Saya percaya bahwa sebagai orang dalam dan “putra pribumi” pasti memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan dan mengembangkan lembaga ini. Saya juga percaya bahwa pimpinan baru juga memiliki berbagai ide inovatif untuk menata dan mengembangkan semua sumber daya yang ada di LPMP sehingga mampu menghasilkan yang terbaik. Memposisikan diri sebagai “teladan” dan mampu memberi contoh, sehingga tidak ada lagi kesan LPMP Sulsel mengalami stagnasi dan atau kehilangan kepemimpinan. Sebagai bagian dari warga LPMP Sulsel mestinya bersikap welcome dan memberi kesempatan kepada “nahkoda” baru untuk melakukan terobosan-terobosan demi kepentingan perbaikan institusional dan mutu pendidikan di tingkat Sulsel.
***
Dalam kerangka itu, sebagai pimpinan baru hendaknya tetap berikhtiar untuk berada pada track yang benar demi mewujudkan komitmen membangun pendidikan di Sulsel yang lebih baik. “Pelajaran” yang pernah diperoleh di luar ketika “magang” sebelum mudik kampung, hendaknya menjadi modal yang berharga untuk melakukan pembenahan dan penataan menyeluruh (komprehensif) di LPMP Sulsel. Tapi, semua itu harus dilakukan dengan pendekatan yang dapat diterima oleh semua kelompok kepentingan (stakeholder) agar tidak menimbulkan resistensi. Harus ada garis demarkasi yang jelas dan tegas untuk membedakan kepemimpinan “putra pribumi” dan kepemimpinan “nonpribumi”, antara kepemimpinan “produk lokal” dan kepemimpinan “produk impor”. Jika tidak, saya khawatir cerita sumbang tentang kepemimpinan sebelumnya menjadi dongeng yang tidak menarik.
Agar tidak terjebak pada kondisi kegamangan, maka dianjurkan untuk senantiasa bercermin dan belajar pada binatang ringkih bernama keledai. Konon, seekor keledai bila (pernah) jatuh pada sebuah lubang, dia senantiasa berikthtiar, selanjutnya berusaha berhati-hati, agar dia jangan sampai terjatuh ke dalam lubang yang sama, yang pernah membuatnya terjerumus. Sebagai pimpinan puncak memiliki kewenangan yang memungkinkan untuk mengambil kebijakan, meski tidak harus bisa memenuhi keinginan semua pihak.
Bila perlu harus menerapkan “tangan besi” agar hal itu dapat berjalan dan dapat menjamin kebijakan inovatif itu dapat berjalan untuk kemaslahatan bersama. Meski demikian dengan segera harus ditegaskan bahwa hendaknya setiap kebijakan harus senantiasa berpegang pada rambu-rambu yang benar berupa regulasi yang dapat memberi panduan pada tataran yang diperbolehkan undang-undang.
Dengan begitu, kita tidak lagi berada pada kondisi status quo, terus menerus berkutat dengan masalah yang sama tanpa dapat menemukan jalan keluar seperti lingkaran setan (satanic circle).
Wallahu a’lam bish-shawabi
Ya sudah, selamat membaca, …
Makassar, 29 Februari 2016
Oleh : eN-Te
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI