Nama Guntur Bumi mulai dikenal publik dan pemirsa televisi Indonesia setelah tampil dalam reality show berjudul Pemburu Hantu. Dalam acara tersebut, Guntur Bumi dikenal sebagai paranormal. Ketika acara yang ikut pula digawangi itu mendapat protes dari berbagai kalangan, namanya pun ikut tenggelam (lihat sumber).
Nama Guntur Bumi kembali mencuat ketika ia mampu menaklukkan dan meluluhlantakkan hati dan raga artis Puput Melati. Berawal dari Pemburu Hantu, kemudian Guntur Bumi mencoba peruntungannya dengan 'menyambi' jadi ustadz. Karena itu kemudian dia menambahkan predikat di depan namanya menjadi ustadz Guntur Bumi. Ia kemudian lebih dikenal oleh publik sebagai UGB.
Menurut pengakuannya, bahwa ia tertarik terjun ke dunia dakwah karena diajak oleh almarhum Ustadz Jeffry Al-Bukhoiri (Uje). Guntur Bumi menyebutkan, bahwa Uje-lah yang mendorong dan menuntunnya untuk melakukan dakwah. "Almarhum Uje adalah orang yang mendorongnya ke dunia dakwah. Awalnya saya dari Pemburu Hantu, namun dia yang menuntun saya untuk berdakwah," kata UGB dalam sebuah wawancara (lihat sumber).
Sayangnya semangat mengajak untuk melakukan kebaikan yang ditularkan Uje kepadanya, malah belakangan dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh Guntur Bumi dengan melakukan tindakan penipuan (lihat sumber), pencurian emas (lihat sumber), dan pelecehan seksual (lihat sumber). Ada sembilan kasus yang menjerat Guntur Bumi karena ulahnya (lihat sumber).
Gatot Brajamusti
'Matinya' Eyang Subur dan Guntur Bumi, tidaklah membuat praktek perdukunan berkedok ritual spiritual menjadi berhenti, tapi malah tumbuh pula Gatot Brajamusti. 'Reinkarnasi' secara sempurna Eyang Subur dilakukan oleh Gatot Brajamusti. Merasa tidak perlu terlalu njelimet belajar, asal dapat mengetahui sedikit seluk beluk modus operandi yang dipraktekkan Eyang Subur dan Guntur Bumi, maka Gatot Brajamusti pun mulai membuka “praktek”. Tak sembarang nama dipilih, agar publik, terutama artis dapat datang 'mengerubutinya'. Gatot kemudian menyebut dirinya sebagai guru spiritual. Maka media Indoensia yang senang dengan sensasi pun mem-blow up dan mengekspose secara besar-besaran istilah itu.
Para artis yang lagi galau dan gundah gulana, baik karena profesinya (prospeknya sebagai artis) sudah tidak lagi menjanjikan, atau juga lagi musuh-musuhan dalam urusan rumah tangga bersama pasangannya, kemudian mencari 'kedamaian' dengan mendatangi para guru yang disebutnya sebagai guru spiritual itu (saya lebih suka menyebutnya dengan dukun klenik). Gatot Brajamusti pun mendapat angin, mulai menebarkan pesona, dan bersamaan pula mulai menjalankan modus 'menjerat' hati para artis yang lagi galau dan gundah gulana itu.
Para artis (sebagaimana cerita artis yang telah tersadarkan), bahwa sebenarnya mereka sudah tahu ada sesuatu yang salah dalam ritual ala dukun spiritual itu. Tapi mereka tetap saja terus terbuai dengan 'ajaran' ala dukun klenik itu. Entahlah, apa yang menyebabkan sehingga mereka sampai tidak memiliki kekuatan untuk sekedar protes, dan selanjutnya menyatakan keluar dari lingkaran setan itu.
Berbagai penyimpangan pun terkuak setelah sang dukun klenik ditangkap pihak berwajib karena kasus narkoba. Narkoba rupanya menjadi titik masuk untuk menguak sisi gelap sang dukun. Ternyata dalam 'pelajaran kleniknya' terkuak pula proses pembelajaran dan praktek-praktek ala binatang. Ada penyimpangan seksual, konsumsi narkoba, ritual seks yang dilakukan secara bersama dan beramai-ramai. Dan masih banyak praktek konyol lainnya.
Taat Pribadi
Saya menghindari menyebut Taat Pribadi dengan mengawalinya dengan menyertakan frase Dimas Kanjeng. Setelah praktek 'perdukunannya' ini terkuak dan yang bersangkutan sendiri tertangkap atas tuduhan sebagai otak pembunuhan, maka predikat dengan sebutan Dimas Kanjeng menjadi sudah tidak pantas melekat pada dirinya. Profil serta roman wajahnya saja membuat saya ragu untuk menyebutnya dengan predikat Dimas dan atau Kanjeng.
Begitu pula dengan sebutan santri yang digunakan untuk menyebut pengikutnya. Sebutan santri untuk pengikut Taat Pribadi ini juga salah kaprah sehingga mendapat protes dari para kyai dan tokoh agama. Menurut para kiyai dan tokoh agama itu, bahwa yang dilakukan di padepokan Taat Pribadi itu bukan merupakan proses mencari, mendalami, dan mengkaji ilmu agama sebagaimana lazimnya yang terjadi di lembaga pendidikan seperti pondok pesantren. Tapi lebih tepat, mungkin lebih tepat, sekali lagi saya menyebutnya sebagai belajar klenik dan takhayul.
Adalah kamuflase dengan menggunakan ritual agama, seperti melakukan dzikir dan istighotsyah, menjalankan ibadah sholat, dan lain sebagainya, hanya sebagai kedok untuk mengelabui pengikutnya. Karena itu dalam tulisan ini untuk menyebut dukun klenik 'pengganda uang' itu, saya lebih suka menggunakan frasa Taat Pribadi saja.