menerima," (sumber).
‘Teori’ Berkelit Ganjar Pranowo
Lain Olly, lain pulaGanjar. Meski begitu, karena Olly dan Ganjar memiliki ‘gen’ yang sama, lahirdari rahim PDIP maka juga memiliki alasan yang nyaris sama. Idem dito.
Setali tiga uang, Ganjarjuga beralasan bahwa dia tidak pernah mengenal pengusaha Andi Narogong. Bahkanmenurut pengakuan Ganjar bahwa dia baru tahu orang yang bernama Andi Narogongitu setelah dia dipanggil hadir untuk memberikan kesaksian di KPK (baca di sini).
Menurut Ganjar,sekurang-kurang ada tiga teori (baca : spekulasi) yang dapat digunakan untukmenghubungkan benang merah keterlibatan dirinya dalam kasus e-KTP. Spekulasi pertama,menurut Ganjar karena dia memiliki data. Di mana bila ada pembagian jatah, makapasti ada jatah untuk dirinya. Sayangnya menurut pengakuan Ganjar, bahwa jatahtersebut tidak pernah sampai ke dirinya.
Spekulasi kedua,bahwa Ganjar benar menerima ‘jatah preman’ dari proyek e-KTP. Dan untukmengesankan bahwa dugaan keterlibatannya seperti dakwaan JPU adalah keliru,maka dia harus terpaksa membantah. Dengan jurus membantah, maka secara sepintaspublik dapat ‘dikelabui’ untuk menerima logika dengan alibi yang sedangdibangun. Bahwa benar Ganjar tidak pernah menerima ‘jatah preman’ proyek e-KTPitu.
Spekulasi ketiga,bahwa Ganjar tidak pernah diberikan ‘jatah preman’ itu. Ganjar memang tidakpernah dikasih, karena itu dia tidak pernah mendapatkan fulus bancakan danae-KTP.Â
By Design?
Rupanya jurus mengelakdengan berbagai alasan adalah cara jitu untuk mencoba membangun logikapembenar, bahwa apa yang didakwakan JPU dalam kasus e-KTP adalah tuduhan sumir.Bagi para tertuduh, dakwaan JPU, adalah sangat dipaksakan, karena ‘fakta’berdasarkan spekulasi adalah sebuah penghakiman yang zholim.
Zholim atau bukan, adalahsoal pembuktian. Jika sejak awal sudah ada fenomena sikap resistensi terhadapproses yang sedang diuji melalui sebuah sidang yang terbuka dan fair, maka halitu hanya menunjukkan sikap kekanak-kanakan.
Seharusnya para tertuduhbersikap lebih ‘ramah’ terhadap proses peradilan yang sedang berjalan, sehinggadapat membela diri secara bermartabat. Tidak bersikap reaktif seperti sekarangdengan mencoba membangun alibi dan logika pembenar untuk menolak semua dakwaanyang sedang akan diuji melalui sidang yang terbuka dan fair.