Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Riwayat Ahok Berakhir?

16 November 2016   10:59 Diperbarui: 16 November 2016   11:11 3357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, publik Indonesia belum cukup dewasa dalam berdemokrasi. Menyikapi sebuah peristiwa politik dan sosial dengan kaca mata dan mata hati yang jernih dan obyektif. Ada-ada saja kepentingan dan tendensi politik subyektif sebagai pretensi yang membonceng di belakangnya untuk meraih asa (tersembunyi).

Ketidakdewasaan ini bukan hanya menjadi monopoli kaum awam, tapi juga ‘dirampok’ oleh kaum elit dan terdidik. Bahkan dalam banyak hal, terlihat begitu gamblang keawaman masyarakat akar rumput (grass root) dieksploitasi dengan cara memanipulasi sentimen keagamaan mereka. Nilai-nilai religiusitas umat dieksploitasi sedemikian rupa dengan cara-cara yang kadang mengangkangi akal sehat dan nurani yang bersih bening. Semua itu dilakukan karena nalar sehat dan nurani bening bersih itu telah dirasuki kebencian dan ditutupi kepentingan jangka pendek, meraih keuntungan secara politik.

Di sinilah dilema Ahok. Mungkin Ahok hadir pada waktu dan tempat yang salah. Dalam dinamika sosial politik Nasional seperti saat ini, yang masih berada pada tataran pragmatis(me), belum cukup jauh melangkah ke arah ideologis nan idealis(me), tipikal Ahok belum waktunya harus hadir dan berada di depan. Publik Indonesia rupanya belum cukup wise untuk menerima panorama keberagaman sebagai sunnatullah dan anugerah Allah SWT untuk umatnya. Umat dalam pengertian yang sangat luas, dalam perspektif etnis dan agama apapun.

Suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, Ahok harus dapat menerima dan tidak boleh menafikkan kenyataan itu. Bahwa politik hukum kita belum cukup memberi perlindungan bagi semua kelompok masyarakat tanpa memandang etnis, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Dan pada persimpangan jalan inilah, ‘riwayat’ Ahok akan ditentukan. Akankah Ahok tetap ‘berkibar’, atau malah tenggelam dalam pusaran ‘tafsir’ yang tak tunggal, tapi malah menjebaknya, sehingga harus mengantarkannya menuju akhir ‘kepunahannya’. 

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 16112016

Catatan : artikel ini ditulis sebelum Pengumuman Hasil Gelar Perkara oleh Polisi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun