Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Hanya (Me)Rokok yang Dipersoalkan?

25 Agustus 2016   12:48 Diperbarui: 25 Agustus 2016   13:05 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah belum melakukan apapun terkait dengan kebijakan cukai rokok. Tapi mengapa kemudian, isu kenaikan harga rokok itu, yang oleh Dirjen Bea Cukai dinyatakan sebagai hoax itu kemudian harus menimbulkan kegaduhan atmosfir sosial politik Indonesia?

Malah TV One, seperti “kelakuannya” selalu saja memanfaatkan isu hoax harga rokok itu, untuk kepentingan menaikkan ratingnya. Maka setelah beberapa hari terjadi “kegoncangan” akibat isu hoax harga rokok itu, dengan sigap pula TV One turun gelanggang menjadikan tema diskusi dalam acara ILC.

Dalam diskusi ala ILC di TV One, Selasa (23/8/16) malam, yang mengangkat tema “Negara Paceklik, Petani Dicekik”, seperti biasa, narasumber yang diundang pun, hampir-hampir semuanya ingin menjadikan isu itu sebagai peluru yang menghakimi pemerintah. Maka, baik anggota DPR, asosiasi produsen rokok, asosiasi petani tembakau, produsen rokok, perwakilan buruh rokok, semuanya secara berapi-api “menyerang” Prof. Thabrany. Bagi mereka apa yang dilakukan Prof. Thabrany ini merupakan sebuah “tindakan terlarang”, yang tidak perlu dilakukan. Karena bila itu diteruskan, maka akan mematikan semua stakeholders pada bisnis rokok.

Yang menjadi soal adalah mengapa semua orang seperti kebakaran jenggot, ketika isu kenaikan harga rokok itu belum dipastikan kebenarnnya. Pemerintah juga belum melakukan apapun terkait kebijakan cukai rokok, tapi sudah diposisikan sebagai rezim yang kurang sensitif terhadap nasib dan kesejahteraan rakyat. Sehingga TV One, oleh pemimpin redaksinya, sekaliber Karni Ilyas merasa perlu mengangkat tema diskusi ILC dengan judul yang sangat menohok, “Negara Paceklik, Petani Dicekik”.

Saya jadi tersenyum pada sebuah episode, ketika Prof. Thabrany berbicara, dan Karni Ilyas menanyakan kepadanya tentang “data” penelitiannya, ketika Prof. Thabrany dengan sedikit nyelekit menyindir Karni Ilyas, dengan mengatakan, “Anda kan ahli hukum, harusnya berbicara berdasarkan data!” Karni Ilyas pun terlihat keki, mungkin tidak pernah berpikir akan mendapat pertanyaan balik seperti itu! Wkwkwkwk

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 25082016

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun