Oleh : eN-Te
Catatan Awal
Artikel ini awalnya sudah saya posting kemarin (Rabu, 1/6/16) dengan judul “Mendengarkan Testimoni Ali Imron (Terpidana Seumur Hidup Bom Bali). Tapi selang beberapa saat kemudian, karena beberapa pertimbangan saya hapus kembali. Kemudian setelah saya sedikit mengubah judul, saya posting ulang.
Akan tetapi, postingan ulang ini dihapus oleh Admin dengan alasan karena menayangkan ulang postingan yang sudah ditayangkan di Kompasiana dengan atau tanpa mengganti sebagian unsur konten dan menghapus postingan sebelumnya. Padahal seperti sudah saya jelaskan, bahwa postingan sebelumnya sudah saya hapus, dan setelah satu jam kemudian postingan yang sama saya posting ulang. Meski begitu saya tetap berusaha untuk tetap mengikuti saran Admin, sehingga melakukan sedikit “perubahan” sesuai saran Admin. Dengan begitu, maka saya boleh berharap setelah postingan kali ini tidak lagi mendapat “pinalti” dari Admin. Terima kasih.
Tidak seperti biasanya ketika selesai mengerjakan sholat dhuhur ada tausyiah oleh penceramah di Masjid Baitut Tarbiyah LPMP Sulsel. Tapi Kemarin (Rabu, 1/6/16) agak lain, karena “pelajaran agama” itu biasanya diisi setelah sholat Ashar setiap pekan hari Rabu.
Kemarin (Rabu, 1/6/16) seusai menjalankan empat rakaat sholat dhuhur, imam yang memimpin sholat, setelah sejenak membaca dzikir dan berdoa, kemudian berdiri menyampaikan tausyiah atau kuliah tujuh (kultum) menit. Kebetulan ustadz yang memimpin sholat dhuhur sebagai imam yang memberikan kultum tadi familiar bagi saya, karena merupakan seorang kiyai di pondok pesantren di mana anak sulung (putri) saya mondok.
Kali ini saya tidak ingin “menceritakan” tentang tausyiah sang kiyai, tapi ada yang sedikit membuat jamaah, termasuk saya surprise,karena setelah sang kiyai menyampaikan tausyiah, disusul lagi “tausyiah” berikutnya dari ustadz yang lain. Dan ustadz berikutnya yang memberikan kultum ini adalah bukan sembarang ustadz, tapi seorang mantan gembong teroris kasus Bom Bali. Dia adalah terpidana seumur hidup kasus Bom Bali, Ali Imron.
Saya sempat tak percaya, bagaimana mungkin seorang terpidana seumur hidup dapat berkeliaran bebas, malah sekarang berdiri di hadapan jamaah dhuhur di Masjid LPMP Sulsel? Rupanya sebelum dipersilahkan oleh “pendampingnya” untuk memberikan kesaksiannya, dia merupakan salah seorang yang termasuk dalam barisan jamaah melaksanakan sholat dhuhur tadi.
Jihad dalam Islam
Jihad itu sendiri dalam bahasa Arab diartikan sebagai berjuang. Berjuang di tidak semata berjuang secara fisik, tetapi bagaimana seorang muslim dalam pengkhidmatannya sebagai hamba Allah senantiasa berusaha untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Jihad merupakan salah satu istilah yang sering disalahpahami artinya. Sebagian orang memahami arti jihad dengan pemahaman yang sempit. Jika di sebut kata jihad, maka yang terbayang di dalam benak adalah peperangan, senjata, darah, dan kematian. Kewajiban berjihad dimaknai sebagai kewajiban memerangi orang-orang kafir dan munafik hingga mereka masuk Islam. Pemahaman itu tidak benar, karena jihad tidak hanya berarti berperang secara fisik dengan mengangkat senjata, tetapi memunyai arti yang luas. Perang hanyalah salah satu bentuk jihad yang di lakukan dalam kondisi tertentu (sumber)
Konsep jihad sebagaimana diperintahkan dalam Islam bukanlah tentang membunuh atau dibunuh tetapi tentang bagaimana berjuang keras memperoleh keridhaan Ilahi. Baik perorangan mau pun secara kolektif, jihad merupakan suatu hal yang esensial bagi kemajuan ruhani. Menurut Ibnu Taimiyah, “hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan” (sumber).
Ekspresi jihad secara fisik yang dipraktekkan secara radikal dewasa ini oleh sekelompok orang, sehingga membuat konsep jihad dalam Islam dipandang dan diasumsikan secara negatif akibat ulah orang-orang yang memahami Islam secara tekstual semata. Karena ulah-ulah seperti kekerasan dengan melakukan tindakan bom bunuh diri sehingga melukai keindahan Islam itu sendiri. Konsep Jihad pun sering diputarbalikkan dan dikonotasikan secara negatif tidak dapat dihindari. Padahal dari sudut mana pun Islam adalah sebuah ajaran yang mengutamakan kedamaian. Islam sebagaimana Allah menyebutnya dalam Al-Quran sebagai rahmatan lilalamien.
Gerakan Radikal
Islam berarti agama yang damai. Seseorang yang mengikuti Islam akan menemukan bahwa dirinya dilingkupi oleh ajaran luhur yang bertujuan untuk memelihara hubungan baik dengan pencipta, sesama manusia, dan menjaga hubungan baiknya dengan makhluk lain, serta juga perlakuan baik terhadap alam lingkungan. Dalam perspektif seperti itu pertanyaan kemudian hadir di benak kita sebagai pemeluknya adalah bagaimana mungkin ajaran luhur semacam ini dapat disalahtafsirkan oleh orang-orang yang berpaham picik sehingga harus terlibat dalam urusan terorisme?
Islam Takfiri
Banyak hal yang ustadz Ali Imran ini sampaikan pada kultum itu. Antara lain juga mengenai pimpinan gembong teroris kelompok Poso, Santoso. Menurutnya bahwa Santoso satu gerakan bersama mereka (Mukhlas, Amrozy, Ali Imran, dll). Mereka semua, kecuali Amrozy merupakan alumni perguruan Afghanistan. Jadi militansi mereka terhadap perjuangan dan misi Islam berawal dan terbentuk sejak dari melihat kondisi dan situasi politik dan perjuagan umat muslim di Afghanistan.
Ali Imron juga menyebutkan bahwa Santoso semakin berubah radikal setelah kelompok ISIS mendeklarasikan diri. Sebelum itu Santoso pernah bergabung dalam Jamaah Islamiyah, kemudian itu masuk menjadi anggota Ansharut Tauhid (AT) pimpinan Abubakar Baasyir. Menurut Ali Imran, bahwa setelah bergabung dengan ISIS Santoso semakin memantapkan identitasnya sebagai Islam Takhfiri. Takfiri adalah perilaku mengkafir-kafirkan sesama muslim dan melakukan kekerasan terhadap orang yang mereka anggap kafir (sumber).
Perilaku ini tanpa disadari sebenarnya berpengaruh buruk terhadap pelaku takfiri. Ada lima kerugian yang akan berakibat kepada pelaku takfiri bila senantiasa memandang orang yang berbeda dengan paham mereka kemudian dengan mudah mengkafirkan tanpa hak.
Ada baiknya Hadits Nabi Saw ini dapat dipedomani dalam memandang masalah takfiri ini. Baginda Nabi Saw bersabda, bahwa “Siapa yang mendakwa seseorang sebagai kafir (atau sbg musuh Allah), padahal orang itu tidaklah demikian; maka vonis kafir itu akan kembali pada si pendakwa.” (HR. Bukhari Muslim).
Testimoni Empiris
Karena itu kenyataan berdasarkan pengalaman empirisnya ikut terlibat dalam gerakan radikal itu, Ali Imron menyatakan bahwa umumnya yang menjadi korban dari konsep jihad yang dipahami kaum radikal ini adalah mayoritas masyarakat sipil yang juga merupakan pemeluk agama Islam. Dengan demikian berarti mayoritas yang menjadi korban adalah mayoritas muslim. Ali Imron pun bertanya, bagaimana mungkin ada ajaran yang menganjurkan untuk membunuh pada saudara-saudara seiman dan sekeyakinan?
Selanjutnya Ali Imron menceritakan bahwa sebelum melakukan peledakan bom Bali sebenarnya kelompoknya merencanakan ingin melakukan serangan bom mobil di acara pertemuan tokoh-tokoh Kristen di Manado. Sebelum rencana itu dijalankan, kelompoknya mengutus sesorang untuk melakukan survey lapangan. Dan dialah (Ali Imron) yang mendapat tugas untuk melakukan survey lapangan itu.
Seperti diceritakan bahwa ketika melakukan perjalanan menuju lokasi survey tersebut Ali Imron sempat transit di Makassar. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Manado. Setelah sampai di Manado dia kemudian menuju ke lokasi di mana tempat pertemuan itu akan berlangsung.
Setelah tiba di lokasi yang menjadi tempat pertemuan itu, Ali Imron mendapati fakta bahwa lokasi itu hanya merupakan sebuah kecamatan kecil. Sebelum memasuki kecamatan tersebut harus melewati markas tentara (TNI).
Ali Imron sempat berpikir, bagaimana mungkin dapat membawa truk bermuatan bom dengan berat tonan melewati markas tentara? Lagi pula, menurutnya lokasi pertemuan itu hanya merupakan kecamatan kecil, yang dia ibaratkan seperti sebuah dusun di Jawa. Sehingga jika melakukan peledakan bom mobil akan membawa korban yang sangat banyak dari warga sipil tak berdosa, bukan hanya mereka-mereka (tokoh-tokoh Kristen) yang hadir mengikuti pertemuan itu. Setelah menerima hasil observasi Ali Imran, kemudian mereka menyepakati untuk membatalkan rencana peledakan bom mobil di pertemuan “Tokoh Kristen” itu.
Aksi Balas Dendan?
Ali Imron juga menyatakan bahwa Bom Bali merupakan aksi balas dendam terhadap Amerika Serikat (AS). Mengapa kelompok Ali Imron cs, menjadikan Bali sebagai target karena dianggap sebagai representasi dan pusat konsentrasi pertemuan warga asing (yang menurut mereka sebagai bangsa kafir), terutama kepentingan AS di sana. Ledakan ini mereka maknai sebagai upaya balas dendam atas serangan AS terhadap Afghanistan setelah peristiwa peledakan dua menara kembar di Washington DC.
Apa yang Bisa Dipetik?
Semoga “safari keliling” ala Ali Imron ini dapat membawa pengaruh terhadap paham dan gerakan radikal di kalangan umat. Mungkin pula sosok seperti Ali Imron ini dapat menjadi role model dalam pengertian yang positif.
Di mana melalui sosok-sosok seperti Ali Imron, yang merupakan pelaku langsung tindakan radikal dapat kita petik pelajaran dan manfaat atas kesalahan pilihan mereka, kemudian mendapat hidayah dan sadar telah tercerahkan. Selanjutnya berniat dan bertekad melakukan hijrah. Hijrah perilaku dan paham ke arah paham yang benar sesuai dengan tuntutan dan ajaran agama. Sekurang-kurangnya tidak mudah mengkafirkan kelompok lain meski berbeda paham dan pandangan.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 2 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H