Tersingkirnya Uruguay tidak terlepas dari peran Suarez. Gara-gara dibekap cedera, sehingga Suarez tidak dapat diturunkan untuk membela tim Uruguay, baik ketika berjumpa dengan Meksiko maupun ketika bertemu Venezuela. Meski terlihat Suarez sangat ingin dimainkan pada perjumpaan Uruguay vs Venezuela, tapi keinginan itu tidak disambut baik oleh tim offisial Uruguay.
Kita boleh berandai-andai. Ceritanya mungkin akan menjadi lain, seandainya Suarez tidak menderita cedera dan dapat dimainkan sejak pertandingan pertama di pengsisian grup. Suarez adalah seorang tipikal pemain yang sangat haus gol. Lihat saja kiprahnya bersama Barcelona. Untuk musim kompetisi tahun ini saja, Suarez dapat mengalahkan Ronaldo dalam urusan mengemas dan mengoleksi gol di La Liga. Karena prestasinya tersebut, maka Suarez didapuk menerima penghargaan top skor La Liga musim 2015-2016, mengalahkan Ronaldo dan Messi.
Harus diakui Suarez adalah seorang pembeda. Ketika teman-temannya mengalami kesulitan dalam menabung gol ke gawang lawan, baik di Barcelona maupun di tim Uruguay, Suarez hadir memberikan “solusi”. Tapi tidak untuk Copa Americano kali ini. Suarez hanya bisa menyaksikan timnya dari pinggir lapangan, itu pun bukan dengan perasaan bahagia, tapi diliputi rasa kecewa dan menyesal. Karena “ulahnya” membuat Uruguay harus menguburkan mimpi meraih trophy juara Copa Americano tahun ini. Tahun pegelaran Copa Americano yang keseratus.
Mungkin pelatih Uruguay merasa tanpa Suarez yang masih dibekap cedera sehingga enggan dimainkan, Cavani cs dapat mengubah kedudukan ketika tertinggal 1 gol. Tapi perkiraan itu ternyata meleset, sehingga serasa penyesalan tidak lagi berguna. Nasi sudah jadi bubur. Maka Suarez pun semakin merasa “tersakiti”.
Uruguay masih dapat bernapas lega seandainya dapat bermain imbang dengan Venezuela. Kita juga tidak dapat berspekulasi, bahwa bila seandainya Suarez diturunkan, hasil akhirnya bisa lain. Masalahnya, mungkin pelatih Uruguay, tidak mau mengambil resiko, bila seandai Suarez dimainkan, membuat cederanya kambuh dan bisa jadi semakin parah. Atau bisa juga malah semakin membuat Urugay terpuruk dengan gol tambahan Venezuela. Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Dan Oscar Tabares lebih memilih “memulangkan” tim, daripada harus mengorbankan karier Suarez.
Padahal setelah ditumbangkan Meksiko 3:1 pada pertandingan pertama pengisian grup, Tabares masih sangat optimis bahwa Uruguay dapat meraih juara Copa Americano tahun ini (baca di sini). Sayangnya optimisme yang sangat tinggi itu tidak dibarengi dengan mempersiapkan kekuatan tim dan strategi serta taktik yang jitu untuk menundukkan lawan. Begitu pula bagaimana mengatur irama permainan dan pergantian pemain, termasuk mempertimbangkan untuk menurunkan Suarez dalam pertandingan melawan Venezuela itu. Maka dapat dipahami bagaimana kecewa dan menyesalnya seorang Suarez hanya dapat menyaksikan dari pinggir lapangan ketika negaranya, Uruguay harus “dipulangkan” oleh tim offisial dan pelatihnya sendiri. Tentu saja juga oleh pemain Venezuela, Rondon.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 10 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H