Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kasus Taat Pribadi Bukanlah yang Pertama

6 Oktober 2016   12:53 Diperbarui: 6 Oktober 2016   17:26 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar http://www.solopos.com, dan http://jabar.tribunnews.com

Geger Taat Pribadi sampai hari ini masih menjadi berita utama. Bukan saja mendominasi media berita mainstream, seperti televisi dan media cetak, tapi juga merambah jauh sampai di pojok-pojok kampung, di kedai-kedai, warteg-warteg (warung tegal), dan warkop-warkop (warung kopi). Di mana ada berkumpul sekelompok orang, hampir pasti topik yang tidak lepas juga ikut mendapat porsi pembahasan adalah fenomena klenik dan takhayul penggandaan uang yang menjadi booming hari-hari ini. Klenik dan takhayul mana dengan munculnya seseorang yang dipercaya oleh pengikutnya sebagai orang yang memiliki kesaktian dapat menggandakan uang. Tapi frasa menggandakan ini kemudian dikoreksi menjadi pengadaan uang.

Jika frasa yang dimaksud adalah pengadaan uang, bukan penggandaan uang, seperti awal mula publik memahami dan kemudian membuat geger, maka sudah sangat jelas bahwa apa yang Taat Pribadi lakukan itu merupakan (upaya) penipuan. Tidak lebih dari itu.

Fenomena iming-iming kekayaan yang diperoleh secara instan, tidak hanya baru kali ini saja terjadi. Geger Taat Pribadi adalah salah satu rentetan peristiwa sebelumnya yang pernah hadir dan menjadi tontonan dari dagelan yang tidak menarik menghiasi atmosfir (jagad) politik dan social Indonesia. Namun, sangat disayangkan bahwa setelah semua peristiwa dan kasus memprihatinkan itu terjadi, tidak serta merta membuat public Indonesia sadar dan mau mengambil pelajaran. Selalu saja gagal belajar! Gagal maning, gagal maniiing!

KOSPIN
Sebelum Taat Pribadi menggegerkan atmosfer politik dan jagad sosial Indonesia, publik Indonesia juga pernah dibuat terheran-heran bodoh (bego). Publik Sulawesi Selatan pernah merasakan euforia 'kaya mendadak', karena mendapat keuntungan yang berlipat ala Koperasi Simpan Pinjam (lebih familiar dikenal dengan akronim KOSPIN) yang pernah beroperasi di Kabupaten Pinrang tahun 1998. 

Tak tanggung-tanggung, mereka yang terjebak dan kemudian tertipu, dan akhirnya jatuh 'terlunta-lunta', tidak hanya masyarakat awam yang sangat mudah dibodohi dengan iming-iming 'angin surga', tapi juga para penggede. Bahkan terungkap pula bahwa beroperasinya KOSPIN tersebut di-back-up pula oleh pejabat dan akademisi yang juga merupakan pakar ekonomi.

Akibat praktek menawarkan mimpi angin surga ala KOSPIN, telah mengantarkan bosnya, Suparman harus meringkuk di balik jeruji besi. Karena janji angin surga ala KOSPIN, telah mengantarkan sebagian warga Sulawesi Selatan tertipu mentah-mentah, dan kemudian berubah menjadi miskin mendadak (cerita tentang anggota KOSPIN yang mendadak miskin). “Untung yang diharap warga tak jua datang, malah buntung yang membayang. Dari mendadak kaya, banyak warga kemudian mendadak miskin. Bahkan sebagian stress.” (lihat sumber)

Kakek Tajir Eyang Subur
Selanjutnya publik Indonesia juga terperangah ketika geger artis Adi Bing Slamet dengan kawan-kawannya yang berseteru dengan Eyang Subur. Berkedok sebagai guru spiritual para artis, Eyang Subur dengan mudahnya 'mengoleksi' istri-istri (sembilan istri) dalam satu atap.

Eyang Subur adalah pria kelahiran Jombang 12 Desember 1946, dia seorang pengusaha, kolektor kristal, sekaligus guru spiritual artis Ibu Kota. Si Eyang Subur mulai dikenal publik Indonesia setelah salah seorang artis ibu kota, Adi Bing Slamet membuat pengakuan secara terbuka. Menurut Adi bahwa si Eyang Subur ini mempunyai keahlian dan kemampuan 'sakti'. Pengakuan ini diberikan setelah Adi membuktikan sendiri kemampuan si Eyang ketika dia datang berobat dan mendapat naiehat spiritual. Sejak saat itu, Adi percaya bahwa si Eyang Subur ini mempunyai 'kesaktian', sehingga membuat Adi bahkan sampai harus bertindak menjadi kaki tangan si Eyang (lihat sumber).

Cerita kemudian berlanjut. Ketika 'kerja sama' antara si Adi dan si Eyang tidak lagi berjalan harmonis, maka Adi pun murka, sehingga membuat Adi melaporkan si Eyang ke pihak kepolisian. Hanya saja delik yang dituduhkan Adi kepada mantan gurunya itu dengan penistaan agama.

Bahkan ada cerita yang lebih membuat terkaget-kaget dan sangat mengejutkan. Yakni ada istri sah dari artis yang karena berguru pada 'dukun spiritual' ini malah merelakan istrinya di madu Sang Eyang (lihat sumber). Belakangan setelah tersadar, baru sang artis mengaku bahwa hal itu (kesediaanya merelakan istrinya) sebagai di luar kesadarannya. Ah, ada-ada saja!

Guntur Bumi
Redah fenomena Eyang Subur muncul lagi ustadz gadungan ala artis, Guntur Bumi. Guntur Bumi tidak hanya mengelabui para artis, tapi juga menaklukkan hati dan atau raga seorang aktris sehingga bersedia menjadi istrinya.

Nama Guntur Bumi mulai dikenal publik dan pemirsa televisi Indonesia setelah tampil dalam reality show berjudul Pemburu Hantu. Dalam acara tersebut, Guntur Bumi dikenal sebagai paranormal. Ketika acara yang ikut pula digawangi itu mendapat protes dari berbagai kalangan, namanya pun ikut tenggelam (lihat sumber).

Nama Guntur Bumi kembali mencuat ketika ia mampu menaklukkan dan meluluhlantakkan hati dan raga artis Puput Melati. Berawal dari Pemburu Hantu, kemudian Guntur Bumi mencoba peruntungannya dengan 'menyambi' jadi ustadz. Karena itu kemudian dia menambahkan predikat di depan namanya menjadi ustadz Guntur Bumi. Ia kemudian lebih dikenal oleh publik sebagai UGB.

Menurut pengakuannya, bahwa ia tertarik terjun ke dunia dakwah karena diajak oleh almarhum Ustadz Jeffry Al-Bukhoiri (Uje). Guntur Bumi menyebutkan, bahwa Uje-lah yang mendorong dan menuntunnya untuk melakukan dakwah. "Almarhum Uje adalah orang yang mendorongnya ke dunia dakwah. Awalnya saya dari Pemburu Hantu, namun dia yang menuntun saya untuk berdakwah," kata UGB dalam sebuah wawancara (lihat sumber).

Sayangnya semangat mengajak untuk melakukan kebaikan yang ditularkan Uje kepadanya, malah belakangan dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh Guntur Bumi dengan melakukan tindakan penipuan (lihat sumber), pencurian emas (lihat sumber), dan pelecehan seksual (lihat sumber). Ada sembilan kasus yang menjerat Guntur Bumi karena ulahnya (lihat sumber).

Gatot Brajamusti
'Matinya' Eyang Subur dan Guntur Bumi, tidaklah membuat praktek perdukunan berkedok ritual spiritual menjadi berhenti, tapi malah tumbuh pula Gatot Brajamusti. 'Reinkarnasi' secara sempurna Eyang Subur dilakukan oleh Gatot Brajamusti. Merasa tidak perlu terlalu njelimet belajar, asal dapat mengetahui sedikit seluk beluk modus operandi yang dipraktekkan Eyang Subur dan Guntur Bumi, maka Gatot Brajamusti pun mulai membuka “praktek”. Tak sembarang nama dipilih, agar publik, terutama artis dapat datang 'mengerubutinya'. Gatot kemudian menyebut dirinya sebagai guru spiritual. Maka media Indoensia yang senang dengan sensasi pun mem-blow up dan mengekspose secara besar-besaran istilah itu.

Para artis yang lagi galau dan gundah gulana, baik karena profesinya (prospeknya sebagai artis) sudah tidak lagi menjanjikan, atau juga lagi musuh-musuhan dalam urusan rumah tangga bersama pasangannya, kemudian mencari 'kedamaian' dengan mendatangi para guru yang disebutnya sebagai guru spiritual itu (saya lebih suka menyebutnya dengan dukun klenik). Gatot Brajamusti pun mendapat angin, mulai menebarkan pesona, dan bersamaan pula mulai menjalankan modus 'menjerat' hati para artis yang lagi galau dan gundah gulana itu.

Para artis (sebagaimana cerita artis yang telah tersadarkan), bahwa sebenarnya mereka sudah tahu ada sesuatu yang salah dalam ritual ala dukun spiritual itu. Tapi mereka tetap saja terus terbuai dengan 'ajaran' ala dukun klenik itu. Entahlah, apa yang menyebabkan sehingga mereka sampai tidak memiliki kekuatan untuk sekedar protes, dan selanjutnya menyatakan keluar dari lingkaran setan itu.

Berbagai penyimpangan pun terkuak setelah sang dukun klenik ditangkap pihak berwajib karena kasus narkoba. Narkoba rupanya menjadi titik masuk untuk menguak sisi gelap sang dukun. Ternyata dalam 'pelajaran kleniknya' terkuak pula proses pembelajaran dan praktek-praktek ala binatang. Ada penyimpangan seksual, konsumsi narkoba, ritual seks yang dilakukan secara bersama dan beramai-ramai. Dan masih banyak praktek konyol lainnya.

Taat Pribadi
Saya menghindari menyebut Taat Pribadi dengan mengawalinya dengan menyertakan frase Dimas Kanjeng. Setelah praktek 'perdukunannya' ini terkuak dan yang bersangkutan sendiri tertangkap atas tuduhan sebagai otak pembunuhan, maka predikat dengan sebutan Dimas Kanjeng menjadi sudah tidak pantas melekat pada dirinya. Profil serta roman wajahnya saja membuat saya ragu untuk menyebutnya dengan predikat Dimas dan atau Kanjeng.

Begitu pula dengan sebutan santri yang digunakan untuk menyebut pengikutnya. Sebutan santri untuk pengikut Taat Pribadi ini juga salah kaprah sehingga mendapat protes dari para kyai dan tokoh agama. Menurut para kiyai dan tokoh agama itu, bahwa yang dilakukan di padepokan Taat Pribadi itu bukan merupakan proses mencari, mendalami, dan mengkaji ilmu agama sebagaimana lazimnya yang terjadi di lembaga pendidikan seperti pondok pesantren. Tapi lebih tepat, mungkin lebih tepat, sekali lagi saya menyebutnya sebagai belajar klenik dan takhayul.

Adalah kamuflase dengan menggunakan ritual agama, seperti melakukan dzikir dan istighotsyah, menjalankan ibadah sholat, dan lain sebagainya, hanya sebagai kedok untuk mengelabui pengikutnya. Karena itu dalam tulisan ini untuk menyebut dukun klenik 'pengganda uang' itu, saya lebih suka menggunakan frasa Taat Pribadi saja.

Gagal Belajar
Meski sudah mengetahui Eyang Subur dan Guntur Bumi mengelabui para artis, tapi hal itu tidak sedikit membuat para artis Indonesia menimba pelajaran. Kasus-kasus serupa yang pernah terjadi, yang melibatkan artis sebagai korban, rupanya tidak cukup menjadi pembelajaran berharga. Maka belakangan muncul lagi kasus serupa dan sebangun, kembali menjerat artis sebagai korban.

Rupanya para petualang ini sangat tahu persis isi batok kepala para artis. Bahwa makhluk Indonesia yang paling mudah dikibuli adalah para artis. Hanya dengan sedikit ilmu yang dibumbui dengan mantara-mantra yang bernuansa spiritual, dan kemudian memperlihatkan tempat pembelajaran (rumah dan atau padepokan) dengan suasana sedikit mistik, berikut menambahi pula dengan klenik dan takhayul, maka hati para artis menjadi luluh lantak (klepak klepek). Langkah berikutnya mencuci otak dengan berbagai ilusi dan halusinasi, maka jiwa dan juga raga artis sudah bisa ditaklukkan.

Belakangan terkuak pula, bahwa bukan hanya makhluk Indonesia bernama artis saja yang terjebak dengan fantasi ala klenik dan takhayyul. Mereka yang menyandang predikat intelektual dan cendekia, bergelar doctor dan (mungkin) pula guru besar, juga tersungkur pula karena klenik dan takhayul itu. Ternyata ilmu klenik dan takhayul sebagai bagian dari cerita budaya Indonesia, tidak dapat terkikis habis dari akarnya, meski dunia sedang bergerak maju dan semakin modern.

Fenomena Ganjil
Fenomena tersebut memberikan sebuah gambaran bahwa masyarakat kita belum beranjak jauh dari ranah pemikiran mistikisme dan takhayul ke arah cara berpikir rasional obyektif. Masyarakat kita dengan sangat mudah terbuai oleh iming-iming yang dibalut dengan nuansa religius (spiritualitas).

Kondisi tersebut memberikan konfirmasi bahwa meski dunia semakin bergerak ke arah modernitas, tapi masyarakat kita masih saja belum bergerak secara signifikan dalam tahap pemikiran. Di satu sisi terjadi transformasi budaya dan ekonomi, serta sosial, hal itu tidak serta merta membuat jiwa juga semakin berisi dan mendapat ketenangan. Dalam dunia serba cepat itu, gejala kekosongan jiwa menjadi pemandangan yang biasa. Maka beramai-ramai orang kemudian mencari kompensasi untuk mendapatkan kedamaian hati sebagai kekayaan rohani maupun menumpuk kekayaan materi dengan jalan pintas melalui pendekatan yang irrasional, bahkan a rasional.

Praktek-praktek pesugihan, mental terabas, iming-iming mendapatkan kekayaan dengan jalan pintas, dan lain-lain menjadi pusat perburuan. Mereka yang secara penampakan fisik maupun rohani tidak menggambarkan seperti apa yang dipercaya pengikutnya, tapi hanya bermodalkan 'pengakuan' dapat mewujudkan mimpi 'ingin menjadi', maka ramai-ramai didatangi, karena dipercaya memilki 'tuah'.

Tujuannya ingin menjadikannya sebagai guru, dan mereka bersedia menjadi murid yang siap berguru padanya. Apalagi dalam kondisi euforia seperti itu, sang guru itu dengan lihai pula mengekploitasi emosi sesaat pengikutnya menjadi hal yang mengikat secara bathiniah. Mantranya cuma satu, menambah gelarnya sebagai guru tadi menjadi guru spiritual.

Maka terjadi proses simbiose-mutualisme ala doktrin guru dan ustadz gadungan. Guru yang dipercaya mempunyai “tuah” ini mulai mempermainkan emosi 'jamaahnya' dengan berbagai modus. Mulai pengobatan yang cesplang, kaya mendadak, ganda fulus, dan lain sebagainya untuk menaklukkan hati muridnya yang lagi gundah gulana. Sedang pengkiutnya, mendapat ketenagan semu, karena mendapat iming-iming dan janji-jani angin surga, yang entah kapan akan hadir.

Fenomena ganjil ini bukan hanya menjadi milik para kaum awam yang tidak paham dengan realitas sosial. Tapi, anehnya juga menjangkiti pula mereka yang secara akademik sangat terdidik dan intelek. Rasionalitas sebagai alas pijak bagi para intelek-cendekia seakan hilang pudar seketika bila sudah diperhadapkan dengan 'kesaktian' guru spiritual yang percaya. Bahkan dalam kondisi yang sudah tidak bisa lagi mengelak dari keterpojokkan, dia masih menganalogikan kemampuan sang guru abal-abal itu dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (lihat artikel terkait). Adakah hal ini karena pengaruh magis sang guru abal-abal?

Faktor Ekonomi dan Politik
Melihat fenomena masyarakat yang mudah terbuai dan terjebak iming-iming beraroma penipuan, mulai dari KOSPIN, Guntur Bumi, Eyang Subur, Gatot Brajamusti, dan terakhir Taat Pribadi, menjelaskan faktor ekonomi dan politik saling berkelindan di dalamnmya.

Setidak-tidaknya ada dua faktor yang bisa menjadi dasar untuk menjawab (lihat sumber). Pertama, sebagian besar masyarakat masih terkungkung dalam budaya magis seperti disebut J. B. Mangunwijaya. Kedua, kebanyakan warga masyarakat di negeri ini, sebagaimana tipikal masyarakat Indonesia menurut Koentjaraningrat, masih bermental terabas, ingin menempuh jalan pintas untuk mencapai suatu tujuan, memperoleh kekayaan dengan cara instan, tapi melupan etos kerja.

Masyarakat kita masih lebih suka bermimpi sambil berfantasi, daripada berusaha secara giat bekerja dengan etos kerja yang baik. Melalui usaha dan kerja keras, diiringi dengan sikap tawakkal, maka akan membawa perubahan dalam hidup. Sayangnya penyakit etos kerja rendah (mental malas, tapi ingin cepat kaya) ini tidak hanya menjadi monopoli kaum awam, tapi juga diborong oleh para kaum terdidik nan intelek.

Hal itu disebabkan karena masyarakat kita belum akrab dengan budaya pikir (rasionalitas), tapi masih berkutat pada hal-hal berbau klenik dan takhayul, termasuk dalam hal cara berpikir. Jelas terlihat bahwa motif ekonomi menjadi pendorong utama orang menjadi terjebak daya magis tepu-tepu. Juga hal lainnya, yakni motif politik karena obsesi ingin memiliki kekuasaan dan popularitas (punya nama). Melalui kekuatan magis, mereka mengeksploitasi dan mempengaruhi perasaan pengikut untuk tetap berada di bawah 'kekuasaannya'.

Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 06102016

Oleh: eN-te

Artikel terkait Taat Pribadi (Mental Terabas) dan (Analogi Aneh)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun