Oleh : eN-Te
Publik Indonesia benar-benar dibuat terkaget-kaget. Belum lama mantan Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI), Gatot Brajamukti diciduk Polisi akibat penyalahgunaan narkoba dan penyimpangan praktek-praktek “keagamaan”, serta kejahatan seksual, hari-hari ini publik Indonesia kembali dikejutkan sebuah kasus yang tidak kalah menggegerkan.
***
Ya, kasus yang menjerat seseorang yang oleh para pengikutnya menganggap orang itu memiliki “aura sakti”. Kesaktian mana menurut pengikutnya dapat menggandakan nilai kekayaan (uang) seseorang menjadi berlipa-lipat.
Tak tanggung-tanggung, di antara para pengikutnya itu, terdapat seorang tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Bahkan atas “keikhlasannya” mempercayai kesaktian sang patron, tokoh ICMI itu didapuk menjadi Ketua Yayasan Padepokan. Dialah Marwah Daud Ibrahim, Ph.D., seorang cendekiawan, akademisi, dan pernah menjadi praktisi politik (politisi). Tidak hanya seorang Marwah yang tokoh ICMI akademisi, cendekia, dan politisi, menurut Kepala Badan Resor Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, dari Kopassus sampai pejabat juga ikut tertipu oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi (lihat di sini).
***
Siapa sebenarnya Mardah Daud Ibrahim (untuk mudahnya kita sebut saja Marwah)? Perempuan berkerudung ini lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan, 8 November 1956. Pengalamannya dan karier serta profil pendidikannya cukup membuat kita berdecap kagum.
Marwah merupakan lulusan atau jebolan luar negeri. Pendidikan Master dan Doktoralnya dia selesaikan di Amerika Serikat (AS). Sekembalinya dari AS, ia bergabung dengan organisasi ICMI, menjabat sebagai Sekretaris Umum. Selain itu, ia aktif di Partai Golkar, partai yang membawanya ke gedung parlemen (lihat di sini).
***
Menilik pada latar belakang pendidikannya saja, apalagi merupakan alumni AS, membuat hati ini menjadi masygul, lantas bertanya, ada apa dengan Marwah? Belum lagi bila kita kaitkan dengan komunitas kecendekiaannya di mana dia bergabung. Komunitas cendekia itu, tak sembarang, membawa-bawa nama sebuah agama besar yang menjadi anutan mayoritas warga bangsa ini, ICMI.
Tapi, mengapa Marwah kemudian harus “terjebak” pada mentalitas manusia Indoensia yang oleh Koentjaraningrat disebut sebagai mental terabas? Mental ingin mendapatkan sesuatu secara cepat, instan, kilat, tanpa harus mengeluarkan usaha ektra. Mental ingin kaya mendadak dengan tanpa harus mengeluarkan peluh keringat.