Hanya saja pengakuan Buni Yani sangat perlu diragukan niatnya. Mengingat ia adalah seorang jurnalis dan wartawan dari sebuah majalah nasional sekelas Tempo. Belum lagi bila menilik profilnya, dengan latar belakang pendidikan luar negeri, jebolan Amerika, serta sebagai seorang dosen. Kok mengaku malah takut berhadapan dengan polisi?
Lebih membuat kita gemas adalah, meski mengaku takut berhadapan dengan polisi (penyelidik dan penyidik), tetapi sikap Buni Yani sungguh di luar ekpekatsi publik dan pemirsa TV One pada acara ILC itu. Tidak ada sedikit pun muncul semburat rasa penyesalan dan kemudian meminta maaf atas kegaduhan yang tidak lepas dari ulahnya.
Sangat berbeda sekali sikap yang ditunjukkan Buni Yani ketika hadir di ILC itu dengan apa yang ditunjukkan di luar. Bahkan dengan sesumbar Buni Yani menantang menyatakan siap meladeni tuntutan itu (lihat di sini). Tidak hanya sampai di situ, Buni Yani bersama timnya juga sudah membuat laporan polisi terhadap Kotak Adja dengan delik pencemaran nama baik (lihat di sini). Â
Soal saling lapor melaporkan ini kita serahkan kepada mereka yang berkompeten untuk mengurai benang kusut itu. Siapa yang paling benar dan jujur dari heboh surah al-Maidah 51 ala Ahok ini kita hanya bisa menunggu dan berharap. Berharap agar masalah ini tidak merembet jauh sampai harus mengorbankan keutuhan dan kebhinekaan bangsa dan negara tercinta ini. Keberagaman ini sangat terlalu mahal dikorbankan hanya karena kepentingan politik sesaat dan bersifat sementara.
Tapi satu hal yang pasti, adalah setelah Ahok meminta maaf karena dugaan telah melakukan penistaan agama (qur’an), publik juga menunggu dan berharap sikap yang sama juga ditunjukkan Buni Yani. Apakah seorang Buni Yani dengan semangat ingin membela kebenaran Islam, mau juga ‘merendahkan’ diri untuk meminta maaf kepada publik. Bahwa gegara ulahnya pula, negeri ini hampir saja menjadi centang perenang. Spirit Islam yang menjadi semangat perjuangannya Buni Yani, dan juga saya sebagai seorang muslim, adalah berbesar hati secara terbuka dan jujur mau mengakui kesalahan dan memohon maaf. Soal apakah setelah meminta maaf itu, akan bersambut atau tidak, itu soal lain.
Saya yakin, setiap mereka yang mengaku beragama, pasti akan tidak tega membiarkan seseorang yang telah menjulurkan tangan meminta maaf, kemudian tak mengulurkan tangan menyambut baik permintaan maaf itu. Kebesaran jiwa dan kelapangan hati jauh lebih penting daripada mengorbankan kedamaian hati hanya karena rasa sumpek sesaat. Karena itu, Buni Yani harus menunjukkan itikad baik dan kejujuran agar mau mengikuti jejak Ahok, meminta maaf pula. Tidak peduli siapa yang salah dan benar dalam kisruh pidato nyeleneh di Kepulauan Seribu yang memantik geger itu.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Oleh : eN-Te
Makassar, 13102016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H