[caption caption="MS Cagub DKI dari Partai Gerindra (Sumber : Kompas.com)"][/caption]Oleh : eN-Te
Kamis malam (31/03/16) lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam dua kasus yang berbeda. Salah satu dari dua kasus OTT itu telah membuat jagad perpolitikan Indonesia seperti mendapat “durian runtuh”. Bagaimana tidak merupakan “durian runtuh”, jika media massa selama ini berharap dapat memperoleh berita yang sangat seksi kemudian dapat mem-blow up-nya sedemikian rupa, sehingga terkesan sensasional. Yakni berharap mendapatkan berita tentang keterlibatan Ahok dalam kasus Agung Podomoro Group (APG). Salah satu perusahaan yang tergabung dalam group APG adalah Agung Podomoro Land (APL), yang pada kamis malam lalu tertangkap tangan dalam kasus OTT KPK itu.
Tak sedikit lawan politik Ahok, baik di parlemen daerah, DPRD DKI maupun komponen masyarakat lainnya, yang selama ini berseberangan dengan Ahok, dan tidak setuju dengan sepak terjang Ahok, berusaha menggiring opini publik agar percaya bahwa tudingan yang disematkan kepada Ahok bukan hanya isapan jempol. Salah seorang yang paling nyaring berteriak bahwa Ahok memang “maling” adalah anggota DPRD DKI asal Partai Gerindra, yang juga merupakan Ketua Komisi D, Muhammad Sanusi (MS). Adik kandung dari Ketua DPD Gerindra DKI, Mohammad Taofik ini, dalam setiap kesempatan, di moment dan tempat mana pun terus menerus menyindir Ahok. Bukan hanya menyindir tapi sudah mengarah pada tuduhan.
Menurut MS, Ahok memang tidak pantas untuk memimpin Jakarta. Bukan hanya masalah leadership styles (gaya kepemimpinan), pola komunikasi politik yang kasar, - yang menurut sebagian orang sebagai bahasa toilet -, arogan, dan nilai-nilai minus lainnya, tapi juga karena Ahok di duga keras terlibat dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW). Pendek kata, menurut MS, Ahok diduga keras terlibat dalam “permainanan” mark up harga pembelian lahan RSSW yang merugikan Negara hampir Rp. 200 M. Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) proses pembelian lahan RSSW menyaahi aturan dan merugikan keuangan Negara Rp. 191 M.
Atas temuan BPK ini, MS dengan konco-konconya, termasuk pihak-pihak di luar parlemen, misal LSM PUKAT, tak henti-hentinya berkoar-koar menuding Ahok. LSM PUKAT malah bergerak lebih jauh dengan mengajukan gugatan praperadilan terhadap kasus “keterlibatan” Ahok dalam RSSW. Meski kemudian praperadilan yang diajukan itu ditolak hakim, LSM PUKAT seperti tidak patah arang. Segera setelah penetapan hakim menolak gugatan mereka, LSM ini berniat untuk mengajukan gugatan baru.
Begitu pula dengan MS dan konco-konconya berusaha mendatangi KPK dan mendesak agar Ahok segera ditetapkan menjadi tersangka. Bagi mereka bukti pemeriksaan dan hasil temuan BPK sudah sangat jelas, bahwa Ahok terlibat dalam merekayasa harga, mark up pembelian lahan RSSW. Meski KPK sendiri sudah menegaskan bahwa belum menemukan bukti yang cukup, minimal dua alat bukti umtuk meningkatkan status penyelidikan dan menjadi penyidikan terhadap kasus RSSW.
Rupanya upaya yang dilakukan, baik oleh MS dan komponen masyarakat lain, termasuk PUKAT, mempunyai satu target. Targetnya supaya Ahok dapat dijadikan tersangka, baik oleh KPK maupun Kejaksaan Agung (Kejagung). Mengapa mereka berharap Ahok dapat menjadi tersangka dalam kasus pembelian lahan RSSW, karena dengan status tersangka kemungkinan Ahok maju menjadi calon gubernur menjadi tertutup. Dengan demikian calon-calon gubernur (cagub) yang asal bukan Ahok dapat melenggang kangkung dengan mulus menuju Jakarta 1.
Tak terkecuali cagub yang akan diusung partai Gerindra. Salah satu cagub yang masuk dalam nominasi yang akan diusung Partai Gerindra maju sebagai kandidat Cagub DKI adalah MS. Seorang anggota dan Ketua Komisi D DPRD DKI yang selama ini paling nyaring meneriaki Ahok. MS adalah kader Partai Gerindra, yang menurut kolega sesama kader Partai Gerindra dianggap berprestasi. Menurut MS bahwa Ahok tidak sebagaimana dipersepsikan orang selama ini, bersih dan jujur. Tapi, menurut MS, sesungguhnya public sudah dikelabui dan dibohongi Ahok. MS dan konco-konconya, berdasarkan temuan BPK, percaya dan yakin bahwa Ahok secara terang benderang terlibat dalam kasus RSSW. Mereka seakan tidak mau tahu penjelasan KPK terkait masalah itu. Pokoknya dalam mind set mereka, Ahok telah melakukan tindakan korupsi. Meski sudah diketahui public bahwa ada perbedaan penilaian terhadap pembelian RSSW, baik oleh BPK dan Pemda DKI. Regulasi yang digunakan sebagai referensi berbeda, maka terjadi penafsiran berbeda pula. Dan keduanya bertahan pada sikap masing-masing. Di sinilah, seperti terlihat di luar, KPK berpandangan sama dengan Pemda DKI, sehingga ada yang menganggap KPK cenderung “membela” Ahok.
Sayang sungguh sayang, ekspektasi MS yang telah melakukan safari politik wara wiri untuk mengkampanyekan Ahok korupsi, malah berbalik menyerang dirinya sendiri. Ibarat menepuk air di dulang, bukan air di dulang yang berbalik memercik mukanya, tapi sungguh di luar dugaannya, dulangnya sendiri balik menampar wajahnya. Lebam deh wajah MS, yang selama ini selalu berbinar-binar matanya dan sangat bersemangat menyerang Ahok seperti ada “energy lain“ bila berbicara tentang kasus RSSW.
Tak disangka dan tak diduga, KPK yang selama ini selalu didesak MS dan koncoh-konconya untuk segera menetapkan Ahok sebagai tersangka, malah secara diam-diam bergerak memantau sepak terjang MS. Mungkin KPK sudah sangat paham tentang pepatah, “tong kosong nyaring bunyinya”, sehinga sangat paham dan tahu modus serta tipe orang yang suka berteriak, biasanya dan pasti ada sesuatu yang disembunyikan di balik ketiaknya. Ada U di balik B.
Terbukti kemudian, KPK memang benar-benar membuktikan bahwa “tong” itu memang isinya kosong sehingga sangat nyaring berteriak. Rupanya dalam “tong” kosong itu, ada U yang dia sembunyikan. Sambil berusaha terus berteriak maling, MS juga berusaha mencari “modal awal” mengisi 'tong kosong" itu untuk modal pencalonannya kelak bila Partai Gerindra benar-benar menetapkannya sebagai Cagub DKI untuk maju pada Pilkada 2017. MS sangat tahu dan paham bahwa untuk sebuah kontestasi seperti Pilkada tingkat propinsi, apalagi setingkat DKI Jakarta, pasti tidak sedikit membutuhkan “mahar politk”. Karena itu, MS perlu mencari “rekanan” yang dapat diajak berkongsi untuk mengumpulkan modal awal itu.
Tak tanggung-tanggung, “rekanan” yang diajak berkongsi itu adalah APL. Group perusahaan yang selama ini senantiasa dikait-kaitkan dengan Ahok. Rupanya Ahok memang benar-benar tidak menjadi maling di (A)gung (P)odomoro (G)roup. Ataukah perlu kita mengajukan pertanyaan iseng, jangan-jangan “permainan” APL ini sudah diketahui Ahok, sehingga ia secara diam-diam “berkongsi” dengan KPK untuk menjebak MS?
Wallahu a’lam bish-shawabi
Ya sudah, selamat membaca, …
Makassar, 02 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H