Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akhirnya, “Teman Ahok” Mengalah?

18 Juli 2016   14:23 Diperbarui: 18 Juli 2016   14:33 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu pula halnya dengan “Teman Ahok”. Komunitas Teman Ahok harus   pula bersedia memperlunak syarat kepada Ahok dengan tetap seksama membaca peta dan realitas politik yang sedang berkembang. Bahwa politik itu sangat dinamis dan cair. Karena itu membutuhkan fleksibilitas dan sensivitas dalam membaca peluang. Jika salah membaca “tanda jaman” itu maka akan menjadi awal kegagalan.

Mungkin saja “Teman Ahok” sudah menyadari resiko politik yang akan dialami Ahok bila tetap memaksakan kehendak dan menuntut konsistensi Ahok. Bagi “Teman Ahok” mengalah untuk menang adalah sebuah strategi yang tidak diharamkan dalam politik. Sehingga memilih untuk menyerahkan keputusan final ke tangan Ahok adalah sebuah keputusan bijak. Lebih baik mengorbankan “konsistensi” Ahok, daripada harus melihat Ahok tidak lagi berada di singgasana kekuasaan DKI 1.

Kekhawatiran bila Ahok gagal sehingga membiarkan Jakarta akan kembali menjadi “lumbung” untuk mengeruk keuntungan oleh pihak-pihak yang doyan mengumpulkan pundi-pundi kekayaan melalui jalan bathil harus menjadi pemikiran serius. Jika tidak, keinginan untuk melihat dan mewujudkan Jakarta Baru akan tetap menjadi ilusi.

Hari ini, “Teman Ahok” bersikap pasrah menyerahkan keputusan kepada Ahok bukan berarti kalah. Tapi harus dibaca sebagai strategi politik, mengalah untuk menang, yakni “... menjadikan Ahok (sebagai) Gubernur di periode 2017-2022".

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 18 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun