***
Tidak ada satu pun ras di dunia ini merasa lebih mulia dan superior meski ia merupakan mayoritas dibandingkan ras lainnya yang kebetulan minoritas. Semua kitab suci secara tersirat maupun tersurat telah memberikan guide line untuk melakukan interaksi dengan sesama makhluk Tuhan dengan tidak merendahkan martabat sesamanya atas alasan rasial.
Bahwa persaingan dalam suatu kontestasi itu adalah hal yang lazim. Dan saling “menyerang” adalah juga hal lainnya yang diperbolehkan, sepanjang itu masih dalam koridor yang dijamin konstitusi.
Begitu pula dengan siapa saja mau melakukan nazar dengan niat untuk kebaikan. Tapi, bila nazar itu dilakukan semata-mata karena tendensi dan motif tertentu, bahkan bertentangan dengan kaidah moral dan agama, maka berhati-hatilah menjaga lisan! Sebab, ibarat kata, “mulutmu harimaumu”. Jangan sampai karena lidah tak bertulang kemudian asal njempak, akhirnya menjadi bahan olok-olokan yang kurang lucu dan akan dikenang sepanjang sejarah bangsa ini.
Kelucuan bersimbiosis dengan ambisi yang tak nalar. Jika itu yang terjadi, maka kita turut “mewariskan dosa”, karena orang yang menagih nazar politik itu sambil mengolok-olok terpaksa kecipratan dosa.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Ya sudah, selamat membaca, ...
Makassar, 27 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H