Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tax Amnesty, Antara Keresahan dan Semangat Patriotisme

31 Agustus 2016   12:04 Diperbarui: 31 Agustus 2016   12:18 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.inforexnews.com

TV One pada setiap pekan setiap hari Selasa pukul 19.30 WIB menayangkan program acara wajib, Indonesia Lawyer Club (ILC). Program itu dipandu langsung oleh Presiden ILC dan juga sekaligus Pemimpim Redaksi TV One Karni Ilyas.

Biasanya program acara ILC selalu mengangkat isu yang lagi hangat diperbincangkan menjadi bahan diskusi. Narasumber yang diundang dalam diskusi pun adalah pihak-pihak yang berkompeten dan berkepentingan dengan tema yang akan dibahas.

Indonesia Lawyer Club (ILC) tadi malam (Selasa, 30/8/2016) kembali menggelar diskusi dengan mengangkat isu yang lagi hangat diperbincangkan publik. Isu yang saat ini hangat diperbincangkan publik, adalah pro kontra mengenai pengampunan pajak (Tax Amnesty). Isu hangat mengenai Tax Amnesty, yang kemudian menjadi pro kontra, sehingga menimbulkan polemik dan kontroversi di masyarakat.

Polemik dan kontroversi itu muncul karena belum semua rakyat Indonesia memahami dengan baik tentang Tax Amnesty itu. Dalam rangka untuk menjembatani gap itu, maka ILC (selalu) hadir untuk mengupas tuntas kebijakan pemerintah yang memunculkan polemik dan kontroversi itu, yakni masalah  Tax Amnesti melalui diskusi dengan menghadirkan narasumber yang terkait dan tentu saja berkompeten.

Polarisasi

Sejak Undang-undang tentang Tax Amnesty diketuk palu oleh DPR RI, kemudian disahkan oleh Presiden dan diundangkan, telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Pro kontra tersebut kemudian mengalir  jauh hingga menimbulkan polemik dan kontroversi.

Polemik dan kontroversi itu semakin membuat rakyat menjadi terpolarisasi dalam dua kelompok besar. Ada yang pro dengan kebijakan pengampunan pajak dan ada pula yang menolaknya. Tentu saja kedua kelompok ini mempunyai alasan dan argumentasi masing-masing dalam mendukung maupun menolak Tax Amnesty itu.

Pro Kontra Berujung Resah

Bahwa pro kontra terhadap sebuah kebijakan, apalagi yang datang dari Pemerintah merupakan sebuah dinamika yang wajar dan patut diapresiasi. Karena dengan dinamika pro kontra itu akan menjadi wahana untuk menguji validitas dan reliabilitas suatu kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak (rakyat).

Masalahnya adalah kelompok-kelompok tersebut, terutama yang kontra dalam menyampaikan alasan dan argumentasinya cenderung tidak mempertimbangkan dampak terhadap kehidupan sosial kebangsaan. Apalagi argumentasi itu dilandasi perasaan suka dan tidak suka semata, sehingga ketika mengekspresikan pendapat dan argumentasinya cenderung mengabaikan dampak yang akan muncul.

Begitu pula dengan pihak atau kelompok yang menolak Tax Amnesty itu. Tanpa memperhatikan efek yang akan timbul bila argumentasi menolak terhadap Tax Amnesty disampaikan dengan menggunakan terminologi yang tidak ramah.

Menggunakan istilah dan ungkapan yang cenderung provokatif. Tidak memberikan perspektif yang jujur dan benar kepada publik sebagai sebuah proses pembelajaran. Ungkapan dan bahasa yang digunakan kurang memperhatikan implikasi sosial, sehingga terkesan kurang memberikan pendidikan (edukasi) kepada masyarakat. Maka wajar bila nuansa yang muncul di masyarakat adalah keresahan.

Ungkapan yang Tidak Ramah

Keresahan masyarakat atau rakyat terhadap Tax Amnesty menjadi wajar karena propaganda kaum elit yang tidak mendidik. Pilihan kata atau ungkapan sebagai argumentasi menolak bukan menghadirkan pemahaman yang baik, tapi malah sebaliknya membuat resah dan gelisah. Lihatlah frasa atau istilah yang digunakan untuk menggambarkan penolakan mereka terhadap kebijakan Tax Amnesty itu.  

Ada yang menyebut Tax Amnestysebagai “anti pemerataan dan menimbulkan dampak rasialis” (Prof. Anwar Nasution). Ada lagi yang menyebut kebijakan ini sebagai “berbasis RBT, rencana bangun tidur” (Said Didu). Ada yang menyebutkan dengan istilah yang lebih menyeramkan, yakni sebagai “terorterhadap rakyat” (Ferdinand Hutahean). Ada pula karena terprovokasi oleh elit, sehingga harus membuat  tagar yang kemudian menjadi viral, yakni #stopbayarpajak. Perhatikan kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dicetak tebal itu!

Kata dan atau ungkapan itu, tidak memberikan sedikit pun perspektif pemahaman yang benar dan utuh yang membawa kesejukan dan kedamaian. Tidak ada niat yang tulus untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Malah sebaliknya, dengan kata dan ungkapan tersebut tersebunyi maksud ingin memprovokasi masyarakat agar tidak serta merta menerima dan atau mau melaksanakan kebijakan (pemerintah) itu.  Muaranya berharap agar pemerintahan ini gagal, sehingga mereka punya alasan dan bahan kampanye untuk kepentingan politik.  

