***
Kriteria pemimpin manusiawi seakan menjadi penegasan bahwa PDIP tidak memasukkan Ahok dalam radar pantaun mereka yang menjadi salah satu bacagub yang akan diusung partai wong cilik ini. Mengapa demikian?
Hasto menjelaskan bahwa PDIP banyak menerima masukan dari masyarakat agar PDIP memilih calon pemimpin yang tepat untuk memimpin Jakarta lima tahun ke depan. Dan calon pemimpin yang tepat, menurut Hasto, sebagaimana keinginan masyarakat adalah terkait prinsip kemanusiaan. Maka Hasto menegaskan bahwa “karena, PDI-P ingin kota Jakarta memiliki pemimpin yang manusiawi” (sumber).
***
Benarkah Ahok kurang atau tidak memenuhi kriteria PDIP sebagai pemimpin yang manusiawi? Jika membaca keterangan Hasto secara sepintas, seakan PDIP telah mengeliminir faktor Ahok sebagai salah satu bacagub yang akan diusung. Bagi PDIP, kebijakan dan langkah Ahok selama ini dalam menata Jakarta tidak cukup manusiawi.
Kebijakan Ahok menggusur warga dari tanah negara kemudian memindahkan (merelokasi) mereka ke rumah-rumah susun sewa (rusunawa) dalam pandangan PDIP tidak cukup menjadi indikator bahwa Ahok juga memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan warga. Padahal Ahok tidak asal menggusur melainkan juga memberikan berbagai kebijakan lain dengan memberikan kompensasi yang sangat manusiawi pula. Antara lain warga yang tergusur tidak begitu saja dibiarkan, tetapi diberikan berbagai fasilitas kemudahan, seperti kesehatan gratis, transportasi gratis ke tempat kerja, pemindahan anak sekolah gratis, dan masih banyak lagi lainnya (baca di sini).
***
Semua itu belum cukup membuat elit PDIP merasa bahwa apa yang dilakukan Ahok telah menghargai dan menjunjung hak-hak azasi warga. Bagi PDIP meski apa yang dilakukan Ahok merupakan kebijakan politik yang harus dilakukan dalam rangka menata Jakarta lebih berkeadaban, hal itu tidak mencerminkan seorang Ahok telah memiliki watak pemimpin yang manusiawi dan beradab. Dalam istilah Hasto, bahwa "di mana keputusan-keputusan politik, misalnya memindahkan warga harus dilakukan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang mendorong gambaran politik yang berkeadaban".
Hasto dan elit PDIP lainnya seakan lupa, bahwa di sebelah rumah Jakarta, ada Kampung Dadap Tangerang yang kemarin juga mengalami penggusuran. Tapi, proses penggusuran itu mendapat perlawanan dari warga karena tidak diberikan “kemudahan” sebagaimana dilakukan Ahok. Di sana ketika warga “diminta pergi” dari lokasi tempat tinggal mereka di Kampung Dadap itu, tidak diberikan apa-apa. Jangankan uang kerohiman, kendaraan untuk mengangkut barang-barang mereka untuk pindah saja tidak disiapkan, apalagi berbicara tentang “kemudahan” ala Ahok?
Sehingga Ahok pun merasa heran, mengapa penggusuran warga Kampung Dadap tak seribut di Jakarta? (sumber). Jawabannya Cuma satu, di Jakarta ada Ahok, sedang di Tangerang (Kampung Dadap) tidak ada Ahok.
***