[caption caption="Sedang galau"][/caption]
Oleh : eN-Te
Sampai kemarin, Selasa (29/03/2016) pihak Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur (Jatim) belum dapat menghadirkan La Nyalla Mahmud Matalitti (La Nyalla) untuk diperiksa sebagai tersangka. Kasus yang menjerat La Nyalla hingga harus berurusan dengan Kejati Jatim adalah “keterlibatannya” dalam kasus penyalahgunaan dana hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim (sumber). La Nyalla dalam posisinya sebagai Ketua Kadin Jatim, dianggap bertanggung jawab terhadap proses hibah dana Kadin tersebut, yang dalam pemeriksaan dan penyelidikan Kejati Jatim ditemukan dua alat bukti yang cukup di mana telah terjadi kerugian keuangan negara.
Seperti biasa, setiap orang yang ditetapkan menjadi tersangka, apalagi tersangka kasus tindak pida korupsi, reaksi pertamanya pasti menolak. Begitu pula Ketua Umum PSSI ini. La Nyalla juga bersikap resisten dan curiga terhadap penetapan statusnya menjadi tersangka. Menurut La Nyalla bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya berkaitan dengan permasalahan yang tak kalah membuatnya galau, yakni pembekuan PSSI (di sini , dan di sini).
Meski sudah mendapat tiga kali surat panggilan sesuai dengan Tata Acara KUHAP, La Nyalla enggan hadir di Kejati Jatim untuk diperiksa. Ada-ada saja alasan dan argumentasi La Nyalla untuk mangkir hadir. Terbaru setelah tiga kali tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Kejati Jatim, melalui Penasehat Hukum (PH)-nya, La Nyalla berdalih bahwa bukannya pihaknya tidak mau mematuhi proses hukum yang ada, tetapi malah sebaliknya meminta kepada Kejati Jatim, juga harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Melalui PH-nya, La Nyalla meminta Kejati Jatim untuk sedikit bersabar menunggu. Karena pada saat ini pihaknya sedang melakukan upaya hukum praperadilan atas penetapan status tersangka terhadap dirinya. Dalam pandangan PH-nya, seharusnya pihak penyidik terlebih dahulu harus menghormati proses hukum, sebelum mereka diminta untuk taat pada proses hukum yang ada.
Pendapat PH La Nyalla sepintas kelihatan rasional dan masuk akal. Memang dalam pandangan umum, seharusnya para penegak hukum, termasuk kejaksaan sebelum meminta masyarakat umum untuk mematuhi dan menghormati prosedur hukum yang berlaku, mereka dahulu yang perlu mempraktekkannya. Jika tidak, hal itu akan menimbulkan sikap resisten di kalangan masyarakat.
Sebelumnya La Nyalla telah dua kali mangkir memenuhi Tim Penyidik Kejati Jatim untuk diperiksa. Tim penyidik Kejati Jatim telah melayangkan surat panggilan pertama dan kedua. Panggilan pertama seharusnya La Nyalla hadir untuk diperiksa pada Senin (21/03/16) lalu. Tapi, La Nyalla absen. Pihak Kejati Jatim kemudian mengirimkan kembali surat panggilan kedua pada Kamis (24/3/16). Kembali La Nyalla menunjukkan nyalinya tidak memenuhi panggilan Kejati Jatim untuk menghadap kepada Tim Penyidik.
Ketidakhadiran La Nyalla pada panggilan pertama karena ia beralasan, seperti disampaikan oleh Tim Kuasa Hukumnya, “lantaran La Nyalla sedang mengajukan praperadilan atas kasusnya” (sumber). “Menurut kuasa hukum La Nyalla, Soemarso, agar pihak Kejati Jatim menghormati proses hukum yang berlaku. “Ketidakhadiran klien kami bukan karena mangkir, melainkan karena ada upaya mengajukan praperadilan sampai selesai," (sumber).
Setelah tidak memenuhi panggilan pertama, Tim Penyidik Kejati Jatim kemudian mengirimkan kembali surat panggilan kedua kepada La Nyalla. Maka pada kamis (24/3/16) pihak Kejati Jatim melayangkan panggilan kedua kepada La Nyalla. Itu berarti La Nyalla harus hadir diperiksa pada Jumat (25/3/2016) sebagai tersangka. Akan tetapi, La Nyalla lagi-lagi menunjukkan nyalinya dengan tidak memenuhi panggilantersebut.
Menurut Kuasa Hukumnya, bahwa ketidakhadiran La Nyalla ini (panggilan kedua) karena sedang menunggu hasil praperadilan yang diajukan pihaknya untuk menguji sah tidaknya penetapan status tersangka terhadap dirinya (sumber). Jika pada panggilan pertama La Nyalla beralasan tidak bisa hadir karena sedang dan sudah mengajukan praperadilan, maka pada panggilan kedua ini, ia absen karena masih menunggu hasil praperadilan. Satu beralasan “sudah dan sedang mengajukan” dan dua beralasan “sedang menunggu”. Benar-benar “genius” La Nyalla dengan Tim Kuasa Hukumnya ini. Jadi ketidakhadiran La Nyalla memenuhi panggilan Tim Penyidik Kejati Jatim bukan tanpa alasan. Meski alasan itu, cenderung memberikan indikasi kuat ia sedang melakukan buying time (mengulur-ulur waktu).
Hingga sampai pula panggilan ketiga dilayangkan kepada La Nyalla. Tapi, bukan La Nyalla namanya, kalau tidak punya nyali. Sekali lagi, La Nyalla pun unjuk gigi, kembali mangkir tidak memenuhi panggilan Kejati Jatim.
Pun kita dipaksa harus menerima dengan nalar yang dipaksa sehat mengenai alasan ketidakhadirannya. Seperti dikutip awal tulisan ini, bahwa La Nyalla tidak dapat memenuhi panggilan “ultimatum” (ketiga) itu karena ingin menghormati proses hukum yang sedang berjalan, yakni proses praperadilan. Oleh karena itu, pihak La Nyalla meminta kepada pihak Kejati Jatim juga harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Tidak perlu bersikap berlebihan, asal main kuasa. Meski mereka pun menyadari bahwa gelagat yang ditunjukkan pihak La Nyalla ini dapat menimbulkan penilaian negatif dari publik. Bisa jadi publik merasa seakan-akan dihipnotis bahwa ia memang punya power yang kuat untuk “bernegosiasi” dengan pihak Kejati Jatim.
Lepas dari semua itu, saya merasa ada sesuatu yang sedang dimainkan oleh La Nyalla. Padahal La Nyalla sangat sadar bahwa bila tidak memenuhi panggilan ketiga, ia akan dijemput paksa (baca ditangkap). Dan semua sudah mahfum, sebelum proses jemput paksa itu dilakukan oleh Kejati Jatim terhadap dirinya, La Nyalla sudah ngacir duluan.
Keberadaannya pun tidak diketahui di mana rimbanya. Kejati Jatim juga belum dapat memastikan posisi terakhir La Nyalla. Hanya informasi samar-samar bahwa La Nyalla sekarang sudah kabur ke luar negeri. Untuk sementara dikatakan La Nyalla sedang ngumpet di Malaysia.
La Nyalla yang sejak awal berusaha unjuk gigi untuk melawan Kejati, dengan menuding penetapan statusnya sebagai tersangka karena “intervensi” pihak lain terkait masalah PSSI, kemudian berusaha menemukan keadilan melalui jalur praperadilan, sampai harus mengerahkan "pasukan bayaran" untuk menyerang rumah dinas Kajati Jatim, ternyata terbukti kemudian La Nyalla tak punya nya(l)li. Nyalinya cuma seupil, seharusnya ia berani datang menemui Tim Penyidik Kejati Jatim untuk diperiksa sekaligus mengklarifikasi dan mengkonfirmasi bahwa semua tuduhan terhadapnya itu salah sasaran. Bukan malah harus lari sembunyi ke luar negeri. Ini kembali membuktikan bahwa La Nyalla (memang) tak punya nya(l)li. Hehehehe
Wallahu a’lam bish-shawabi
Ya sudah, selamat membaca, …
Makassar, 30 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H