Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Chile Buat Sejarah Lagi

27 Juni 2016   13:38 Diperbarui: 27 Juni 2016   13:58 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : eN-Te

Antiklimaks! Itulah kata yang paling tepat kita sematkan kepada Tim Sepakbola Nasional Argentina. Setelah menunjukkan penampilan yang memukao nan ciamik sejak fase pengisian grup hingga babak semifinal, Messi dkk., malah kembali harus meratapi nasib gagal lagi merengkuh juara Copa America. Lagi-lagi asa Messi dkk., harus dikandaskan oleh Tim La Roha, Chile, dibawa komando kapten tim, Claudio Bravo.

Sebaliknya, pada Tim Chile memperlihatkan grafik yang sungguh membuat decap kagum. Sempat keok di kaki Messi, dkk., pada fase pengisian grup, mereka kemudian bangkit pada pertandingan-pertandingan berikutnya di fase pengisian grup, dan terus menuai kemenangan pada fase perempatfinal dan semifinal.

Malah di fase perempat final, Tim La Roha menunjukkan kualitas dan mental sebagai juara bertahan. Alexis Sanches, dkk., menggasak Tim Meksiko dengan 7 gol tanpa balas. Chile pun melaju ke babak semifinal bertemu Columbia, dan lagi-lagi Alexis Sanches, dkk., memastikan satu tiket babak final setelah unggul atas Columbia dengan kemenganan 2-0.

Maka partai final pada ajang Copa America 2016 kembali mempertemukan Tim Tango, Argentina melawan Tim La Roha, Chile. Pertandingan tersebut di helat di Stadion MetLife Stadium.

Pertandingan final antara Argentina dan Chile merupakan pertandingan ulangan, setelah kedua tim pernah bertemu di partai yang sama pada ajang Copa America 2015. Pada pesta empat tahunan tersebut pada 2015 di mana bertindak sebagai tuan rumah, Chile berhasil keluar sebagai juara dan merengkuh trophi Copa untuk pertama kalinya. Chile memastikan lebih berhak menggenggam trophi juara Copa America 2015, setelah Sanches, dkk., mempecundangi Messi, dkk., melalui drama adu tos-tosan.

Kemenangan atas Argentina melalui drama adu pinalti pada partai final di ajang Copa America 2015, membuat  Sanches, dkk., memasukkan tim sepakbola Nasional negaranya, Chile dalam daftar negara yang pernah meraih trophi juara. Ajang Copa America 2015 merupakan langkah awal Chile menegaskan identitas sepakbola Nasionalnya sebagai negara peraih trophi bergengsi di ajang sepakbola internasional. Dan Chile pun mengukir sejarah untuk pertama kalinya.

Keberhasilan Chile meraih trophi juara pada Copa America 2015 merupakan kebanggaan yang tak terlukiskan bagi anggota tim. Mengingat untuk pertama kalinya Chile berhasil mencapai puncak dan meraih juara pula. Maka pada ajang Copa America Centenario 2016 yang dipercepat sebagai bentuk penghargaan telah mencapai usia perjalanan tournamen 100 tahun, keberhasilan Claudio Bravo, dkk., kembali mencapai partai puncak, partai final merupakan sebuah prestasi yang luar biasa dan sangat spesial.

Lebih sangat spesial dan luar biasa pula pada ajang Copa America Centenario 2016 ini, kembali Chile membuktikan bahwa bukan merupakan suatu kebetulan meraih trophi juara ketika menjadi tuan rumah penyelenggara tournamen pada 2015. Jadi bukan karena faktor “hoki” sebagai tuan rumah, tapi memang benar-benar karena kerjasama dan kekompakkan tim dan yang lebih penting adalah kualitas tim. Bahwa Sanches, dkk., juga memiliki kualitas dan skill permainan yang tidak kalah dengan tim-tim pelanggan juara Copa.

Hal itu Tim La Roha buktikan ketika kembali mengandaskan mimpi Messi. Chile kembali mempecundangi Tim Tango, lagi-lagi melalui drama adu pinalti. Drama adu pinalti terpaksa harus digelar setelah kedua tim paceklik gol pada 2 X 45 menit waktu normal dan 2 X 15 menit exra time.

Dalam drama adu tos-tosan melalui tendangan pinalti, Tim La Roha berhasil menjaringkan bola ke jala gawang Argentina yang dijaga Romero sebanyak 4 kali, hanya salah satu algojo Chile, yaitu Arturo Vidal sebagai penendang pertama, gagal menjaringkan bola. Bola tendangan Vidal berhasil ditepis kiper Argentina, Romero. Sebaliknya, Argentina hanya mampu menjaringkan 2 gol, melalui kaki Mascherano dan Aguero.

Biang kegagalan Argentina meraih trophi juara Copa America Centenario 2016, turut pula disumbang Messi. “Sang Meshias” yang digadang-gadang sebagai  “reinkarnasi” dari senior dan kompatriotnya, Diego Armando Maradona, malah menyia-nyiakan kesempatan untuk unggul sementara ketika Chile melalui Vidal gagal mengeksekusi tendangan pinalti.

Messi memperlihatkan gelagat seakan-akan tidak terlalu membutuhkan gelar juara untuk tim Argentina. Di mana justru Messi yang pertama tidak berhasil menjaringkan bola ke dalam jala gawang yang dijaga Claudio Bravo. Malah, bola tendangan Messi melebar jauh di atas mistar gawang. Secara tidak langsung, kondisi itu menggambarkan, bahwa  Messi kembali “membuktikan” dirinya memang tidak berjodoh dengan Tim Nasional Argentina!

Kesempatan yang dibuang Messi, kemudian dimanfaatkan dengan baik oleh pemain Chile. Mental Sanches, dkk., yang sempat “shock”  akibat kegagalan Vidal, dengan serta merta kembali pulih setelah melihat Messi sengaja tidak menjaringkan bola ke gawang Bravo. Maka algojo-algojo pinalti berikutnya dari Tim La Roha pun dengan sempurna mengeksekusi tendangan pinalti.

Kondisi berbeda pada pihak Tim Tango. “Kesengajaan” Messi membuang bola ke atas mistar gawang, membuat mental rekan-rekannya, khususnya para penendang pinalti berikutnya menjadi terbebani. Terbukti kemudian, algojo ke-4 Tim Tango, Lucas Biglia, pun harus “mengikuti” jejak Messi. Akibat beban mental yang cukup berat, Biglia pun tidak berhasil menjaringkan gol ke gawang Bravo. Malah bola tendangannya berhasil diblok Bravo.

Kesempatan emas bagi Chile pun datang. Bila penendang pinalti terkahir Chile, Fransisco Silva berhasil menjaringkan bola ke gawang Romero, maka berarti Chile pun berhasil meraih trophi dan mempertahankan titel juara. Silva pun  dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Bola sepakannya berhasil meluncur deras menembus pertahanan Romero dan masuk gawang.

Momen yang sama kembali terulang. Chile pun berhasil memenangkan drama adu tos-tosan dengan Argentina, dengan keunggulan 4-2. Keberhasilan Silva menentukan kemenangan Chile atas Argentina mengantarkan timnya mempertahankan gelar juara Copa America secara berturut-turut. Maka Chile pun membuat sejarah lagi.

Bravo Chile, Bravo Claudio Bravo, dkk., Anda semua pantas menjadi kampiun dan mempertahankan trophi juara Copa America. Tetap membuat sejarah dan mencatat sejarah baru!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun