Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menagih Nazar Politik Para Pesohor

27 Maret 2016   12:03 Diperbarui: 29 Maret 2016   09:23 7470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kewajaran itu menjadi sesuatu yang sulit diterima akal sehat ketika harus turut pula memfitnah. Padahal sebagai seseorang yang juga ditokohkan dalam Muhammadiyah, harusnya senantiasa menjaga lisannya. Bukan malah mengikuti arus euforia publik “menyerang” calon lawan. Sehingga harus gelap mata sruduk sana sruduk sini.

Singkat cerita, sebelum hari pencoblosan Pilpres, seorang AR pun bernazar. Karena nazar itu diucapkan dalam suasana persaingan antar kontestan Pilpres dan juga pendukungnya, maka kita sebut saja dengan istilah nazar politik. Apa nazar politik AR ketika itu? Ya, AR bernazar bahwa bila dalam Pilpres (lalu) Jokowi yang memenangkan pertarungan itu, maka ia akan bersedia melakukan “napak tilas” dengan berjalan kaki dari Yogyakarta sampai Jakarta.  

Apakah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan “memenangkan” Jokowi, sampai hari ini nazar politik AR itu sudah ia tunaikan? Wallahu a’lam. Yuk, mari kita tagih ramai-ramai, mengingat AR adalah seorang tokoh agama yang harus menjadi patron bagi umatnya. 

Jangan sampai umat menilai seorang pemimpin (agama) harusnya digugu dan ditiru (menjadi role model)  tapi malah bersikap culas, mencla mencle, ambigu, dan hipokrit. Antara lisan dan perbuatan tidak sejalan (paralel). Makanya sebelum berucap, ngukur diri dulu apakah dalam usia gaek seperti sekarang masih mampu berjalan kaki dalam ribuan kilometer. Akhirnya menjadi bahan guyonan. Kasihan!

Kedua, masih dalam suasana Pilpres kemarin. Tak mau kalah dengan AR, anak Raja Dangdut, Debby Rhoma Irama, juga melakukan nazar politik bombastis. Ia bernazar akan meninggalkan Jakarta dan kemudian berpindah Negara bila, seorang Jokowi yang pernah difitnah ayahnya tentang ke-Islaman orangtua Jokowi, memenangkan pertarungan melawan sang jenderal kancil di Pilpres (lalu). 

Sebuah keberanian untuk bertaruh harga diri dan nama baik, bila kemudian nazar itu kemudian benar-benar terbukti. Meski harus melalui proses sidang perselisihan hasil pemilu umum (PHPU) di MK.  

Kalau Debby ini tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Mengingat ia hanya mendompleng nama besarnya ayahnya, Rhoma Irama. Yang katanya musisi sekaligus pendakwah, tapi sayang setiap tausyiahnya cenderung bernada hasutan. 

Tanpa memiliki data pendukung yang valid ia cenderung menyerang, dan akhirnya terbukti itu hanya berupa fitnah. Dan boleh ditanyakan kepada mereka yang mengklaim diri sebagai “pendakwah”, pasti sangat tahu seluk beluk hukum mengenai fitnah.

Ketiga, juga karena bawa perasaan (baper) suasana Pilpres, Ahmad Dhani (AD) tak mau kalah bertaruh. Melakukan nazar politik. Apa nazar politik AD? Katanya, ia bersedia melakukan “khittan” kedua bila Jokowi menang dalam Pilpres.

Tapi sayang, sampai kemudian menjelang Pilkada DKI untuk memperebutkan Jakarta 1, AD pun juga turun gelanggang, kembali berkoar-koar dengan membawa-bawa sentiment primordial, mengangkat isu SARA.  Karena kepanikan tidak akan diusung oleh partai untuk maju di arena pertarungan Pilkada DKI 2017, maka AD mencoba kembali menarik perhatian public dengan isu primordial itu. 

Maka mau tak mau, publikpun kembali disadarkan akan nazar politik yang pernah ia ucapkan. Apakah nazar politik itu telah ia tunaikan, sehingga tanpa malu-malu kucing AD menyerang seseorang warga negara yang secara konstitusional dijamin memiliki persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan dengan isu SARA?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun