Oleh : eN-Te
Luar binasa! Negeri ini rupanya sudah kehilangan rasa empati. Empati terhadap korban kejahatan dan kebiadaban.
Entah mendapat wangsit darimana, seorang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP & PA), Yohana Susana Yembise, tiba-tiba pada acara rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Senin (30/5/16) menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual dan pembunuhan terhadap Yuyun di Bengkulu merupakan kesalahan orangtua Yuyun sendiri. Di mata Yohana apa yang dialami Yuyun merupakan kelalaian orangtuanya memberi perhatian dan pengasuhan (lihat di sini ).
***
Pernyataan Yohana ini sungguh menggambarkan bahwa negara memang tidak hadir demi kepentingan warganya. Bagaimana mungkin seorang warga negara yang menjadi korban kejahatan seksual lalu di bunuh bukannya mendapat perlindungan dari negara, tapi malah disalah-salahkan pula. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Mungkinkah seorang warga negara yang karena kondisi ekonominya sehingga terpaksa harus meninggalkan anak-anaknya untuk mencari nafkah demi menghidupi keluarganya, lantas ada anggota keluarganya mendapat musibah, menjadi korban kejahatan dan pembunuhan, tapi malah diposisikan menjadi “pecundang”?
Sekoplak apapun logika seseorang, tidak akan mungkin mengeluarkan “pernyataan bodoh” seperti itu, bila mempunyai sedikit empati. Apatah lagi ini keluar dari mulut seorang pejabat tinggi negara, setingkat menteri pula. Miris nian, negeri yang sangat bangga dengan julukan sifat kekeluargaannya, malah dengan enteng menyalahkan seorang warga negara yang menjadi korban kejahatan dan kebiadaban, serta pada saat yang bersamaan tanpa berpikir bahwa dengan pernyataan itu malah terkesan “mendukung” kejahatan yang dilakukan pelaku terhadap korban. Mengabaikan dan melukai perasaan keluarga yang menjadi korban kejahatan dan kebiadaan pula.
***
Wajar saja, “pernyataan bodoh” itu mendapat reaksi kecewa dari anggota DPR. Salah seorang anggota DPR, Komisi VIII, Maman Imanul Haq, menyatakan bahwa pernyataan Menteri Yembise itu menyakitkan. Menurut Maman, “tiba-tiba Ibu (yang dimaksud Menteri PP & PA) yang salahkan orang tua (Yuyun), ini menyakitkan. Kami kecewa dengan pernyataan Ibu” (sumber).
Jangankan anggota DPR, kita yang rakyat biasa juga merasa heran dengan logika sang Menteri. Dengan entengnya menyalahkan keluarga korban, tanpa memikirkan apa yang telah dilakukan negara untuk memulihkan trauma dari kejahatan dan musibah yang mereka terima. Alih-alih memulihkan perasaan keluarga korban atas apa yang telah dialami, ini malah datang menyirami garam di atas luka yang masih menganga. Duh, sakit dan perih, terasa tak ketolongan.
***