Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gara-gara Frasa Tidak Lazim, Jessica (dapat) Bebas

2 September 2016   15:47 Diperbarui: 2 September 2016   17:54 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merujuk pada pengertian itu, maka seharusnya ahli dapat menjawab pertanyaan PH atas kesimpulan bahwa perilaku Jessica “tidak lazim” itu adalah perilaku yang tidak sesuai dengan pola kebiasaan dan praktek umum yang sering terlihat di masyarakat.

Lazim dan atau tidak lazim itu tidak harus berdasarkan pada suatu parameter tertentu atau statistik hasil penelitian tertentu, sebagaimana sering dipersoalkan PH terdakwa, tapi lebih berdasarkan pada pola perilaku yang terjadi di masyarakat. Dan pola perilaku itu bersifat umum dan tidak tertulis, serta menjadi kesepakatan bersama. Sehingga ketika sebuah perilaku yang terlihat dan cenderung keluar dari pakem yang sudah berlangsung (umum), maka hal itu dikatakan sebagai perilaku yang tidak lazim. Sederhananya, menjawab pertanyaan PH terdakwa tentang parameter itu, maka lazim dan tidak lazim itu mengacu pada kebiasaan umum yang berlaku di masyarakat.

***

Persidangan berikutnya akan menghadirkan saksi yang meringankan dari pihak terdakwa. Sedang, kesempatan JPU sudah “tertutup” untuk membutkikan bahwa dugaan pelaku utama Mirna meninggal adalah atas ulah Jessica.

Terminologi atau frasa “lazim” dan “tidak lazim” mungkin tidak lagi kita dengar di ruang persidangan. Kehebohan karena perdebatan istilah itu mungkin juga mereda. Otomatis kelucuan ala saksi ahli juga lambat laun meredup.

PH harus dapat meyakinkan bahwa saksi meringankan terdakwa tidak mengulangi “kesalahan” yang sama, seperti dilakukan saksi ahli JPU. Degan begitu, Jessica boleh berbesar hati (optimis) akan dapat keluar dari lubang jarum, karena telah “ditolong” oleh “keluguan” ala saksi ahli dari JPU. Tapi, jika tidak, PH harus lebih bekerja ekstra keras untuk dapat menolong Jessica dari kemungkinan hukuman maksimal dari tuntutan jakwa atas delik pembunuhan berencana, yakni hukuman mati.

Episode berikutnya mungkin akan kita saksikan perdebatan baru antara JPU dan saksi meringan dari pihak terdakwa. Apakah dalam perdebatan nanti masih akan kita temukan kelucuan bentuk lain? Mari kita tunggu episode itu berlangsung!

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 02092016    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun