Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Gundah! Masih Ada Generasi Penjaga Kesucian Qur’an

17 Oktober 2016   12:54 Diperbarui: 17 Oktober 2016   13:14 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu sampai dua minggu terakhir atmosfir politik dan sosial Indonesia sangat hingar bingar. Kehingarbingaran itu terjadi menyusul sentilan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok terhadap tafsir surah al-Maidah ayat 51. Sentilan ‘provokatif’ terhadap surah al-Maidah 51 itu, telah menyulut kemarahan sebagian umat Islam ibokota maupun sebagian umat Islam seluruh Indonesia.

Bahwa (benar) sentilan ala Ahok itu sebagai reaksi terhadap ‘kampanye musiman’ agar umat Islam jangan memilih calon pemimpin nonmuslim. Dikatakan ‘kampanye musiman’, karena himbauan dan peringatan itu, baru nyaring terdengar setiap ada hajatan demokrasi. Baik itu hajatan demokrasi bersifat lokal (pemilihan kepala daerah (Pilkada)), maupun bersifat nasional, seperti pemilihan presiden (Pilpres).

Ahok mungkin sudah merasa gerah dengan berbagai manuver oleh sebagian elemen masyarakat yang menggunakan isu agama untuk mencapai tujuan politik. Apalagi mengintroduksi ayat-ayat pada kitab suci yang bersifat transedental untuk mencapai tujuan politik jangka pendek yang bersifat duniawi dan profan.

Sehingga, seperti ingin menguji riak permukaan air (test water), Ahok dengan tanpa merasa ‘risih’ menyinggung surah al-Maidah 51. Selang beberapa hari setelah video pidato surah al-Maidah 51, yang telah dipotong, kemudian diposting melalui akun facebook Buni Yani, publik, terutama umat Islam pun geger.

Geger karena merasa kitab suci, sebagai pedoman umat Islam, yakni Al-Qur’an seakan dilecehkan oleh seorang Ahok, yang ‘Non muslim’. Ahok yang ‘tersudutkan’, sehingga memaksanya harus meminta maaf, sambil menjelaskan bahwa tidak ada maksud dan niatnya menistakan agama Islam, khususnya Al-Qur’an.

Akan tetapi, rupanya sebagian umat Islam menganggap permintaan maaf itu belum cukup menyembuhkan hati mereka yang terlanjur terluka. Maka mereka yang merasa terluka, kemudian mengambil langkah kejut, dengan melaporkan Ahok ke polisi.

Langkah hukum harus ditempuh karena menurut sebagain umat Islam itu, permintaan maaf yang disampaikan Ahok tidak serta merta (otomatis) menggugurkan delik pidana (umum). Delik pidana mana, Ahok diduga telah melakukan penistaan agama (Islam), khususnya Al-Qur’an. Ahok diduga telah dengan sengaja mengutak-atik kesakralan ayat-ayat suci yang menjadi pedoman umat Islam. Ahok diduga telah berani bermain api, menyentil kesadaran paling dasar dan ‘harga diri’ umat Islam.

Bagi sebagian umat Islam, apa yang dilakukan Ahok merupakan upaya sadar untuk mendegradasi keyakinan umat Islam. Ketika seseorang yang tidak berkompeten, apalagi merupakan ‘umat luar’, tidak pantas dan elok, serta tidak seharusnya mencoba mengintervensi keyakinan dan kepercayaan umat lain. Apalagi berusaha menafsirkan ayat-ayat suci yang bukan menjadi bagian dari keyakinan dan kepercayaannya.

Dalam konteks tersebut, maka apa yang ditunjukkan Ahok merupakan anomali sikap dari kewajaran umum. Ahok dinilai telah melakukan penistaan dan penodaan agama, melalui upaya ‘menafsirkan’ ayat-ayat suci yang bukan kepercayaannya. Ahok bahkan dinilai telah dengan sengaja mencederai dan mengancam keberagaman. Mencederai dan mengancam nilai-nilai pluralitas ke-Indonesia-an.

Meski demikian, harus diakui bahwa heboh tafsir al-Maidah 51 oleh Ahok telah memberikan hikmah. Hikmah mana, telah membangkitkan kesadaran dan semangat (ghiroh) untuk membela kebenaran agama yang diwahyukan melalui kitab suci.

Harus segera digarisbawahi, bahwa semangat dan kesadaran beragama yang membara itu perlu pula diiringi dengan sikap-sikap yang menyejukkan. Karena moral agama,  tak kalah pula senantiasa menganjurkan kepada umatnya untuk bersikap proporsional. Artinya ketika seseorang yang dituduh bersalah, kemudian atas kesadaran intrinsik menyampaikan permintaan maaf atas ‘keteledorannya’, mestinya pula kita juga harus menunjukkan sikap yang sama.

Lepas dari ‘niat’ yang masih diragukan, memberikan maaf juga bukan merupakan tindakan yang salah. Malah sebaliknya, ketika seseorang yang dengan kebesaran hati memberikan maaf, maka akan memunculkan kemuliaan jiwa. Tidaklah ketika memberikan maaf menunjukkan kekalahan (mental pecundang), tapi malah memberikan kredit point pada sebuah nilai kesholehan.

Toh, apa yang dianggap sebagai biang keladi kekisruhan itu, berasal dari tafsir yang tidak tunggal. Terdapat beragam tafsir atas ayat 51 surah al-Maidah itu. Para ulama berbeda sudut pandang dalam menafsirkan ayat itu.

Ada yang menafsirkan kata auliya sebagai pemimpin, seperti tafsir Departemen Agama RI (sumber), tafisir Jalalain (sumber), ada pula yang menafsirkan sebagai wali, seperti Tafsir Ibnu Katsir (sumber), ada yang mengartikan sebagai sekutu, teman, atau sahabat yang dekat (sumber).

Dengan perspektif tafsir yang beragam tersebut, seharusnya kisruh mengenai surah al-Maidah 51 setelah Ahok menyampaikan permintaan maaf, tidak perlu lagi diperdebatkan. Himbaun ini mungkin saja akan segera diikuti oleh umat yang tidak memiliki vested interst. Tapi, tidak bagi yang lain, yang memiliki agenda politik tertentu.

Nyatanya kisruh ini sengaja terus dipelihara oleh kelompok-kelompok yang memiliki agenda politik terselebung itu. Mereka ingin terus mencoba memnafaatkan ‘keluguan’umat untuk meraih kepentingan politik jangka pendek. Tidak masalah bagi mereka, meski harus mengorbankan keberagaman yang indah di negeri zamrud khatulistiwa ini. Air yang sempat keruh itu sejatinya sudah hendak dijernihkan, tapi rupanya masih ada yang ingin terus memancing di air keruh itu.

***

Seakan tidak terpengaruh dengan segala kehebohan yang terjadi, dan hendak menjawab bahwa tidak semua umat Islam itu lugu, kemarin (Ahad, 16/10/2016), Pondok Pesantern Al-Imam Ashim Makassar, menyelenggarakan Wisuda Tahfzhul Qur’an ke-4. Wisuda dilakukan untuk ‘meresmikan’ santri-santri yang telah berhasil mengkhatamkan hafalannya, mulai dari tingkatan 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz. Alhamdulillah, salah dua dari para santri yang diwisuda itu, terdapat putra dan keponakan penulis.

Bersama Pimp. Ponpes Al-Imam Ashim, KH. SyamAmir, SQ. (Dokpri)
Bersama Pimp. Ponpes Al-Imam Ashim, KH. SyamAmir, SQ. (Dokpri)
Dengan prosesi wisuda itu menunjukkan bahwa masih ada generasi Islam yang siap menjaga kesucian dan kemurnian Qur’an. Tidak perlu ada grasa grusu menunjukkan sikap seakan-akan karena ‘nila’ yang secetek dilemparkan akan dengan segera menggerus bahkan menafikkan kesucian dan kemurnian Qur’an.

Sebab Allah SWT, telah menegaskan dalam salah satu ayat Qur’an, pada surah al-Hijr, ayat 9. Dia yang empunya kitab suci itu, Allah SWT, berfirman, “innaa nahnu nazzalnaa aldzdzikra wa-innaa lahu lahaafizhuuna”. Sesungguhnya Kami yang mnurunkan Al Qur'an maka Kami pula yang akan menjaganya.

Bagaimana manifestasi Allah SWT menjaga kesucian dan kemurnian Al-Qur’an itu? Ya, salah satunya melalui lisan-lisan para tahfizhul Qur’an. Dengan kemampuan yang dianugerahi Allah SWT, para tahfizhul Qur’an mencoba mempertahankan dan menjaga kesucian dan kemurnian ayat-ayat suci-Nya melalui hafalan mereka.

Sehingga tidak ada sedikit pun kesempatan bagi pihak-pihak yang ingin dengan sengaja memanipulasi setiap ayat-ayatnya. Karena setiap ada peluang untuk memanipulasinya langsung dengan segera akan diketahui. Dan mereka, para hafidz (penghafal Qur’an) ini merupakan ‘pasukan’ garda terdepan dalam menjaga kesucian dan kemurnian Qur’an dari anasir-anasir jahat yang ingin merusaknya.