Ada pula, dan membuat saya heran, mantan pejabat yang menangani masalah pajak dan juga masalah keuangan,  tidak memberikan persepktif edukatif kepada masyarakat tapi lebih cenderung melakukan agitasi dan provokasi. Untuk membungkus maksud dan tujuannya, sang mantan ini, dalam berbagai kesempatan bila memberikan opini tentang berbagai kebijakan pemerintah, termasuk Tax Amnestydengan istilah-istilah yang terkesan populis. Agar terkesan tidak provokatif, maka yang bersangkutan mengkamuflase argumentasinya dengan berlindung di balik kepentingan masyarakat dengan istilah, common questions.

Katanya apa yang disampaikan melalui tweet-nya merupakan pertanyaan-pertanyaan umum masyarakat. Padahal dia sendiri dapat memberikan jawaban dan tanggapan itu secara langsung terhadap  pertanyaan-pertanyaan umum itu, tanpa harus bersikap berlebihan dengan melanjutkan pertanyaan tersebut kepada pihak terkait dan berkompeten.

Benar bahwa pertanyaan itu harus ditanggapi dan dijawab langsung oleh pihak terkait dan berkompeten, yakni misal Dirjen Pajak. Tapi jika dalam kondisi dan pertanyaan demikian menurut pengetahuan dan pengalaman yang bersangkutan dapat langsung ditanggapi dengan memberikan perspektif yang benar, kenapa mesti harus memprovokasi?

Ada lagi yang sok gaya, mencoba mengaitkan segala hal untuk menggambarkan maksudnya ingin membuat masyarakat resah. Dalam pandangannya bahwa kebijakan Tax Amnesty sebagai sebuah tindakan meneror rakyat. Sehingga Tax Amnesty dikesankan sebagai sesuatu yang sadis, karena telah meneror rakyat. Duh, seram amat!

Lain lagi dengan pihak yang ingin mengajukan Yudicial Review (YR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Tax Amnesty ini. Bahwa melakukan YR adalah hak setiap warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar. Tapi hendaknya hal itu tidak harus membuat seolah-olah membenturkan kepentingan rakyat di satu sisi dengan kepentingan bangsa dan negara yang diwakili Pemerintah di pihak lain.  Padahal seharusnya melihat lebih jauh relevansi dan korelasi positif antara semangat Tax Amanesty dengan kesadaran warga negara untuk berlaku taat terhadap aturan hukum.

Semangat Patriotisme

Meski diliputi pesismisme terhadap program Tax Amnestyhal itu tidak lantas membuat optimisme kita menjadi terkubur dan hilang. Meski saat ini sebagian masyarakat (Indonesia) menghakimi bahwa Tax Amnestytidak berhasil.

Mungkin secara kuantitas dari nilai atau target pajak yang ingin dikumpulkan maka anggapan itu bisa benar, bahwa Tax Amnestytelah gagal. Akan tetapi, bila dilihat dari kesadaran masyarakat yang sangat antusias ikut terlibat dalam diskurus atau isu ini, maka kebijakan Tax Amnesty menunjukkan tanda-tanda telah berhasil.

Isu Tax Amnestytelah membuat animo dan antusiasme yang menggambarkan kesadaran warga negara (wajib pajak) untuk taat membayar pajak. Di situlah terlihat semangat patriotisme dari warga negara terhadap keinginan mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan sebuah negara. “Kesadaran  merupakan modal yang tak ternilai sebagai asset  yang tak berwujud” (intengibel asset)” (Darussalam, Narasumber ILC).

Aset tak berwujud itu merupakan bentuk lain dari semangat patriotisme. Karena hari-hari ini kita sedang belajar untuk menyusun jejak sejarah Indonesia, ya salah satunya melalui pro kontra kebijakan Tax Amnestyini.

Mengingat tingkat ketidakpatuhan wajib pajak di Indonesia masih sangat tinggi antara 40%-48%. Tax Amnesty harusnya dipandang sebagai sebuah kebijakan terobosan untuk meretas jalan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, di samping semangat patriotisme itu. Karena itu, “suatu negara diperkenankan untuk melakukan Tax Amnesty  apabila tingkat ketidakpatuhan wajib pajak (masih) sangat tinggi” (Darussalam, Analis Pajak, Narasumber ILC).  

Untuk mengakhir tulisan ini, saya ingin mengutip pernyataan seorang Narasumber ILC tadi malam, yang merujuk pada pendapat seorang ekonom Jerman. Ia menyatakan bahwa ekonom Jerman itu berkata, bahwa,  “kalau ingin melihat bentuk nilai dan peradaban sebuah bangsa, maka lihatlah sejarah perpajakannya”.Karena menurut seorang Hakim Agung Amerika, bahwa “pajak yang kita bayar adalah sebuah ongkos peradaban”. Sehingga kalau hari ini kita meributkan pajak berarti kita sedang menuju ke peradaban yang lebih baik  (Yustinus Prastowo, Narasumber ILC).

 Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 31082016    

Sumber tulisan : Diskusi ILC TV One, Selasa  Malam, 30/8/2016

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun