Oleh : eN-Te
Taat Pribadi memang fenomenal. Hanya bermodalkan “kesaktian” sebagaimana diyakini oleh pengikutnya, ia dapat dengan mudah mengelabui banyak orang. Bahkan untuk menangkapnya saja, pihak kepolisian harus menurunkan berkompi-kompi pasukan yang dilengkapi pula pasukan kendaraan barakuda. Maka gegerlah Indonesia!
***
Tak ingin pamornya kalah dengan Taat Pribadi, Gubernur DKI Jakarta, yang juga berniat maju menjadi calon gubernur (Cagub) DKI pada Pilkada 2017, yang juga petahana, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok hendak pula membuat “geger”. Frase geger saya beri tanda kutip untuk membedakan geger ala Taat Pribadi.
Ketika berada di Kepulauan Seribu, di hadapan warga, Ahok berpidato dan menyinggung-nyinggung soal surah al-Maidah 51. Maka gegerlah publik Indonesia, bersamaan vedio pidato yang sudah dipotong mengikuti syahwat kepentingan, beredar di media sosial. Beramai-ramai pihak yang merasa “dirugikan” menyampaikan keberatan, bahkan melaporkan ke polisi dengan tuduhan penistaan agama.
***
Beberapa kelompok bereaksi keras terhadap pidato Ahok itu. Mereka langsung bergerak cepat melaporkan pidato Ahok kepada polisi. Delik yang ditujukan adalah penistaan agama.
Mereka antara lain Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) (lihat di sini), dan organisasi massa Pemuda Muhammadiyyah yang ikut kebakaran jenggot tersebut. Pimpinan Pusat ormas tersebut pun berniat melaporkan Ahok ke polisi dengan tuduhan penistaan agama (lihat di sini).
Ikut pula Komisi Hak Azasi Manusia (HAM), tak mau kalah “menyalahkan” Ahok. Dengan alasan agar tidak terjadi “kerusuhan” maka Komnas HAM pun cawe-cawe menyarankan Ahok meminta maaf.
Entah Komnas HAM sudah melakukan penelitian dan menelaah secara menyeluruh isi vedio pidato lengkap itu atau tidak. Tapi sikap Komnas HAM yang dengan serta merta meminta Ahok harus menyampaikan permohonan maaf, rada aneh. Padahal isi (redaksi) pidato dan konteks ketika Ahok menyampaikan itu, tidak dalam maksud menistakan agama (Kitab Suci). Sementara pada kasus Taat pribadi, meski sangat banyak orang dikibuli dan menderita, Komnas HAM diam membisu.
Begitu pula dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut MUI bahwa bukan kali ini saja Ahok melakukan provokasi yang menyerempet masalah agama (running text Kompas TV). MUI lupa bahwa apa yang dilakukan Ahok merupakan reaksi balik terhadap semua provokasi dan aksi telanjang yang selama ini menyerang dan memojokkannya dengan sentimen agama. Kenapa pula, ketika orang yang diserang memberikan reaksi balik, malah dituduh provokatif (melakukan provokasi)? Apa tidak kebalik?