Tentu saja untuk tetap memberikan stimulasi agar setiap generasi Islam memiliki semangat untuk menghafal dan menjaga Qur’an, maka Allah SWT juga memberikan ‘insentif’ pula. Yakni berupa faedah atau manfaat, baik langsung (fadhail dunia) maupun tidak langsung (fadhail ukhrawi) bagi para hafidz Qur’an.

Sekurang-kurangnya ada 23 keutamaan bagi tahfizhul Qur’an. Keutamaan-keutamaan tersebut, antara lain, 1) Hifzhul Qur’an merupakan nikmat rabbani yang datang dari Allah; 2) Al-Qur’an menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan bagi penghafalnya; 3) Seorang hafizh Al-Qur’an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif nabawi; 4) Hifzhul Qur’an merupakan ciri orang yang diberi ilmu; 5) Hafizh Qur’an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi; 6) Menghormati seorang hafizh Al-Qur’an berarti mengagungkan Allah.

Keenam keutamaan tersebut merupakan fadhail yang langsung dirasakan di dunia ini. Sedangakn 17 lainnya merupakan fadhail ukrawi, yang baru diperoleh ketika seseorang sudah kembali menemui Rabbnya. Seperti, 7) Al Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi penghafal; 8) Hifzhul Qur’an akan meninggikan derajat manusia di surga: 9) Para penghafal Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia dan taat; 10) Bagi para penghafal kehormatan berupa tajul karamah (mahkota kemuliaan); 11) Kedua orang tua penghafal Al-Qur’an mendapat kemuliaan; 12) Penghafal Al-Qur’an adalah orang yang paling banyak mendapatkan pahala dari Al-Qur’an; 13) Penghafal Al-Qur’an adalah orang yang akan mendapatkan untung dalam perdagangannya dan tidak akan merugi; 14) Pikiran yang jernih; 15) Kekuatan memori; 16) Ketenangan dan stabilitas psikologis; 17) Senang dan bahagia; 18) Terbebas dari takut, sedih dan cemas; 19) Mampu berbicara di depan publik; 20) Mampu membangun hubungan sosial yang lebih baik dan memperoleh kepercayaan dari orang lain; 21) Terbebas dari penyakit akut; 22) Dapat meningkatkan IQ; dan 23) Memiliki kekuatan dan ketenangan psikilogis (sumber). Sumber lain menyebutkan ada 40 keutamaam menghafal Qur’an (lihat di sini).

Wisuda tahfizhul Qur’an itu tidak hanya dihadiri para pemerhati tahfizhul Qur’an di Makassar, tapi juga dari Jakarta. Seperti  dengan hadirnya Pimpinan Ponpes Tahfizhul Qur’an, Tebuireng, dan Ketua Dewan Penasehat Yayasan Tahfizhul Qur’an Al-Imam Ashim, yang juga merupakan Sekretaris Lajnah Pentashih Al-Qur’an Depag RI, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA.

Bersama Pimp. Ponpes Tahfizhul Qur'an Tebuireng (Dokpri)
Bersama Pimp. Ponpes Tahfizhul Qur'an Tebuireng (Dokpri)
Bersama Ketua Dewan Penasehat Yay. Al-Imam Ashim dan Sekretaris Lajnah Pentashih Al-Qur’an Depag RI, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA (Dokpri)
Bersama Ketua Dewan Penasehat Yay. Al-Imam Ashim dan Sekretaris Lajnah Pentashih Al-Qur’an Depag RI, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA (Dokpri)
Suasana wisuda semakin semarak dengan penarikan undian doorprize bazhar. Pemberian hadiah kepada pemenang undian doorprize, dengan bermacam-macam jenis hadiah, antara lain kipas angin, rice cooker, dll.
Pembagian Hadiah (Dokpri)
Pembagian Hadiah (Dokpri)
Wisudah tahfzhul Qur’an ini semakin menegaskan bahwa firman Tuhan, yang termaksutb dalam Al-Qur’an tidak akan pernah punah. Akan terus lahir generasi-generasi yang siap menjaga dan memelihara kemurnian al-Qur’an dengan lisan dan pemahamannya. Meski ada ria-raik yang nyaris membuat negeri ini menjadi centang perenang, penulis tidak merasa risau, karena Allah sendiri telah memberikan jaminan akan menjaganya, melalui para tahfizhul (hafids) Qur’an.

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 17102016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun