Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengejutkan, Mayoritas Anggota MKD “Menghukum” SN

16 Desember 2015   21:52 Diperbarui: 16 Desember 2015   22:14 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : eN-Te

Benar-benar surprise, Setya Novanto (SN) ternyata bukan merupakan orang yang tak tersentuh (the untouchable man). Padahal mencermati track recordnya selama ini, SN bagaikan belut yang sangat licin, sehingga tidak mudah ditangkap. Setidak-setidaknya hal itu terkonfirmasi melalui sidang pengambilan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Dari hasil sidang MKD sampai tulisan ini dibuat kedudukan hampir semua anggota MKD memutuskan SN melanggar etik. Meski ada yang memberikan sanksi sedang dan ada pula memberikan sanksi berat, dengan kedudukan 10 : 7. Tapi pada intinya semua anggota MKD sepakat bahwa SN telah melakukan pelanggaran etik sebagai pimpinan DPR RI. Karena itu secara etika, SN tidak layak dan tidak pantas lagi memimpin lembaga DPR yang terhormat.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah ternyata anggota MKD masih memiliki keberanian untuk “melawan” sehingga mampu menangkap aspirasi dan tuntutan public. Terlepas dari motif-motif politik dari masing-masing anggota MKD, sehingga seakan-akan tidak ingin membiarkan momentum terlewatkan begitu saja, sehingga berusaha memamerkan kebolehannya ingin berada paling depan “menghukum” SN.  

Terlepas dari alasan masing-masing anggota MKD untuk mengamankan posisi politik demi kepentingan jangka panjang, fakta hari ini menunjukkan bahwa SN diputuskan melanggar kode etik oleh MKD. Dengan hasil seperti itu, mau tidak mau SN harus bersiap-siap kepak koper untuk meninggalkan ruang pimpinan DPR.

Sambil menunggu keputusan akhir sidang MKD dibacakan oleh pimpinan sidang, Dr. K. H. Surahman, M. A., tiba-tiba terdengar informasi bahwa SN sudah mengajukan surat pengunduran diri, yang juga ditembuskan kepada Ketua MKD. Surat pengajuan pengunduran diri SN itu kemudian dibacakan di depan sidang MKD oleh Wakil Ketua, yakni dari Fraksi Gerindra. Dan berdasarkan surat pengunduran diri tersebut maka melalui rapat internal MKD diputuskan hasil sidang etik MKD menyatakan bahwa menerima pengunduran diri SN.

SN mungkin sudah merasa tidak dapat lagi “bermanuver” untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan terdepak dari kursi pimpinan DPR. Karena itu, lepas dari kondisi terjepit tersebut kita patut pula memberi respek terhadap SN yang telah berani mencoba “menghapus” citra dirinya sebagai orang yang tak tersentuh. Mungkin pada dirinya melekat banyak kelemahan dan kekurangan, sebagai bagian dari fitrah kemanusiaannya, meksi begitu, SN telah memberikan sedikit pembelajaran bahwa dalam situasi apapun kita harus berani mengambil keputusan.

Kembali ke topic artikel, bagi saya mengejutkan sikap semua anggota MKD memutuskan SN bersalah, melanggar etik. Ada hal yang sedikit lucu bila menyimak pendapat semua anggota MKD, terutama barisan pembela SN. Semuanya seakan berbalik badan ingin menghukum SN dengan sanksi berat. Padahal dari awal persidangan, barisan pembela ini sangat getol dan mati-matian menghendaki agar anggota MKD tidak melanjutkan sidang etik untuk kasus “papa minta saham”.

Ditambah lagi sepanjang proses pemeriksaan pengadu, Sudirman Said (SS) dan saksi, Ma’roef Syamsuddin (MS), sangat terlihat sikap keberpihakan dari barisan pembela SN, yang memperlakukan keduanya ibarat terdakwa di persidangan pidana, sementara teradu diperlakukan secara istimewa. Sehingga ketika anggota MKD dari Fraksi Golkar, Ridwan Bae, Kahar Muzakkir, dan Kadir A., berbalik badan “menusuk” SN dari belakang, di luar Fraksi Gerindra, Fraksi PPP, ada sesuatu yang yang ingin dicapai. Mereka ingin melakukan manuver di tikungan terakhir. Sayangnya manuver tersebut terkesan vulgar, sehingga dengan mudah terbaca lawan. Sebelum manuver itu mencapai tujuannya, ternyata SN sudah lebih dahulu membaca tanda-tanda “kegelapan” yang menghampirinya sehingga mengambil langkah tangkas dengan mengajukan pengunduran diri. Kali ini, saya jadi yakin bahwa SN ternyata bukan merupakan orang yang tak tersentuh, kali ini ia masuk perangkap, tidak bisa lolos dari lubang jarum.

Ya sudah, selamat membaca, …

Makassar, 16  Desember  2015

        

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun