Maka bersama relawannya, SU pun turun gelanggang memanfaatkan CFD untuk menarik simpati publik. Seperti pengakuannya, bersama relawannya, ia pun melakukan aksi bersih-bersih kawasan BHI dengan cara memungut sampah (sumber). Sebuah aksi sosial yang sungguh sangat mulia. Seorang pengusaha terkenal, yang selama ini berpenampilan parlente di belakang meja dan di ruang yang luks, mau berlelah-lelah, turun langsung ke lapangan membersihkan sampah dari jalanan dan selokan. Kita pun patut mengacungkan jempol sambil tidak perlu berburuk sangka, bahwa aksi yang dilakukan hanya sebagai pencitraan semata, dalam rangka menarik simpati. Hanya saja kita perlu menitip harap, bahwa apa yang dilakukan itu tidak dibungkus dengan motif politik untuk mencapai target jangka pendek, menarik simpati di saat-saat menjelang pesta demokrasi, tapi sebagai kegiatan rutin menciptakan lingkungan yang asri dan nyaman.
Hasnaeni Moein, Sang Wanita Emas
Pilkada DKI 2017 yang akan datang hanya dimeriahkan balon pria, tapi juga balon wanita. Hasnaeni Moein (HM) merupakan salah seorang balon DKI 1 yang paling cantik di antara balon-balon lainnya. Mengapa? Karena ia, merupakan satu-satunya balon wanita di antara balon-balon lainnya yang semuanya lelaki jantan.
HM merupakan putri dari politisi PDIP Max Moein, yang terpaksa terpental dari gedung kura-kura, DPR RI karena kasus perempuan. Ia juga merupakan seorang pengusaha wanita yang bergerak di bidang kontraktor dan energi, sekaligus sebagai salah satu komisaris di perusahaannya yaitu PT. Misi Mulia Metrical (sumber).
Meski politik Indonesia masih bias gender, HM tidak pernah merasa ragu untuk turut “uji nyali”di Pilkada DKI. Mungkin juga HM sangat menyadari bahwa mayoritas warga muslim masih menganggap kepemimpinan wanita adalah haram, ia tetap tegar untuk maju. Karena itu, HM tidak merasa ragu berwara wiri ke sana kemari mencari simpati dan dukungan. Tidak hanya bersafari, dalam kegiatan tersebut juga tak sungkan membagi-bagi “angpao” kepada warga. Ternyata dalam sekejap, ajang demokrasi seperti Pilkada, dapat mengubah seseorang menjadi sinterclas.
[caption caption="Membagikan Uang bagai Sinterclas"]
Tak hanya itu, HM juga berbaik hati mendatangi pasar-pasar tradisional untuk menyambangi pedagang sambil mencoba menanmpung aspirasi mereka. Tak lupa pula ia memborong semua dagangan pedagang, sesuatu yang hampir tidak mungkin dilakukan sebelumnya. Soalnya selama ini kebiasaan berbelanja dilakukan di pasar-pasar modern, bukan di pasar kumuh. Karena ingin mendapatkan simpati, ya terpaksa masuk pasar kumuh deh.
Tidak hanya ke pasar-pasar tradisional, HM juga mendatangi para gelandangan dan tuna wisma di kolong-kolong jembatan. Satu tujuannya, yakni mencoba menarik simpati mereka, sekaligus “membeli” suara mereka. Membagi-bagikan “angpao”, uang dan makanan. Sayangnya, model cari simpati seperti ini, dalam kondisi sekarang di mana masyarakat sudah cerdas, tidak lagi mempan. Sehingga modus bagai sinterclas ini malah mendapat respon kurang baik dari warga. Menurut warga mereka tak suka calon gubernur suka bagi-bagi uang, seperti diungkapkan salah satu warga, “Saya gak percaya ah sama yang bagi duit begini,” (lihat di sini). Kalau sudah begini, apa kata dunia?
Yusri Ihsa Mahendra (YIM), Ahmad Dhani (AD), dan Abraham Lulung Lunggana (ALL)
Mencari dukungan dan simpati publik Jakarta tidak hanya menjadi monopoli Adault, SU, dan HM. Yusri Ihsa Mahendra (YIM), Ahmad Dhani (AD), dan Abraham Lulung Lunggana (ALL) juga tidak mau ketinggalan mencoba menarik simpati warga ibukota dengan caranya masing-masing. Sayangnya ketiga balon ini hampir memiliki pola yang sama dalam mendapatkan simpati warga. Secara umum dapat ditarik benang merah dari ketiga balon ini adalah berusaha melempar isu dengan berlatar sentimen primordial. Satu lagi selalu berlindung di balik keunggulan mayoritas. Mengangkat isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), di samping menyambangi para petinggi partai, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk mendapatkan dukungan.
Terbaru dari YIM adalah melempar dan berusaha mem-blow up isu tentang rencana pembongkaran makam Al Habib Husein bin Abubakar Alaydrus, di Luar Batang, Jakarta Utara. Atas lemparan isu oleh YIM tersebut, Ahok pun bereaksi, sampai harus keluar pernyataan, “...profesor kayak begitu tuh, ...” (sumber). Pernyataan Ahok itu menguatkan penilaian saya pribadi selama ini kepada YIM. Bahwa YIM (juga) dikenal sebagai seseorang yang dari raut wajah dan tatapan matanya cenderung menganggap remeh (under-estimate) kepada pihak lain.