Oleh : eN-Te
Ada peristiwa yang menarik terjadi kemarin (Kamis, 17/11/2016). Peristiwa mana, seorang Prabowo Subianto melakukan ‘silahturahmi’ ke istana negara bertemu dengan Presiden Jokowi. Prabowo ‘membalas’ kunjungan Presiden Jokowi yang sebelumnya telah menyambangi kediamannya di Hambalang (31/10/2016).
Pertemuan kedua tokoh yang pernah bersaing sengit dalam pemilihan presiden (Pilpres) yang lalu memberikan angin segar bagi seluruh komponen bangsa ini. Komponen bangsa yang masih menginginkan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
NKRI yang hari-hari belakangan ini, seperti sengaja ‘dikondisikan’ untuk membuatnya porak-poranda. Motif untuk mencoba menggoyang persatuan dan kesatuan NKRI dengan membonceng pada peristiwa-peristiwa yang beraroma sentimen keagamaan. Tujuannya jelas, mengaduk-aduk keberagaman dan pluralitas kebhinekaan menjadi centang perenang, sehingga dengan begitu dapat menegakkan agenda tersembunyi (hidden agenda) mereka. Menukar ideologi kebangsaan menjadi ideologi agama.
Keduanya juga berkomitmen untuk tetap menjaga keberagaman (kemajemukan) yang indah menghiasi panorama negeri besar, bernama Indonesia ini (lihat di sini). Maka pertemuan antara Presiden Jokowi yang menjamu minum teh mantan rivalnya di Pilpres lalu, Prabowo Subiyanto sebagai ‘warning’ terhadap kelompok-kelompok kepentingan yang memiliki agenda tersembunyi itu untuk tidak bermain api.
Boleh-boleh saja menyampaikan aspirasi dan menuntut keadilan, tapi harus dalam koridor konstitusi. Jangan mencoba berusaha memancing di air keruh, melakukan tindakan yang bernuansa makar. Karena hal itu berpotensi akan merusak tatanan yang sudah ‘tertata rapi’ oleh konstitusi dan ideologi kebangsaan kita.
Kedua tokoh bangsa ini rupanya berada dalam satu visi. Mempertahankan merah putih di dada sebagai simbol tetap tegaknya NKRI. Karena itu keduanya bersepakat untuk tetap menjamin keberlangsungan pemerintahan ini sampai akhir masa jabatan (lihat di sini). Tidak usah ada upaya inkonstitusional untuk menghentikan rezim Jokowi di tengah jalan. Karena tindakan makar hanya akan membuat kehidupan kebangsaan menjadi tidak pasti.
Prabowo tetap berkomitmen untuk ‘mengawal’ rezim Jokowi agar dapat menjalankan pemerintahan sesuai dengan amanah rakyat dan tetap berada pada koridor konstitusi. Bila ada kebijakan pemerintahan Jokowi yang dianggap melenceng, maka Prabowo berkomitmen untuk memberikan masukan sekaligus kritik kontruktif, tanpa harus mengikuti arus sentimental sekelompok elemen bangsa ini yang ingin bertindak destruktif.
Karena itu, Prabowo mengharapkan kepada semua elemen bangsa ini untuk tidak menciptakan suasana yang seakan-akan membenturkan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Prabowo, mengharapkan agar antar-elemen bangsa, “tidak usah gaduh, jangan gontok-gontokkan, jangan tegang” (lihat di sini).
Sebuah niat mulia yang patut diapresiasi, di mana hal itu menunjukkan jiwa besar seorang ‘petarung’. Tidak harus bersikap latah dan sentimental dengan serta merta mengikuti kehendak kelompok kepentingan yang mempunyai agenda tersendiri, tanpa memperhitungkan resiko keberlangsungan NKRI. Kita juga patut memberi respek terhadap sikap Prabowo, yang bersedia untuk membantu Presiden Jokowi untuk ‘menjalankan’ pemerintahan.
Sebuah contoh jiwa besar seorang pemimpin yang memiliki sikap negarawan. Senantiasa menebarkan kesejukan melalui pernyataan-pernyataanya. Tidak ingin memperlihatkan sikap reaktif yang hanya menunjukkan level sebagai politisi. Sebentar-sebentar menggelar konferensi pers (konpers) untuk mengklarifikasi, padahal tidak ada yang sedang ‘menuduhnya’.
Tambahan pula, konpers tersebut bukan menjernihkan suasana, malah menjadi ajang untuk memperlihatkan ‘ketidakdewasaan’ berpolitik. Derajat negarawan yang sudah ditempati sebagai seorang ‘mantan’, malah harus terdegradasi karena pernyataan sendiri. Dinamika dan dialektika yang berkembang dalam masyarakat malah ditanggapi secara sentimental dan penuh dengan retorika yang dangkal. Lebih jauh malah seolah-olah mengesankan diri sebagai pihak yang terdzalimi, sehingga tanpa disadari malah mengesankan ingin melakukan provokasi dan menebarkan kebencian secara massif.
Di titik inilah kita bisa menempatkan seorang Prabowo sebagai seorang pejuang sejati dibandingkan dengan yang lainnya. Tidak ingin menangguk di air keruh, hanya karena memanfaatkan momentum yang ada. Meski ada kepentingan politik yang juga sedang beliau perjuangkan. Tapi dengan jiwa besar, Prabowo mencoba mencermati situasi dan dinamika politik yang sedang terjadi dan menempatkan posisinya pada tempat terhormat.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap Prabowo ini merupakan sebuah proses pembelajaran menuju kedewasaan dalam berdemokrasi. Menggunakan perhitungan politik secara matang dan bertanggung jawab. Tidak semata-mata karena nafsu kuasa semata, yang mungkin sudah mencapai di ubun-ubun.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 18112016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H